Mengapa Arsenal?
Mengapa mendukung klub bola dari sebuah negeri asing yang letaknya 10.000 km lebih dari tempat tinggalmu?
Mengapa mendukung sebuah tim bola yang mungkin seumur hidup pun tak dapat engkau kunjungi, tonton dan support langsung di stadion kandangnya?
Mengapa mencintai sesuatu yang mungkin tidak pernah mengenal dirimu, alih-alih mengharapkannya membalas cintamu?
Mengapa mendukung tim bola yang delapan tahun terakhir ini gagal mendapatkan trofi?
Mengapa tidak mendukung klub bola lokalmu saja?
Berbagai pertanyaan aneh namun relevan di atas sering dilontarkan saudara, teman atau bahkan orang asing yang kita temukan di twitter. Saya sendiri sering mendapatkan pertanyaan serupa, terutama ketika sedang nge-twit soal Arsenal dengan hasrat yang tidak kalahnya dengan hasrat fans JKT48 ketika mereka menonton penampilan idolanya. Istri pun pertama sempat kaget, bingung, lalu komplain karena ia merasa sering “diduakan” setelah Arsenal. Bahkan saat pacaran dulu, malam minggu sering kami isi dengan nobar pertandingan Arsenal. Keributan kecil pun terkadang terjadi, namun karena cintanya, lambat laun pacar yang lalu menjadi istri ini pun akhirnya bisa menerima. Lambat laun, mungkin karena kagum dengan militansi dan hasrat pasangannya ini dalam mendukung tim Merah Putih ini, ia suatu hari menyatakan dirinya “pindah agama”, dari pendukung Manchester United ke Arsenal. Ia akhirnya kembali ke Jalan yang Benar. 🙂
Masing-masing Gooner mungkin punya jawaban sendiri atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Saya akan mencoba menceritakan sedikit awal mula kisah cinta saya dengan Arsenal. Tagline “born not as a Gooner but will die as one” dipakai untuk blog ini bukan sebagai pepatah klise tanpa keyakinan nyata. Kemelekatan terhadap klub yang satu ini sudah demikian kuat sehingga sudah menjadi identitas diri. Melebihi tempat asal, suku, ras dan mungkin agama. Bukan suatu hal yang sehat, mungkin. Namun inilah yang saya rasakan dan tidak malu untu mengakuinya. Arsenal menjadi tempat aktualisasi emosi, label jati diri, dan bagian yang kuat dari kehidupan sehari-hari. Lima belas tahun sudah ikatan sepihak diri ini dan Arsenal terjadi, dan makin hari makin kuat, terlepas dari jumlah trofi dan prestasi klub ini.
Sebagaimana semua kisah cinta romantis, kisah ini juga berawal dari jatuh cinta pada pandangan pertama. Dan objek cinta itu bernama Dennis Bergkamp. Waktu itu saya sudah mulai kuliah di Bandung. Semasa SMP dan SMU olahraga yang saya sukai bukan sepakbola. Kalau bermain sepakbola pun, umumnya menjadi center back karena badan yang cukup tinggi. Larinya kurang cepat untuk menjadi striker maupun winger. Sepakbola juga menjadi olahraga yang “mahal” karena kurangnya lapangan bola beneran di kota asal saya. Kami hanya bisa bermain sepakbola di lapangan rumput sekolah yang ukurannya kurang dari separuh lapangan bola, dengan kaki ayam tanpa sepatu bola (saat itu tergolong mahal). Waktu itu futsal juga belum ada. Kami akhirnya lebih sering bermain basket dan badminton daripada sepakbola. Klub bola lokal juga tidak berkompetisi di liga pro nasional. Demikianlah masa sekolah dilewati tanpa pernah mengenal olahraga terpopuler dunia ini dengan lebih dalam. Siaran langsung liga Italia saat itu juga diikuti selintas saja. Paling yang mash diingat hanyalah nama-nama pemain tim nasional negara-negara terkenal saat Piala Dunia. Seperti Roberto Baggio, yang tampil fenomenal di Piala Dunia 1994.
Tahun 1997, saya ke Bandung untuk kuliah. Saat itu liga Inggris sudah ditayangkan di televisi swasta dan perlahan menggeser dominasi liga Italia. Teman-teman yang merantau bareng dari kampung ada yang sudah menjadi pendukung klub Inggris. Ada yang memilih Liverpool, namun kebanyakan menjadi fans Manchester United (biasa, glory hunter hehe). Saya belum terlalu menyukai liga Inggris, lebih suka menonton turnamen internasional. Maka berlalulah tahun pertama kuliah itu tanpa mengikuti liga Inggris atau liga manapun secara reguler di televisi.
Bulan Juni 1998, Piala Dunia di Perancis dimulai. Pada tahun itu juga game FIFA World Cup 98 dirilis. Saat itu sudah punya Playstation dan hype Piala Dunia 98 membawa kami untuk bermain game FIFA. Entah kenapa, saya sering memilih tim Belanda setiap kali main FIFA. Mungkin karena reputasi Total Football-nya, atau reputasi trio Gullit-Van Basten-Rijkaard yang sudah sangat terkenal di Indonesia di awal tahun 90-an, atau karena suka saja dengan seragam Oranye-nya. Secara otomatis tim jagoan saya di Piala Dunia 98 itu adalah Belanda.
Kebetulan pula Belanda tampil fenomenal di PD 98. Piala Dunia 98 adalah salah satu Piala Dunia terbaik dengan partisipasi tim-tim dengn kekuatan merata dan bintang yang terkenal di setiap tim. Zidane di Perancis, Ronaldo si kuncung di Brasil bersama Rivaldo dan Bebeto, Gabriel Batistuta-nya Argentina, dan Davor Suker Kroasia. Baggio juga masih bermain, namun bintang Italia saat itu adalah Christian Vieri. Pemain-pemain bintang di PD 98 rata-rata bermain di Serie A, liga terbaik dunia saat itu.
Belanda yang tidak diunggulkan karena tampil buruk di Euro 96 ternyata mengejutkan dengn kelahiran kembai Total Football di tangan pelatih Guus Hiddink. Pemain-pemain Belanda tampil menonjol seperti si kembar De Boer, Edgar Davids, Bergkamp, Kluivert dan Overmars dan itu tercetak kuat di ingatan. Dan gaya permainannya sangat menarik di mata. Pemain tengah dan belakang hingga depan saling bertukar posisi, possession football dan overlapping full back. Belanda begitu mendominasi alur permainan setiap pertandingan. Dan yang paling berkesan tentunya adalah gol luar biasa Bergkamp ke gawang Argentina yang mengantarkan Belanda ke semifinal. Menyambut umpan lambung jauh dari Frank De Boer di menit ke-89 saat skor 1-1, Bergkamp dengan first touch-nya menghentikan bola di udara sambil melompat, second touchnya memantulkan bola sambil nutmeg Roberto Ayala, dan third touchnya adalah sontekan ke gawang Argentina. Dengan tiga sentuhan, Bergkamp membawa Belanda ke semifinal Piala Dunia.
Dalam sekejap, nama Bergkamp melompat jauh ke top table pesepakbola favorit saya, menggeser Roberto Baggio yang bertengger di puncak sejak 4 tahun lalu. Bagi saya, Bergkamp adalah pemain terbaik di turnamen itu, melebihi Zidane.
Sayangnya Belanda yang tampil lebih menawan daripada yang kemudian menjadi juara dunia, Perancis, akhirnya mesti puas dihentikan Brasil di semifinal. Walau Belanda kalah, pandangan pertama pada Bergkamp dan golnya membuat saya jatuh cinta. Mulailah mencari tahu ia bermain di klub mana. Ternyata ia bermain untuk Arsenal dan baru saja mengantarkan klub Inggris tersebut menjadi juara musim itu (1997/1998). Walaupun agak terlambat, tidak sempat menyaksikan perjalanan Arsenal menghentikan dominasi Manchester United di musim itu, saya berjanji pada diri sendiri akan selalu mengikuti aksi Bergkamp di liga Inggris. Terlalu sayang untuk dlewatkan.
Musim pertama saya mengikuti Bergkamp yang juga artinya mengikuti Arsenal, Arsenal tidak berhasil menjadi juara. Kalah satu poin dengan Manchester United yang kembali menjadi juara musim itu. Kepahitan di akhir musim ditambah dengan penjualan Anelka ke Real Madrid. Namun Wenger bergerak cepat. Pemain muda Perancis bertalenta luar biasa ini langsung digantikan dengan pemain muda Perancis lainnya yang malah akhirnya menjadi legenda klub, Thierry Henry. Musim kedua saya mendukung Arsenal juga berakhir tanpa gelar. Dan kali ini giliran Overmars dan Petit yang hengkang ke Barcelona. Masuk Robert Pires dan Wiltord. Musim ketiga kembali tanpa gelar juara. Namun menonton aksi Bergkamp dan kali ini dilengkapi dengan Henry, Pires, Vieira, Ljungberg cukup memberikan harapan. Perlahan sepakbola yang mirip dengan Total Football Belanda mulai dimainkan Arsenal. Musim berikutnya Arsenal akhirnya meraih Double kedua di bawah asuhan Wenger. Penantian tiga musim mendukung Arsenal akhirnya berbuah manis. Memang beda rasanya menjadi juara setelah dengan sabar dan setia mendukung selama beberapa tahun. Banter dengan teman-teman saya yang fans MU pun tak terelakkan. Arsenal benar-benar mendominasi musim 2001/2002 itu. Tidak hanya menang, namun menang dengan permainan indah. Seperti kata Bergkamp:
Arsène Wenger’s idea is not only to play good football. It’s to play good football to win. In my day, we knew that with our style we could hurt teams and win trophies too. But we did it our way, with the positional game, passing, movement.
Musim berikutnya Arsenal tetap dominan walaupun akhirnya disalip MU di akhir musim. Gelar FA Cup menjadi penghibur. Wenger yang mengatakan di musim itu (2002/2003) bahwa timnya bisa saja tanpa terkalahkan sampai akhir musim akhirnya diejek media dan lawan. Siapa yang menyangka musim berikutnya (2003/2004) hal yang tidak mungkin tersebut terealisasikan. The Invincibles dengan rekor W 26 D 12 L 0 mencatatkan rekor di liga Inggris sebagai tim satu-satunya yang tidak terkalahkan sejak lebih dari 100 tahun kompetisi liga Inggris. The Invincibles pertama adalah Preston North End dengan rekor W 18 D 4 L 0 di musim 1888/1889. Jumlah pertandingan yang berbeda jauh dan jarak waktu yang lebih dari 100 tahun membuat rekor tak terkalahkan The Gunners saat itu semakin istimewa. Dan rekor ini belum pernah disamakan hingga sekarang.
Arsenal pindah ke Emirates Stadium di awal musim 2006/2007 dan Bergkamp pun memainkan pertandingan terakhirnya sebagai pemain Arsenal dan sebagai pemain profesional, pertandingan testimonial yang sekaligus menjadi pertandingan pertama stadion baru tersebut. Arsenal melawan Ajax, current and legends. Alpha dan Omega, yang pertama dan yang terakhir. Pemain-pemain legenda Belanda/Ajax seperti Cruyff, Rijkaard, Van Basten, dan kembar de Boer ikut bermain. Perpisahan yang mengharukan, tanpa terasa air mata in pun menetes. Namun perpisahan dengan Dennis Bergkamp ini tidak berarti perpisahan dengan Arsenal. Bergkamp yang mengenalkan saya kepada Arsenal. Rasa cinta ini sudah meluas tidak hanya kepada dirinya, tapi juga kepada klub yang dicintainya. Arsene Wenger dengan filosofi hidup dan sepakbolanya menambah kuat kemelekatan ini. Tujuh tahun telah berlalu sejak pertandingan terakhir Bergkamp itu, dan Arsenal belum berhasil mendapatkan trofi apapun sepeninggalnya. Namun hati ini tetap untuk Arsenal. Tak bisa berpaling ke lain hati. Cinta sejati adalah soal selalu bersama baik di saat suka maupun duka, bukan? Soal kesetiaan dan saling pengertian.
Dan sebagai alpha dan omega dari tulisan ini, rasanya tidak ada yang lebih cocok daripada kutipan dari sang legenda, DB10, untuk menutup tulisan ini sekaligus menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.
Dennis Bergkamp was asked about the lack of silverware at Arsenal, and the Dutchman was poised with one of the best Arsenal quotes I’ve ever seen.
I really like Arsenal. But you, do you like Arsenal? Or just Arsenal with Trophies?
Pertama kali ngefans sih tahun 2005, pas masih SD kelas 5 dikenalin bola sama bokap. Waktu itu season baru 2004-2005 . Kebetulan dirumah ada internet meski lelet, coba nyari apa itu Arsenal soalnya booming banget, Pas tau ternyata Arsenal itu have good record, atau yang kita tau 49 Match unbeaten 2003-2004 . Gila men ampe sekarang ngefans banget, and also my favorite is the legend of King Henry!
Kalau saya malah baru jadi supporter Arsenal tahun lalu. Berawal dari simpati kekalahan 8-2 dari MU, lalu malah jadi pendukung =)
Awal mencintai arsenal karena pada awalnya tidak suka dengan kelakuan supporter-supporter Manchester United (the glory hunter) yang ternyata terpengaruh dengan sifat kakek jenius bernama Alex Ferguson.
Pada saat itu, hanya Arsenal yang bisa mengalahkan Manchester Utd dengan cara yang sangat cantik.permainan tim arsenal pada saat itu sangat indah dan tentu saja efek dari “the king” henry yang melengkapi keajaiban “Tuhan” kita, Dennis Bergkamp. Itulah kenapa sampai sekarang, biarpun selalu gagal mendapatkan gelar juara saya tetap jatuh cinta dengan Arsenal.
Terimakasih Bang Benhan sudah berbagai cerita di sini. Saya sendiri sudah lupa kapan pertamakali lihat dan suka dengan Arsenal. Seingat saya saat itu pemain-pemainnya Tony Adams, Lee Dixon, Robert Pires, Bergkamp, Hendry, Ljungberg, dll. Waktu itu terkenal sekali bek Arsenal adalah salah satu yang terbaik di Inggris dan mungkin di klub Eropa. Hemm.. luar biasa sekali menjadi fans dari klub ini. Sepertinya dulu hingar-bingar fans bola masih didominasi oleh pecinta klub-klub asal Italia. Mungkin juga karena karena jarangnya akses untuk melihat pertandingan liga Inggris.
Waktu itu sepertinya saat saya mulai masuk SMA di kota Magetan-Jawa Timur, sekitar tahun 1998/1999. Kira-kira benar gak ya sekitar tahun itu dengan pemain-pemain tersebut? (Mohon koreksi gooners yang lain). Saat melihat mereka main rasanya langsung jatuh cinta. Apalagi warna kostum kebanggaan mereka merah putih yang sama dengan warna bendera negara Indonesia. Makin cocok!
Saya sangat suka dengan Tony Adams. Sebagai seorang kapten tim dia sangat disegani tidak hanya oleh pemain Arsenal tapi juga oleh pemain liga Inggris yang lain. Saat memimpin teman-temannya bertanding begitu semangat dan disiplin dalam bertahan. Saking sukanya saat ketemu foto pemain Arsenal yang nongol di koran pasti saya gunting dan saya tempel di pintu almari. Ljungberg juga keren, orangnya mungil tapi begitu lincah dan selalu tampil modis di dalam maupun luar lapangan.
Semenjak itu selalu menonton pertandingan Arsenal. Jika tim ini kalah rasanya kurang semangat juga untuk esok harinya berangkat sekolah. hehehe. Beberapa tahun kemudian Liga Inggris begitu memawah di Indonesia. Menang negeri kita ini sangat gila bola orangnya. Banyak orang-orang memang jadi fans MU karena memang saat-saat itu prestasi mereka begitu moncer. Sepertinya tak terkalahkan.
Akhir-akhir ini setelah dominasi MU digantikan oleh Chelsea, ramai-ramai juga fans baru Chelsea bermunculan… Tapi saya tetap setia dengan Arsenal. Walaupun kadang nonton rame-rame dengan teman-teman tapi saya sendiri selalu dicela jika Arsenal kalah.
Semoga tahun ini dan tahun-tahun berikutnya Arsenal bisa juara dan menjadi kampiun di Inggris dan Eropa.. Salam kenal dan mari berbagi. 🙂
kalo saya suka sama arsenal dulu agak2 ribet (karena masih kecil), gara-gara asterix the gaul. dari kecil suka banget sama cerita asterix itu dan bikin ngikutin perancis. waktu kakak sama bapak suka nonton bola saya suka ngedukung perancis, apalagi setelah jadi juara dunia (seneng banget bisa ngecengin kakak yang dukung itali :)))
sampai akhirnya saya ngerti tentang klub-klub sepakbola dan bedanya dengan tim nasional saya sempet suka sama juventus (karena banyak pemain perancisnya) karena zidane tapi entah kenapa saya malah jadi ngikutin pemain perancis lain yang gak seterkenal zidane, thierry henry.
titinya pindah, arsenalnya tetep 😛 (saya ngikutin banget arsenal itu pas arsenal udah puasa gelar tapi tetep seneng soalnya cinta) semoga buka puasa deh sekarang dan selalu
Rasanya senang setiap baca tulisan2 Bang Benhan. Apalagi yg ttg Arsenal. Senang dlm artian bisa nambah pengetahuan dan “oh ternyata begitu ya”. 🙂
Selamat atas dirilisnya blog Arsenalnya, pasti akan sering saya kunjungi.
Saya suka Arsenal dari SMP (saat itu tahun 2007). Awalnya biar ada tim yang disenangi aja, karena temen-temen banyak yang suka Liga Inggris, terus dari tim The Big Four saat itu cuma Arsenal yang belum ‘disenangi’. Mungkin karena udah puasa gelar ya, hehe. Akhirnya kesukaan saya kepada Arsenal lanjut sampai sekarang.
Saya juga suka Arsenal tidak lepas dari seorang DB10. Bedanya, kalau om Benhan masih bisa liat pertandingan Bergkamp lewat siaran langsung, saya cuma bisa liat di Youtube. Maklum lah, kan tahun 2007 DB10 udah gantung sepatu.
Pertama kali jadi fans Arsenal waktu nggak sengaja liat pertandingan Arsenal v Birmingham yang berakhir dgn skor 1-1. Gol dicetak oleh Samir Nasri dan dibalas oleh Birmingham memanfaatkan kebodohan Almunia. Tapi yang membuat saya jatuh cinta adalah passing-passing pendek nan akurat yang membuat saya terhipnotis dan sampai sekarang saya masih ttp mendukung Arsenal, hope this’ll last forever.
bung benhan..salam kenal dari saya…mirip seperti Anda..saya mengenal dan cinta Arsenal adalah ketika musim 98 Arsenal juara dan ada satu nama yang masih saya ingat ketika media memberitakan kejayaan Arsenal di masa itu adalah manusia berjuluk “The Ice Man”. Manusia tanpa ekspresi ketika sehabis mencetak gol dia tetap cool, wujud kematangan seorang pemain. “Dingin” yang menandakan bahwa Bergkamp sudah berada dalam tingkatan sebagai dewa sepak bola. Dia adalah sosok yang lebih saya tertarik untuk mengenal lebih lanjut ketika teman-teman sekolah saya dulu lebih mengidolai sinar Ronaldo, Zidane, Baggio. Menjadi “anti mainstream” di tahun 90 an adalah sebuah kebanggaan bagi saya. Karena itu saya mendukung Arsenal !!
Izin copas artikelnya boleh ga om @Benhan ?
wah, kisah awal mula memilih Arsenal hampir mirip dengan mas Benhan, kebetulan suka timnas Belanda jg, Om saya yg petaruh pertandingan bola, mengantarkan saya ikut nonton match Arsenal kala itu, tahun 1996, permainannya menarik, saya suka jerseynya jg, crest nya, dan tentu saja julukan team dan fans nya, keren, pada masa kuliah, booming game FIFA, di kosan kami sering bikin “kompetisi” dan saya selaku pake Arsenal, pernah juara dan seringkali runner up hehe, pikir saya nge-klik nih, akhirnya lebih serius “mendalami” Arsenal dan rutin mengikuti pertandingan2 yang disiarkan dan browsing ke situs resminya yg kala itu disponsori Dreamcast-Sega, jagoan saya kala itu Ian Wright (sampai sekarang masih nge-fan jg kok), DB10 masih biasa2 saja bahkan mendapat kritik tajam dari media2 sampai akhirnya dia bikin gol indahnya dan kemudian dia “menggila”, saya termasuk yg kecewa berat dg apa yg dilakukan Anelka ketika pergi dari Arsenal, tapi Wenger mendapatkan pengganti yg kita kenal sekarang sbg pencetak gol terbanyak Arsenal, yg pada masa awal bergabung hampir mengalami nasib yg sama dengan DB10, ya … Thierry KING Henry, Henry lah yg membuat cinta saya ke Arsenal semakin menjadi-jadi, sejak saat itu sampai detik ini, saya menjadi pendukung Arsenal sampai kapan pun, dobel winner pernah merasakan, yg paling fenomenal tentu saja 49 Unbeaten, tapi sayang kala itu belum ada socmed semacam FB atau Twitter utk “menghabiskan” fans club lain hehehe, khususnya fans Man Utd tentu saja, dan lebih sayang lagi setelah boomingnya socmed, prestasi Arsenal mengalami kemunduran secara tropi, ya secara tropi aja karena diluar itu, sesungguhnya Arsenal mengalami perkembangan yg luar biasa yg WAJIB dicontoh club2 mana pun didunia, saya percaya Arsenal dan filosofinya, kelak semua klub akan berkiblat kepada Arsenal bagaimana cara mengelola klub secara benar, jika Arsenal mendapatkan tropi lagi, maka SEMPURNALAH klub ini, jadi berbahagialah para Gooners yang sudah memilih Arsenal sebagai klub pujaannya, Anda sudah berada dijalan yang benar, Jalan Arsenal
Pingback: North London Derby yang tak terlupakan | Jalan Arsenal