Selamat Tinggal, Auba!

Aubameyang at Arsenal (2018-2022)

Pierre-Emerick Aubameyang akhirnya meninggalkan Arsenal, hanya dalam waktu tepat empat tahun sejak bergabung di Januari 2018. Ia mengikuti jejak pemain bintang sebelumnya yang ia gantikan, Alexis Sanchez yang juga hanya menghabiskan kariernya cukup singkat (3,5 tahun) di Arsenal. Bedanya Sanchez tidak memperpanjang kontrak di Arsenal sementara Auba sudah memperpanjang kontraknya 2 tahun di tahun 2020 kemarin (dengan event yang spesial). Kontrak barunya yang masih sisa 1,5 tahun sekarang (berakhir Juni 2023) disepakati untuk diakhiri oleh klub dan dirinya secara konsensual di Transfer Window musim dingin. Aubameyang pun dapat bergabung dengan Barcelona dengan status free transfer (Arsenal tidak mendapatkan transfer fee dari Barcelona).

Saya tidak perlu menulis lagi pencapaian Auba di Arsenal. Ia adalah top skorer kita selama 4 tahun itu (92 gol dalam 163 penampilan di semua kompetisi) dengan rincian sebagai berikut:

  • 2017-18 All Comp.: 14 app 10 goals; PL: 13 app 10 goals
  • 2018-19 All Comp.: 51 app 31 goals; PL: 36 app 22 goals
  • 2019-20 All Comp.: 44 app 29 goals; PL: 36 app 22 goals + 1 FA Cup
  • 2020-21 All Comp.: 39 app 15 goals; PL: 29 app 10 goals
  • 2021-22 All Comp.: 15 app 7 goals; PL: 14 app 4 goals

Dari statistik di atas jelas terlihat 2,5 musim pertama Auba pencapaiannya luar biasa. Dengan rasio gol 0.64 gol per match di periode tersebut, jelas Auba masuk dalam level very elite striker di liga. Penampilan istimewa Aubameyang tersebut menjustifikasi biaya transfernya yang sebesar £56m itu dan ditutup dengan trofi FA Cup 2020 yang hampir bisa dikatakan dimenangkan berkat aksi individualnya di depan gawang yang super cool.

Melihat begitu pentingnya peran Aubameyang bagi tim, tentunya kita semua menginginkan Auba memperpanjang kontraknya yang sisa setahun saat itu (selesai di Juni 2021). Auba ingin gaji yang sesuai dengan perannya di tim saat itu, kurang lebih apa yang didapatkan Ozil, £350K/minggu semusim. Arsenal keberatan, Barca dan klub-klub lainnya menunggu di belakang layar. Arteta pun sampai ikut turun tangan agar tidak terjadi deadlock. Ia melobi Auba pribadi, bertemu dengan ayahnya, meyakinkan mereka bahwa Auba akan menjadi pemain sentral di sisa kontraknya di Arsenal dan meninggalkan “legacy” di klub ini, layaknya pemain legendaris berkostum No.14 sebelumnya. Arteta juga meyakinkan klub bahwa ia butuh Auba saat itu. Akhirnya kontrak baru disepakati dengan gaji dasar sekitar £250K/minggu yang ditambah bonus appearance dan goal bisa mencapai max £350K/minggu.

Video announcement “sign da thing” pun di-upload dengan live streaming. Topeng Black Panther dijadikan petunjuk. Video bertajuk “This is where I belong” pun diputar. Live Streaming Auba dan Laca sahabat baiknya yang membuat semua Gooners tersenyum lebar. Kemudian video wawancaranya bersama Ian Wright di Emirates Stadium di mana ia menyebutkan bahwa alasannya mau memperpanjang kontrak adalah setelah percakapannya yang jujur dengan Arteta.

I had a chat with Mikel. I think he gave me something very clear about the idea of the future of the club and about me.

He was straight and honest and that’s what I like because we are always honest. He said, OK you can maybe leave… I don’t know what your mind is thinking right now, but you can leave and go for trophies at other clubs or you can stay here and have a legacy.

This, for me, was the key word.

Aubameyang to ian wright when he signed the new contract

Aubameyang jelas adalah Hero bagi kita saat itu. Arteta jelas jujur saat mengatakan ia bisa meninggalkan legacy di Arsenal dan Auba percaya hal itu sepenuhnya. Ia siap menjadi leader tim ini dan membawa kembali tim ini kembali ke kejayaan. Semua sepakat meneruskan waktu bersama Aubameyang untuk tiga tahun lagi semenjak tahun 2020 itu adalah yang terbaik untuk semua pihak – baik klub, manager, rekan-rekan setimnya, Auba sendiri dan supporter Arsenal.

Ia menyebutkan bahwa alasannya mau memperpanjang kontrak adalah setelah percakapannya yang jujur dengan Arteta.

Aubameyang ketika perpanjang kontraknya

From Hero to Zero

Siapa yang menyangka hanya dalam waktu satu setengah tahun kurang dari ditandatanganinya kontrak baru tersebut, Auba kemudian diasingkan oleh Arteta dari timnya, dicabut ban kaptennya, berlatih sendiri dan akhirnya dilepas sebagai free agent. Hal yang di luar dugaan semua pihak. Alih-alih meninggalkan legacy di klub tercinta, Aubameyang bahkan tak sempat mengucapkan farewell secara langsung di hadapan supporter Arsenal di stadion, tidak juga kepada rekan-rekannya yang sedang berlatih/ team bonding di Dubai saat itu. Akhir yang sangat “ruthless” untuk seorang pemain terbaik Arsenal di eranya, seorang hero. Hal yang serupa juga terjadi dengan Ozil, yang tak diberikan kesempatan untuk farewell dengan supporter Arsenal. Tentunya mudah untuk sebagian fans menuduh Arteta sebagai sosok yang kejam dalam kedua kejadian ini. Saya mencoba dengan kepala dingin mengurai apa yang sesungguhnya terjadi sehingga Arteta dan board Arsenal mengambil keputusan demikian. Mencari tahu, apa yang menjadi dasar Arsenal membalikkan keputusan yang mereka ambil satu setengah tahun sebelumnya.

Musim lalu (2020/2021) Aubameyang mengalami banyak masalah. Dari sakit malaria, ibunya yang sakit keras sehingga ia sampai absen beberapa pertandingan untuk pulkam mendampingi ibunya (dan diberikan izin oleh klub). Lalu pelanggaran disiplin yang ia lakukan, terlambat saat North London Derby yang mengakibatkan ia tidak dimasukkan ke dalam tim sama sekali dan mesti menonton pertandingan dari stand (bahkan tidak dari bench). Performa Aubameyang di lapangan juga tidak begitu baik, ia hanya mencetak 10 gol dalam 29 penampilan di liga. Rasio 0.34 gol per match ini jauh dari 2 musim sebelumnya di mana rasionya 0.61 gol per match. Namun Arteta masih membelanya di publik, terlepas dari performanya yang tidak sesuai standar tersebut. Fans Arsenal mulai gelisah karena ada sinyal kalau Auba akan mengikuti jejak Ozil yang turun performanya setelah mendapatkan kontrak baru.

Musim ini (2021/2022) Aubameyang memulainya dengan tidak baik. Kali ini ia positif Covid-19 bersama Laca yang diindikasikan berasal dari pesta ultah anaknya yang digelar di bulan Agustus, Auba tidak tampil di 2 pertandingan pertama liga dan belum fit saat Arsenal melawan City di pertandingan ketiga. Tiga kekalahan beruntun harus diderita Arsenal yang menyebabkan Arsenal berada di posisi terbawah klasemen.

Perlahan Arsenal bangkit. Auba selalu start di musim ini sebagai striker utama saat ia fit, mengorbankan Lacazette yang harus duduk di bangku cadangan. Di pertandingan berikutnya Aubameyang mencetak gol melawan Norwich City. Ia tidak mencetak gol vs Burnley namun tampil baik saat NLD di kandang, mencetak satu gol hasil counter attack cantik bersama Emile Smith Rowe. NLD-gate semusim sebelumnya seakan sudah hilang dari ingatan kita semua.

Lalu saat seri lawan Brighton, Auba tidak tampil baik, diganti oleh Laca di menit ke 72. Lawan Crystal Palace, Auba mencetak gol awal namun Arsenal secara umum kesulitan melawan Crystal Palace, tertinggal 1-2 sebelum akhirnya menyamakan kedudukan lewat gol injury time Laca. Nah di pertandingan berikutnya melawan Aston Villa, Arsenal mulai memberikan penampilan yang meyakinkan, mendominasi lawan dan akhirnya menang 3-1 dengan Auba mencetak satu gol dan memberikan satu assist.

What was good, or very good, two or three years ago, with his role in this team, at this club, it is not enough. He had to take a step forward. I would say the same with Laca, look what he is transmitting, not just doing or playing, what he is transmitting. For me that is really, really important.

They lead by example and not only there but as well at the training ground. Certain things, a role they could have had three years ago in the squad, now it has changed.

MIKel arteta on aubameyang after aston villa match

Arteta mengatakan bahwa apa yang telah dilakukan oleh Aubameyang dengan sangat baik selama dua atau tiga tahun sebelumnya di klub ini, belum cukup, mengingat perannya sekarang sebagai kapten dan striker utama. Arteta mengatakan bahwa Auba mesti mengambil satu langkah lebih maju lagi. Ia (bersama Laca) punya tanggung jawab untuk memimpin dengan menjadi role model, tidak hanya di lapangan hijau, tapi juga di training ground. Ia ingin mereka menyampaikan pesan tersebut kepada tim dengan aksi dan sikap mereka. Baginya hal ini sangat penting.

Dan Arteta melihat Auba berubah di pertandingan melawan Aston Villa tersebut. Ia melakukan pressing dengan tujuan yang jelas, cara ia bergerak, link up play-nya, caranya memimpin dalam pertandingan ini sehingga ia berhasil mengubah semuanya (tim). Ia tidak statik sepanjang pertandingan dan kemudian mencetak gol. Arteta memilih Auba versi pekerja keras ini.

Apart from the goals, the celebration when they put the ball in the net, do you see the way he runs? The purpose he has to press the ball, and when he takes it his movement, his link, how is leading the game – that is when he is changing the rest, not when he is static and then he puts the ball in the net. I prefer this Auba.

MIKEL ARTETA

Mudah kita simpulkan bahwa selama ini Arteta terus mendorong Auba dan Laca agar dapat benar-benar menjadi leader di tim ini. Tim muda ini membutuhkan role model dan mereka berdua bisa memikul tanggung jawab extra itu. Dalam pertandingan ini Auba menunjukkannya. Ia berikan satu gol dan satu assist tapi yg lebih mengesankan Arteta adalah kerja kerasnya di lapangan.

Sayangnya setelah itu, demikianlah performa Aubameyang di pertandingan-pertandingan PL berikutnya:

  • Leicester vs Arsenal (0 – 2): Auba missed sitter 2x. Menurut saya mainnya masih OK walaupun akhirnya di match ini yang tampil untuk memberikan perbedaan adalah para pemain muda.
  • Arsenal vs Watford (1 – 0), Auba missed penalty. Emile Smith Rowe menjadi pahlawan dengan solo goalnya.
  • Liverpool vs Arsenal (4 – 0).

Karena penampilannya turun di dua pertandingan sebelumnya, inilah pesan Arteta untuk Auba sebelum pertandingan melawan Liverpool:

…he needs to continue the form that he’s in and the attitude that he’s showing and as well the level of implication that he has, not only around the team but around the club as well.

MIKEL ARTETA on AUbameyang pre-match vs liverpool

Arteta menuntut lebih dari kaptennya. Ia ingin Auba meneruskan performa baiknya dengan sikap dan kerja keras yang telah ia tunjukkan sebelumnya, tidak hanya di sekitar tim tapi juga di sekitar klub. Apa maksudnya? Pendek kata on dan off the pitch, Auba perlu bersikap sebagai seorang pemimpin (kapten) dan bekerja keras. Apakah “pesan” Arteta kepada Auba sebelum pertandingan itu semacam pertanda adanya penurunan upaya dari Auba on dan off the pitch?

Walau Arteta telah mengingatkan, Auba tetap bermain jelek di pertandingan lawan Liverpool tersebut. Arsenal tertekan sepanjang pertandingan dan akhirnya kebobolan di menit terakhir babak pertama lewat set pieces. Di babak kedua ada satu kesempatan saat counterattack Arsenal yang disia-siakan oleh Auba dengan tendangannya yang lemah. Blunder pun akhirnya dilakukan pemain-pemain muda Arsenal saat ingin mengejar ketertinggalan yang mengakibatkan Arsenal kembali terekspos oleh counterattack Liverpool yang berujung dengan kekalahan telak 4-0. Auba bermain penuh selama 90 menit.

Pertandingan berikutnya melawan Newcastle (menang) dan Manchester United (kalah), Auba diganti di menit ke-70-an oleh Laca dan ia tidak mencetak gol. Semenjak dipuji oleh Arteta setelah pertandingan Aston Villa tersebut, ironisnya Auba gagal mencetak gol di lima pertandingan berikutnya.

Arteta akhirnya menyerah dengan Aubameyang dan mencoba hal baru. Melawan Everton dan butuh kemenangan, Auba di-drop ke bench dan diganti Laca di starting lineup. Arsenal kalah 1-2 dan Auba masuk di menit ke-85 menggantikan Laca. Sepanjang pertandingan, saat kamera menyorot Auba, jelas terlihat rasa frustrasinya karena tidak dimainkan sejak awal. Kemudian terjadilah insiden historik tersebut.

Pertandingan melawan Everton itu terjadi di hari Senin. Arsenal akan main lagi lawan Southampton di hari Sabtu. Auba meminta izin ke klub untuk melewatkan training session di hari Rabu dengan alasan untuk menjenguk ibunya yang sedang sakit dan membawanya ke London. Saat itu kasus Covid-19 lagi tinggi-tingginya di UK. Banyak pesepakbola PL dilarang berpergian keluar kota apalagi keluar negeri saat itu. Auba dikasih dispensasi oleh Arsenal untuk ke Perancis karena alasan ibunya yang sakit namun ia diminta untuk kembali pada hari yang sama ke London agar Kamis bisa ikut sesi latihan. Perlu diketahui saat itu Arteta dan tim sedang berada dalam tekanan tinggi akibat kalah dua kali berturut-turut melawan MU dan Everton. Arsenal harus bangkit dari kekalahan dan menang melawan Southampton.

Protokol Covid-19 saat itu menyatakan siapapun yang tiba di London mesti melakukan PCR test terlebih dahulu dan kalau sudah terbukti negatif baru boleh keluar dari isolasi terlepas orang itu atlet atau bukan. Kita tahu dari skandal False Positives FC bahwa hasil tes ini di Inggris bisa keluar paling cepat 8 jam dan paling lama bisa sampai 24 jam.

Auba kemudian kembali ke London di Kamis pagi hari, bukan Rabu sore atau malam sesuai komitmennya. Kamis pagi itu ia langsung ke training ground London Colney tanpa mengikuti protokol Covid yang berlaku tersebut. Ngakunya Auba: ia tidak tahu ada perubahan aturan protokol Covid. Arsenal terkejut dengan kedatangannya dan juga kecewa dengan Auba yang melanggar komitmen, padahal sudah diberikan dispensasi khusus.

Auba disuruh pulang sesampainya di training ground karena Arsenal tidak mau membahayakan skuad dan training ground yg beresiko untuk ditutup akibat pelanggaran protokol Covid-19 oleh Auba. Ia kemudian isolasi di rumah setelah melakukan tes PCR. Sayangnya di hari yang sama itu, ia ketahuan membuat tato baru yang jelas merupakan pelanggaran aturan isolasi. Foto tersebut di-upload oleh artis tatonya dan menjadi viral di socmed. Hal ini bukan pertama kalinya dilakukan Auba karena tahun lalu di tengah lockdown Covid-19 di UK, insiden serupa terjadi. Artis tato yang sama, Alejandro Nicolas Bernal, posting video ia yang sedang men-tato Aubameyang di tanggal 9 Februari 2021. Hal ini menjadi viral di socmed karena merupakan pelanggaran lockdown yang ketat saat itu di UK dan Arsenal berjanji akan bicara ke Aubameyang untuk mengklarifikasi dan mengingatkannya mengenai tanggung jawabnya di saat pandemi ini.

Flashback ke Awal 2021

Yang lebih menarik lagi, sebelum kejadian tato di bulan Februari itu, Auba juga absen membela tim karena mengunjungi ibunya yang sakit keras. Nah lho? Penasaran mengapa pola yang sama terjadi, saya kemudian mencoba menelusuri ulang apa yang terjadi di awal tahun 2021 itu dan membandingkannya dengan insiden di bulan Desember 2021.

  • 23 Jan 2021 FA Cup – Southampton vs Arsenal (1 – 0): Auba absen. Arteta hanya mengatakan Auba sedang melalui masa sulit tanpa menjelaskan penyebabnya.
  • 26 Jan 2021 PL – Southampton vs Arsenal (1 – 3): Auba kembali absen. Sehari berikutnya Auba menjelaskan ia absen karena ibunya yang sakit. Ia diberikan kesempatan oleh Arsenal untuk personal leave ini dan akan kembali ke London besoknya (28 Jan).
  • 30 Jan 2021 PL – Arsenal vs Man United (0 – 0): Auba belum kelihatan di bangku cadangan. Arteta masih supportive terhadap Auba dan mengatakan klub mendukungnya di masa sulit ini dan ia butuh waktu.
  • 2 Feb 2021 PL – Wolves vs Arsenal (2 – 1): Auba duduk di bangku cadangan, Laca start. Ini adalah pertandingan spesial di mana Craig Pawson memberikan Arsenal dua kartu merah. David Luiz mendapatkan kartu merah di menit ke-45 sehingga Laca terpaksa diganti Gabriel. Kemudian Pepe digantikan Auba di menit ke-61. Leno kena kartu merah di menit ke-72.
  • 6 Feb 2021 PL – Aston Villa vs Arsenal (1 – 0): Auba duduk di bangku cadangan, Laca start. Auba masuk di menit ke-59 menggantikan Laca.
  • 9 Feb 2021 – Video Tato diupload artisnya. Arsenal berjanji akan bicara dengan Auba. Kasus diselesaikan secara internal tanpa diumumkan apa sanksinya.
  • 14 Feb 2021 PL – Arsenal vs Leeds (4 – 2): Auba akhirnya menjadi starter setelah absen 3 pertandingan dan dicadangkan selama 2 pertandingan. Ia tampil gemilang dan mencetak hat-trick di pertandingan ini. Ia bermain full 90 menit.
  • 19 Feb – 12 Mar 2021 – Arsenal melawan Man City, Benfica (UEL), Leicester, Burnley dan Olympiacos (UEL). Auba main full di 4 pertandingan dan menjadi cadangan di match lawan Leicester yang berjarak terlalu dekat dengan Benfica. Ia mencetak 2 gol ke Benfica dan 1 gol ke gawang Burnley.
  • 15 Mar 2021 PL – Arsenal vs Tottenham (2 – 1). Kejadian telatnya Auba sehingga ia tidak dimasukkan ke dalam skuad sama sekali.
  • Sanksi indispliner Auba tidak berlangsung lama karena di pertandingan berikutnya melawan Olympiacos Auba menjadi starter, namun tidak mencetak gol dan Arsenal kalah. Kemudian lawan West Ham ia bermain sebagai RW dan Laca CF, Arsenal seri 3-3, Auba tidak cetak gol. Ia kemudian menjalankan tugas negara membela Gabon, dan di sana ia kena malaria. Pertandingan setelah itu lawan Liverpool dan Slavia Prague, Auba belum mengetahui kalau ia kena malaria, hanya saja badannya terlihat lebih lemas. Setelah itu ia divonis sakit malaria, opname di rumah sakit dan kemudian absen selama tiga minggu.
  • Auba kembali ke bangku cadangan saat semifinal UEL pertama melawan Villarreal, hanya bermain selama 5 menit dan tidak bisa membantu Arsenal yang kalah. Lalu ia start vs Newcastle yang menjadi awal dari rally 5 pertandingan PL terakhir Arsenal untuk menutup musim tersebut dengan sedikit bermartabat. Di pertandingan ini ia mencetak 1 gol dan 1 assist. Kemudian di semifinal UEL kedua, ia juga start tapi Arsenal hanya bisa mendapatkan hasil seri dan harus gugur dari kompetisi ini. Di 4 pertandingan PL terakhir, Auba tidak mencetak gol sama sekali. Auba mengakhiri musim tersebut hanya dengan 10 gol di liga, bisa disebut musim terburuk dari segi produktivitas gol dalam sebelas tahun terakhir kariernya.

Saya mencoba simpulkan serentetan kejadian di atas sebagai berikut: 23 Jan 2021, Auba minta dispensasi personal, diberikan. Kemudian saat ia telah menyelesaikan masalah pribadinya, pelan-pelan ia diintegrasikan kembali ke dalam tim. Arsenal kalah dua kali, ia malah bikin tato melanggar lockdown (9 Feb). Arteta bicara dengannya, kemudian ia tampil sangat baik melawan Leeds, masalah seakan-akan selesai. Namun sebulan kemudian, terjadilah insiden NLD itu. Ia dimaafkan, bermain kembali namun secara mental mungkin berpengaruh. Formnya memburuk dan ditambah ia kena malaria. Sejak NLD-gate tersebut, Auba hanya mencetak 1 gol dalam 10 pertandingan berikutnya. Sebaliknya Arsenal menang dalam 5 pertandingan PL terakhir itu, tanpa terlalu banyak kontribusi darinya.

Sejak NLD-gate tersebut, Auba hanya mencetak 1 gol dalam 10 pertandingan berikutnya. Sebaliknya Arsenal menang dalam 5 pertandingan PL terakhir itu, tanpa terlalu banyak kontribusi darinya.

arsenal di akhir musim 2020-2021

Menurut saya insiden NLD-gate itu cukup berpengaruh terhadap Auba. Karakternya yang extrovert tapi banyak menggunakan perasaan daripada logika (sunshine yellow personality), mudah tersinggung jika dipermalukan seperti itu oleh Arteta di depan rekan-rekan timnya. Bukan kebetulan bahwa semenjak itu form-nya jatuh bebas, dan seperti yang kita ketahui Auba tidak pernah kembali lagi ke form terbaiknya.

Their naturally outgoing, sociable, dynamic energy lifts the energy of the team as they love to provide a bit of a laugh. They worry about the team dynamic and want to ensure that everyone is involved. Their friendly, persuasive and animated behaviour can often help bring the group together.

If they are criticised on an idea, the Sunshine Yellow tends to go into “transmit” mode even harder rather than taking the time to find out where their colleague is coming from.

Sunshine Yellows with low emotional maturity may also avoid receiving critical feedback. They may choose to reject the person or respond in a passive-aggressive way.

Sunshine yellow personality – insights discovery

Not Captain Material

Kembali ke Desember 2021. Auba kemudian ditelepon oleh Arsenal, dikabari bahwa Jumat ia tidak perlu datang ke London Colney karena Sabtu ia tidak akan dimainkan sama sekali. Beberapa hari kemudian ia kembali ke training ground dan berbicara empat mata dengan Arteta dan juga dengan Edu. Arteta menjelaskan kepadanya sanksi yang harus diterimanya, ban kaptennya dicopot dan ia diinstruksikan untuk berlatih sendiri, terisolasi dari rekan-rekan timnya (miris, mengingat ia sering melanggar aturan isolasi) sampai masa waktu yang tidak ditentukan. Dan semenjak itu Arteta tak bicara lagi padanya.

Arteta kecewa karena Auba melanggar komitmen bersama dan terkesan meremehkan apa yang telah disepakati bersama, terutama di tengah kondisi kasus Covid yang memuncak di Inggris. Ia seperti tidak menganggap serius apa yang telah disepakati dengan klub padahal ia telah diberikan kepercayaan dan dispensasi spesial. Dan ini bukan kejadian yang pertama kali, bila kita melihat kronologis di atas. Kesimpulannya ia dianggap “abuse the trust” yang diberikan oleh Arteta dan tidak menjadi contoh kapten yang baik untuk timnya.

Semenjak Arteta menjadi head coach dan kemudian manager Arsenal, ia berulang kali menekankan pentingnya pemain Arsenal untuk merasa bangga dan terhormat, bahkan merasa “privileged” menjadi pemain yang mewakili klub ini. Seyogyanya sebagai pemain Arsenal, kebanggaan itu diaplikasikan dalam bentuk komitmen dan kerja keras baik di lapangan maupun di training ground. Disiplin adalah hal utama bagi Arteta bahkan sejak ia menjadi pemain. Selain itu menurut saya personality Arteta adalah Fiery Red, extrovert namun lebih menggunakan logika daripada perasaan sehingga karakter seperti ini umumnya sangat fokus, driven, tegas dan juga ruthless. Maka ia punya prinsip non-negotiables yang tidak boleh dilanggar semua anggota tim, apalagi oleh seorang kapten.

Menariknya, Auba sendiri seperti belum memahami mengapa ia dihukum demikian keras oleh Arteta. Di dalam preskonnya di Barca, ia menjawab kalau masalahnya ada di Arteta, bukan di dirinya. Ia tidak paham mengapa Arteta tidak senang (dan membesar-besarkan masalah yang mungkin dianggap sepele baginya), sedangkan ia kalem-kalem saja.

My problem was only with Arteta. He wasn’t happy. I can’t tell you more. He wasn’t very happy, I was very calm.

Auba on his broken relationship with arteta

Sementara itu Arteta menjelaskan alasannya mencabut ban kapten dari Auba:

I do not establish my authority by being dictatorial or ruthless,

I just ask for one thing: respect and commitment. At this level, if I don’t get that, I will pack my bags and go somewhere else because that is the minimum I can ask for.

I am going to expect that from everybody who works for the club. First of all from myself, and the day I don’t do that I will walk through that door and go and do something else. It as clear as that.

To be successful you have to be passionate about something and want to represent a club of this size, with its history. That is the minimum standard you have to bring. I am not going to ask anybody to put the ball in the top corner every time they hit it, but I will ask them to do the right things every single day for this club.

Arteta on auba being stripped of captaincy

Kita bisa membaca adanya keyword seperti respect, commitment, represent the club, dan yang terpenting “do the right things every single day for this club.” Dari sini kita bisa menyimpulkan Auba dinilai tidak melakukan hal-hal ini belakangan ini. Tentunya penilaian ini tidak hanya datang dari Auba seorang. Menyia-nyiakan dan kemudian membuang pemain bergaji tertinggi di klub saat ini tentunya tidak dapat dilakukan oleh seorang manager belaka. Board Arsenal tentunya mendukung Arteta 100% dalam hal ini.

Setelah membaca kembali serangkaian kejadian sebelum kasus terakhir ini terjadi, saya menduga setelah match lawan Aston Villa itu, Auba menurun lagi upayanya di training ground. Mungkin ia telat datang latihan, mungkin upayanya turun sekian persen. Implikasinya setelah pertandingan itu ia gagal mencetak gol dalam 5 pertandingan berikutnya dan gagal menginspirasikan tim dalam kapasitasnya sebagai kapten.

Sebelum pertandingan melawan Liverpool, Arteta memberikannya peringatan: tidak mencetak gol tidak masalah selama engkau meningkatkan upaya, melanjutkan aplikasi kerja keras di lapangan maupun training ground, karena ia melihat Auba mulai kendor lagi. Lalu di pertandingan Liverpool tersebut kita bisa melihat di saat tim lagi down, Auba juga tidak mampu menginspirasi rekan-rekan setimnya. Lalu di dua pertandingan berikutnya ia tampil buruk, dan akhirnya di-drop ke bench saat lawan Everton.

Arteta berharap setelah di-bench saat lawan Everton, Auba bisa bereaksi dengan introspeksi dan berusaha keras untuk bisa kembali ke starting lineup. Namun hal sebaliknya yang terjadi. Auba terkesan menganggap remeh dispensasi yang diberikan saat Covid-19, meninggalkan rekan-rekannya yg sedang latihan keras untuk bangkit melawan Southampton setelah dua kekalahan berturut-turut. Ia kembali ke London terlambat, pergi tatoan pula, tidak meminta maaf, dan alasannya: saya tidak tahu ada aturan baru soal isolasi. Pemain yang digaji setinggi itu kita harapkan agent-nya ataupun dirinya untuk melek terhadap aturan isolasi apalagi ketika ia mendapatkan dispensasi khusus. Arteta tidak bisa menerima alasan ini dan memutuskan, OK, you’re out, Auba.

Absennya Auba digantikan oleh Laca, teman baiknya. Dan ternyata dipimpin oleh Laca yg bekerja keras, Arsenal malah menang di 4 match PL berikutnya dan memberikan penampilan terbaik musim ini saat melawan Man City. Laca memberikan kontribusi 2 gol dan 3 assist di 5 match itu. Kehadiran Auba tidak dirindukan Arsenal sama sekali.

Bila Arsenal mampu move on dari Auba, sebaliknya Auba tidak berhasil merehabilitasi nama baiknya ketika diberikan kesempatan untuk membela Gabon di AFCON. Ia memilih party di Dubai tanpa masker bersama beberapa rekannya sebelum AFCON resmi dimulai. Akibatnya ia dan Mario Lemina positif Covid.

Apakah Auba memang tidak sadar pentingnya perannya sebagai kapten timnas di saat itu? Di tengah kritikan terhadapnya yang dianggap gagal sebagai kapten Arsenal? Contoh seperti apa yg dapat ia berikan kepada rekan-rekan setimnya?

Kemudian kembali muncul rumor yang tidak baik, bahwa setelah recover dari Covid-19 di Cameroon ia pulang ke hotel di dini pagi hari bersama Mario Lemina dalam keadaan mabuk. Rumor ini malah dimuat oleh L’Union, koran terkenal di Gabon. Auba membantah hal ini. Kita tidak tahu mana fakta yang benar, namun timnas Gabon memulangkannya ke London, dengan alasan resmi: masalah kesehatan jantung akibat Covid. Arsenal kaget dan bingung. Auba dicek, dan dinyatakan kondisi jantungnya baik-baik saja saja. Artinya alasan itu dibuat-buat oleh timnas Gabon dengan tujuan memulangkan Auba. Tanya kenapa?

Reputasi Aubameyang di Arsenal semakin jatuh. From hero to zero, hanya dalam satu setengah tahun. Arteta membawa timnya ke Dubai untuk training sekaligus team bonding. Auba tidak dibawa sementara pemain yang numpang latihan seperti Jack Wilshere saja dibawa Arsenal. Ini adalah sinyal keras kalau Auba mesti mencari klub baru karena bukan lagi bagian dari masa depan Arsenal. Agent-nya mulai bergerilya mencari klub yang berminat.

Barca The Saviour

Saat tawaran Barca datang, kesempatan emas ini tentunya tidak akan disia-siakan oleh Arsenal. Toh Auba tidak akan dimainkan lagi. Bila ia bisa dilepas di Januari tersebut, maka Arsenal bisa menghemat gaji tingginya selama 1,5 musim (untuk persiapan pembelian striker top di Juni nanti) dan tim bisa fokus di setiap pertandingan tanpa harus menghadapi pertanyaan dari media setiap minggu, “Kapan Auba main lagi?”

Namun misi melepas Auba ke Barca ternyata tidak semudah itu. Arsenal hampir gagal deal dengan Barca karena Barca terikat dengan aturan La Liga soal budget gaji pemain. Mereka hanya mampu membayar Auba sekitar 2,5 juta euro untuk musim ini. Mereka ingin Arsenal membayar sisa gaji Auba dengan status loan 6 bulan dan kemudian di akhir musim ditinjau kembali. Arsenal tidak mau. Hampir deadlock, Arteta akhirnya memutuskan bersama Tim Lewis untuk terminate kontrak Auba saja sehingga ia bisa bergabung dg Barca dengan status free agent. Auba sudah ngebet ke Barca dan sejak siang hari itu sudah terbang ke Barca untuk persiapan tanda tangan kontrak di deadline day transfer window.

Untuk putuskan kontrak Auba dan menghasilkan win-win solution untuk semua pihak, kira-kira begini formula yang diterapkan:

  • Auba basicnya £250K/week di Arsenal, £350K/week kalau ada bonus goal + appearance.
  • Auba terima dari Barca £100K/week sampai akhir musim ini. Namun ia mendapatkan kontrak selama 3,5 musim, 2 tahun extra dari sisa kontraknya di Arsenal.
  • Arsenal membayar ke Auba severance payment untuk pemutusan kontrak, senilai £7 juta. Ini sama dengan £350K/week dikali 20 minggu yang tersisa untuk musim ini. Dengan cara ini Arsenal menghemat gaji Auba full musim depan, senilai £13 juta dari basicnya saja.
  • Barca akan menaikkan gaji Auba di musim depan, mungkin tidak signifikan namun dengan memberikan ia kontrak selama 3,5 musim, dibayar £100K/minggu pun sama nilainya dengan sisa kontraknya yang 1,5 musim di Arsenal. Ada opsi break contract di Juni 2023, yang mana ada kemungkinan Auba akan diputus-kontrak saat itu dan sisa gajinya dibayar penuh oleh Barca karena Auba mungkin tidak akan cukup fit untuk bermain di Barca sampai dengan 2025 (ia akan berusia 36 tahun saat itu). Dengan demikian secara keseluruhan Auba tidak kehilangan potensi pendapatan dari sisa kontraknya di Arsenal.

Dengan solusi di atas, semua pihak mendapatkan solusi yang diinginkan. Arsenal bisa menghemat gaji yang signifikan, Barca bisa mendapatkan pemain bintang yang sudah lama mereka incar walaupun sedang di penghujung kariernya, dengan gaji relatif murah, dan Aubameyang bisa menyelamatkan mukanya, melupakan penderitaan diisolasikan dari tim dan sebaliknya dapat bergabung kembali dengan sohib party-nya, Ousmane Dembele yang ironisnya memilih tinggal hingga akhir musim ini di Barca karena kedatangan Auba (OK, so not really win-win for Barca).

Legacy

Manusia boleh berencana, Tuhan yang menentukan. Rencana Auba untuk mengakhiri karier di Arsenal dan meninggalkan legacy yang harum sebagai legenda Arsenal gagal terlaksana. Tentunya sikap dan aksinya sendiri yang menjadi sebab utama kegagalan tersebut (bila ia mau jujur dengan diri sendiri). Bila dulu percakapannya yang jujur dengan Arteta tentang makna legacy membuatnya memperpanjang kontrak, maka percakapan yang jujur kali ini dengan Arteta mengenai komitmen yang dilanggar dan kekecewaan klub terhadap sikapnya mesti diterima dengan pahit oleh Auba. Sayangnya ia (dan kita) mesti menerima kenyataan bahwa ia gagal menjadi legacy sebagaimana impian semua supporter Arsenal di momen perpanjangan kontrak itu.

Menariknya, tim muda ini tidak merasakan kehilangan dengan kepergiannya. Mereka bermain dengan baik setelah ia di-drop dan berlatih dengan ceria di Dubai tanpa dirinya. Kapten baru lahir di dalam seorang Laca, yang menjalankan perannya dengan sangat baik di periode ini. Sudah bukan rahasia umum kalau Laca adalah figur senior yang dihormati terutama oleh pemain-pemain muda, karena ia sering memberikan mereka bimbingan.

Menariknya lagi, tidak cuma Auba, dari sejumlah pesepakbola yang pernah menjadi kapten Arsenal, sebagian besar tidak memiliki kesempatan mengakhiri kariernya di Arsenal. Setelah Tony Adams yang pensiun di Arsenal, sejumlah pemain seperti Vieira, Henry, Gallas, Fabregas, Van Persie, Vermaelen, Koscielny, dan sekarang Aubameyang meninggalkan Arsenal untuk mengakhiri karier bermain mereka di klub lainnya. Namun ada fakta yang menarik juga, hanya dua kapten Arsenal yang kariernya berakhir di klub ini semenjak Adams, yaitu Mikel Arteta dan Per Mertesacker. Dan mereka berdua sekarang menjadi First Team Manager dan Academy Manager di klub tercinta. Bukan kebetulan kalau mereka berdua inilah yang benar-benar memahami apa artinya kehormatan yang diberikan untuk membela klub ini. Wenger berhasil mendidik keduanya dengan baik untuk mewarisi title Mr. Arsenal berikutnya, setelah Mr. Arsenal orisinal, Tony Adams.

Lembaran Aubameyang di klub ini akhirnya kita tutup. Terima kasih untuk 4 tahun pengabdiannya. Alih-alih meninggalkan legacy, Aubameyang “ditinggalkan” oleh managernya dan timnya. Kita akan mengenang manis video announcement pembelian Auba “Yo Pi’erre, you wanna come out here?” yang sampai saat ini belum bisa tergantikan kerennya. Kita akan mengenang gol-gol indah Aubameyang, trofi FA Cup 2020, dan senyum lebarnya yang affectionate ketika ia sedang happy. Namun kita juga memahami sekarang, mengapa perpisahan ini harus terjadi.

Selamat tinggal Auba, sayang sekali kisahmu dan Arsenal mesti berakhir di sini. Kami akan maju terus, untuk menuju Top Four di akhir musim. Entahlah kalau kita bisa berjumpa lagi di Champions League atau tidak musim depan (tergantung finish-nya Barca juga 😉).

Up The Arsenal!

Advertisement

Martin Ødegaard, The Creator-in-making

Yang mengikuti tulisan saya sejak lama tentunya tahu persis kalau saya sangat memuja Dennis Bergkamp, dan bahkan alasan awal saya menjadi seorang Gooner. Di blog ini bahkan ada bagian yang dikhususkan untuk-Nya (sayang saya belum sempat menulis lebih banyak lagi mengenai biografinya). Tidak hanya saya, sebagian fans Arsenal yang memuja-Nya memberi Bergkamp nick name God, The Creator (plesetan dari perannya sebagai pembuat peluang utama Arsenal). Bergkamp berada pada level yang berbeda dari para pesepakbola hebat di dunia, dalam hal filosofi sepakbolanya, pandangan hidupnya. Ia melihat sepakbola sebagai sarana untuk mencapai kesempurnaan, sesuatu yang bermakna lebih dalam daripada ketenaran dan harta.

“Arsène Wenger has an interesting view about this. He says: “It is a spiritual thing. I am convinced of that. I believe you have two kinds of players who play football. Those who want to serve football like you serve God, and they put football so high that everything that is not close to what football should be is a little bit non-acceptable. And then you have those who use football to serve their ego. And sometimes the ego can get in the way of the game, because their interest comes before the interest of the game.

Sometimes the big ego is linked with what we call strong personalities, charisma. But most of the time what people call charisma is just big ego. I believe that Dennis was one of those who had such a high idea of the game and such a respect for the game that he wanted that to be above everything. I believe that the real great players are guided by how football should be played and not by how football should serve them. If it becomes spiritual, it’s endless and you’re always driven to going higher and getting closer to what you think football should be.

Then Wenger gives the example of a player who knows he ought to pass but takes a massive gamble and scores. “If he really loves the game he’ll go home and worry about it. He’ll know he really should have passed to set up an easy chance for someone else. But he was selfish and got lucky. If he doesn’t care about the game he’ll go home and think: ‘That was great – I’ll do the same next time.’

And he says that’s the difference. “That’s why you have to teach the kids to respect the game and treat the game a little bit like a religion, that is above you, where you want to serve the game.”

Bergkamp in his biography – Stillness and Speed

Bergkamp memiliki pandangan yang sama dengan Wenger, bahwa the game semestinya berada di atas egomu, yang membuatnya ingin “melayani”-nya bak seorang hamba yang melayani Tuhannya. Becoming the servant of the game. Sementara sebagian besar pesepakbola memiliki apa yang disebut big ego, individualis, bagaimana menjadi yang terbaik di lapangan hijau.

Selama saya mendukung Arsenal, hanya ada satu pemain yang menurut saya layak mewarisi tahta Bergkamp di klub tercinta. Di salah satu artikel di blog lama saya, “Ketika Sang Creator Menemukan Putra-Nya”, saya menuliskan tentang pandangan Bergkamp tentang Mesut Özil.

“Behind every pass there must be a thought.

Özil knows exactly how to control the ball in what kind of space to give himself time. That’s the difference between the players and great players. With his intelligence and his touch and his skills, he is trying to do something right with every ball.”

“With that pass it seems like Özil was already calculating what the next pass should be. So he puts the ball on the side which means Giroud’s only option is to pass it to the third player. The point is that there is a thought behind that pass. You see that with his control and his movement and that’s what I like.

With all the respect to the other Arsenal players, I think he is the one who can make a difference. The other players are good in midfield. But you need someone of a high-level you can be good in all areas of the pitch.”

Dennis Bergkamp on Mesut Özil

Bergkamp bisa melihat kalau Özil memiliki visi yang dapat melihat beberapa langkah ke depan, termasuk pilihan gerakan berikutnya dari rekan se-timnya. Kemudian dengan kontrol yang akurat ia memberikan operan yang “mengatur” gerakan berikutnya dari penerima bola. Ada tujuan di balik setiap operannya. Dan Bergkamp juga menjelaskan mengapa kejeniusan Özil ini akan membawa perubahan pada permainan Arsenal secara keseluruhan:

“It looks like it’s a relief to the other players. ‘Oh yes this is what we want’, ‘Oh this is a great ball’. They are adapting to Özil, and moving into spaces where before maybe they didn’t do that because maybe they weren’t expecting the ball.”

Mesut Özil kemudian membawa Arsenal memenangkan FA Cup sebanyak 3 kali, mengakhiri paceklik trofi selama 9 musim. Namun ia tidak pernah benar-benar berhasil menjadi pengganti Bergkamp dan tidak mengalami happy ending yang sama dengan Bergkamp di penghujung kariernya di Arsenal karena berbagai faktor yang pernah kita kupas di sini.

Sekarang, 8 tahun semenjak Mesut Ozil bergabung dengan Arsenal, kita menemukan kutipan yang hampir mirip dengan apa yang dikatakan Bergkamp mengenai Özil.

“He needs players around him to follow and understand him because the moment he has time on the ball he’s a real threat.

“He glides players together. He attracts players. He’s really confident on the ball. He can take the ball anywhere on the pitch and he gives us that continuity. I think tonight he was really good.”

Mikel Arteta on Martin Ødegaard

Child Prodigy from Drammen

Martin Ødegaard lahir di Drammen, sebuah kota kecil di Norwegia, tidak jauh dari ibukotanya Oslo. Ayahnya Hans Erik Ødegaard juga seorang pesepakbola. Sebagai pengagum John Arne Riise, ia tumbuh menjadi pendukung Liverpool. Kariernya meroket pesat di usia yang sangat muda. Hanya berusia 15 tahun, ia telah memulai debutnya di liga profesional Norwegia, bermain untuk klub Strømsgodset. Di usia yang sama, tepatnya 15 tahun dan 253 hari, ia melakukan debut untuk timnas senior Norwegia melawan UAE. Sebagai perbandingan, Fabregas melakukan debut timnasnya di usia 18 tahun dan Saka di usia 19 tahun. Video di bawah ini menceritakan dengan baik bagaimana Ødegaard mengguncang dunia sepakbola di usianya yang sangat muda dan hype seputar dirinya.

Documentary: The Phenomenon Martin Ødegaard

Semuanya berjalan demikian sempurna untuk Ødegaard. Belum genap 16 tahun, ia diincar tidak kurang dari 30 klub Eropa. Klub pujaannya, Liverpool mengundangnya untuk latihan bersama tim utamanya di awal Desember 2014. Dalam latihan tersebut ia melakukan nutmeg terhadap Joe Allen. Kemudian ia ditemukan sedang makan bersama Coutinho di restoran, bagian dari rayuan Liverpool untuk meyakinkannya bahwa klub itu yang terbaik untuk perkembangan dirinya.

Ødegaard berlatih bersama Liverpool, Des 2014

Tak hanya Liverpool, ia juga mengunjungi Manchester United, bertemu Van Gaal dan melakukan tur seputar Old Trafford dan Carrington, training ground mereka. Kemudian ia mengunjungi Arsenal yang telah memiliki Özil dan Manchester City. Di Jerman, ia diundang ke Bayern Muenchen dan bergabung dalam sesi latihan di bawah Pep Guardiola. Chairman dari Bayern, Karl-Heinz Rummenigge memujinya sebagai talenta yang luar biasa dan berjanji akan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan Ødegaard. Ajax Amsterdam tidak mau ketinggalan. Manager saat itu, Frank de Boer mengatakan kepada media Norwegia, “Sangat luar biasa melihat pemain yang bermain demikian baik di usia demikian muda… Jika ia harus memilih, Ødegaard sebaiknya memilih Ajax.”

Namun tak ada klub yang menyamai apa yang dilakukan Real Madrid untuk memboyongnya. Tak mau kalah dengan Barcelona yang juga mengundangnya ke La Masia, Madrid mengirimkan private jet ke Norwegia untuk menjemputnya untuk melihat kompleks latihan mereka di Valdebebas. Mereka menjanjikannya tempat baginya di tim utama. Seminggu sebelumnya ayahnya telah diundang ke klub sendirian. Ayahnya ditawarkan pekerjaan untuk menjadi pelatih di Madrid sebagai bagian dari charm offensive untuk meyakinkan Odegaard memilih Madrid daripada sekian banyak klub besar Eropa lainnya yang berminat kepadanya.

Akhirnya di bulan Januari 2015, Ødegaard yang baru berusia 16 tahun melakukan lompatan yang hampir tak masuk akal dalam karier seorang pesepakbola, langsung dari Strømsgodset ke klub terbesar di dunia, Real Madrid. Tentunya ia memilih Madrid dengan harapan ia bisa berlatih dengan bintang dunia, didukung oleh fasilitas terbaik, agar bisa berkembang menjadi pemain yang sesuai dengan prediksi media dan banyak scout klub besar Eropa saat itu, the new Lionel Messi. Awal karier yang sempurna, sejauh ini.

Life is not a fairy tale

Apabila babak awal sepakbola pro-nya demikian sempurna, babak berikutnya dalam kehidupan seorang Ødegaard tidaklah seindah itu. Roda kehidupan berputar dan Ødegaard benar-benar mengalami bagaimana berada di atas dan di bawah. Ia tak berhasil menembus tim utama Madrid yang penuh bintang, dan selama 2 tahun hanya bermain di tim cadangan, Real Madrid Castilla. Pemain yang masih sangat muda itu pun mendapatkan kritikan dari media. Banyak berita miring mengenai dirinya yang memilih berlatih dengan Ronaldo daripada tim cadangan Madrid. Banyak pemain muda lainnya yang cemburu dengannya. Hype tentang dirinya pun mulai menurun. Bahkan keraguan mulai muncul, apakah ia memang pemain yang bertalenta hebat?

Demi perkembangan dirinya, dan menjauhkannya dari pusat perhatian media di Madrid, ia kemudian dipinjamkan ke Belanda, klub bernama Heerenveen selama 18 bulan. Di klub ini performanya tidak begitu baik, sehingga loannya dilanjutkan ke Vitesse selama 1 musim penuh. Di Vitesse, Ødegaard mulai menunjukkan mengapa ia disebut pemain berbakat. Tampil sebanyak 39 kali, ia memberikan 11 gol dan 12 assist. Pemberitaan mengenai dirinya kembali mencuat di media dan saat itu ia berusia 20 tahun.

Musim 2019/2020 Ødegaard kembali ke La Liga namun kali ini berbaju Real Sociedad. Awalnya loan di Sociedad direncanakan selama 2 musim penuh (2019-2021), namun karena ia bermain sangat baik di Sociedad di musim loan pertamanya (termasuk saat menang 4-3 lawan Madrid), sampai dinilai sebagai pemain terbaik di La Liga sebelum lock down (karena setelahnya ia mengalami cedera), Real Madrid memutuskan untuk memanggilnya kembali di awal musim 2020/2021. Setelah 5,5 tahun bermain di tim cadangan dan berbagai klub pinjaman, akhirnya Ødegaard dirasakan siap untuk tampil di tim utama Madrid, demikianlah rencananya. Bagi Ødegaard, ini seperti terang yang terlihat di ujung terowongan yang panjang, lima setengah tahun lamanya.

Statistik Progressive Passes Ødegaard saat loan di Sociedad, lihat siapa pemain di sebelahnya

Namun dewi fortuna sepakbola kembali membuat skenario yang berbeda. Cedera dan penampilan yang tidak memuaskan membuat Ødegaard hanya bermain sebanyak 7 pertandingan dan hanya selama 232 menit (2,5 full match) selama separuh musim. Frustrasi, Ødegaard minta ke Madrid untuk dipinjamkan kembali ke Sociedad. Arsenal mencium bau darah… Klub yang sempat tertarik serius dengannya, dan terus mengikuti karier Ødegaard semenjak itu memiliki koneksi yang baik dengan Sociedad, tempat Monreal bermain, yang juga terletak di kampung halaman Arteta. Edu dan Arteta bergerak cepat, tak akan sia-siakan kesempatan emas ini. Dari sekian banyak klub besar yang mengincarnya sejak muda, hanya Arsenal bergerak dahulu untuk mengamankan Ødegaard dengan status pinjaman separuh musim. Ødegaard yang awalnya memilih Sociedad, akhirnya berhasil diyakinkan oleh Arteta dan Edu bahwa masa pinjaman separuh musim di Arsenal ini akan membuatnya menjadi pemain yang lebih baik dan dijamin tidak akan membuang waktu kedua belah pihak.

I spoke to him before coming here, of course. That was very important for me and he seems like a top manager and I really liked his ideas, the way he sees football and also the way he is. He gave me a great feeling and that was important for me to come here. He was crucial.

Ødegaard on Arteta

Yeah I was here. I visited the club and trained a little bit. I had a chat with the club and I had a really good feeling when I was here. I was thinking a lot about it. In the end it wasn’t my decision at that time, but I had a really good time and I remember it well.

When I was here the first time, I had a good feeling and every time I heard about the club, I had a good feeling. Now I’m here, so I think it’s maybe meant to be.

Ødegaard on visiting Arsenal as a 15 years boy

Dari wawancara pertama Ødegaard tersebut, kita bisa merasakan bagaimana ia dengan jujur mengatakan bahwa ia merasakan ada koneksi dengan klub ini, bahkan sejak kunjungan di bulan Desember 2014 itu. Setiap ia mendengar atau membaca berita tentang Arsenal, ia merasakan hal yang baik. Tentu adanya Monreal di Sociedad mungkin juga berpengaruh (we know how f*ckin legend Nacho was), Ødegaard berkesimpulan kalau mungkin inilah Jalannya.

Kita kemudian tahu bagaimana lanjutan ceritanya. Selama masa pinjaman 6 bulan tersebut, Ødegaard menjadi pemain kunci Arsenal yang berhasil memperbaiki form Arsenal (silakan baca ulasan musim tersebut), bersama para pemain muda andalan, Emile Smith Rowe dan Saka. Kehadirannya membuat Arsenal dapat menciptakan peluang-peluang yang lebih berkualitas dan banyak, tidak lagi mengandalkan spamming crossing dari sayap. Ia mampu mengisi ruang kosong kreativitas yang ditinggalkan Özil. Yang mengejutkan dari Ødegaard adalah ia juga mampu melakukan pressing dengan baik, gigih dalam duel, dan vokal di lapangan hijau. Berbeda dengan Özil dan Bergkamp yang lebih diam di lapangan, Ødegaard lebih banyak bersuara. Tak heran dalam usia yang masih muda pula (22 tahun), ia telah diangkat menjadi kapten timnas Norwegia.

Where He Belongs

Setelah selesai masa pinjamannya, Arsenal dan Ødegaard merasakan chemistry yang kuat, dan ingin melanjutkan perjalanan ini bersama. Sayangnya Real Madrid punya rencana lain dan ingin mempertahankan Ødegaard, apalagi karena Ancelotti menggantikan Zidane, pelatih yang tidak cocok dengan Ødegaard. Ia sempat mengutarakan maksudnya untuk bergabung dengan Arsenal namun Madrid tidak senang dengan ide tersebut dan menolaknya. Ødegaard pun menuliskan pesan perpisahan kepada rekan-rekannya dan fans Arsenal yang cukup emosional. Sampai saat itu, saya pribadi masih yakin kisah Arsenal dan Ødegaard ini belum berakhir.

Pre-season dimulai dan saya menonton salah satu match pre-season Real Madrid (demi Ødegaard tentunya) dan di sana bisa terlihat disconnect, tidak nyambungnya Ødegaard dengan rekan-rekan setimnya. Ia tidak menjadi pemain yang kita tonton selama 6 bulan berbaju merah putih. Ia seperti tidak belong ke tim itu. Real Madrid tentunya juga merasakannya dan akhirnya mereka memutuskan untuk cash in pemain yang masih bisa dijual tinggi ini dan untuk membiayai transfer Mbappe yang juga merupakan kesempatan emas bagi mereka. Arsenal tentunya menjadi klub pertama yang diinformasikan Ødegaard dan Madrid mengenai keputusan ini. Kesabaran dan keyakinan yang berbuah manis karena Arsenal akhirnya berhasil membeli permanen target utama kita di transfer window musim ini.

With hindsight, keputusan Arsenal untuk tidak menindaklanjuti bid pertama ke Emi Buendia adalah blessing in disguise. Sekarang kita mendapatkan Ødegaard dengan harga yang kurang lebih sama dengan yang dibayarkan Aston Villa untuk Buendia (30 juta pounds ++). Tanpa bermaksud menghina Buendia, Ødegaard adalah pemain yang berada di level yang sangat berbeda. Bakatnya sejak usia muda tidak akan hilang begitu saja. Dengan kerja keras dan berada di lingkungan yang tepat, Ødegaard yang memenuhi potensinya yang luar biasa dapat menjadi pemain kelas dunia yang setara legenda manapun dalam sejarah sepakbola. Itu adalah tantangan baginya dan Arsenal, untuk ciptakan kondisi baginya untuk memenuhi potensi dirinya, to live up to the hype enam tahun silam.

I said the last time, that you know every time I heard about the club I had a good feeling and I said maybe it was meant to be and I’m here again, so I guess it is.

Ødegaard on his second time joining Arsenal, this time permanently.

The Creator-in-making

Melihat caranya bermain, aksinya di lapangan, ingatan saya kembali kepada sosok pemain legendaris, pemain terbaik Arsenal sepanjang sejarah (subyektif – saya tahu). First touch-nya, gerakannya dengan bola, dribblenya yang simple dan kemudian visinya dalam melihat gerakan rekannya dan untuk menemukan mereka dengan operan akurat. Ødegaard saat ini belum berada pada level Özil apalagi disamakan dengan The Perfect Ten, Dennis Bergkamp. Namun kita bisa melihat potensinya, bayangan DB10 dalam dirinya. Mata yang telah mengikuti Arsenal selama 23 tahun ini tidak akan bohong. We recognize quality. Bagi saya, Martin Ødegaard adalah marquee signing, pembelian terbesar Arsenal di transfer window musim ini. Bahkan bisa dianggap a steal mengingat harga yang mesti dibayarkan Arsenal untuknya (setara dengan Xhaka, Mustafi, 5-6 tahun lalu).

Kita mesti bersyukur akhirnya pemain berbakat ini, walaupun mesti detour selama 6,5 tahun ke Spanyol, Belanda, balik lagi ke Spanyol, sekarang menemukan rumahnya di North London, where he belongs. Bila Dennis Bergkamp bergabung dengan Arsenal di usia 26 tahun, dan menjalani karier di Arsenal selama 11 tahun, Mesut Özil di usia 24 tahun dan menjalani 7,5 tahun kariernya di Arsenal, Martin Ødegaard bergabung dengan Arsenal di usia yang lebih muda lagi, 22 tahun. Ia akan menjalani usia keemasannya bersama Arsenal dan sangat mungkin akan menyamai atau bahkan melebihi lama kariernya Bergkamp di Arsenal. Kita sebagai fans Arsenal akan menikmati 5-10 musim ke depan dengan sepakbola kreatif di mana Ødegaard menjadi technical leader. Disokong dengan Saka dan Emile Smith Rowe yang tidak kalah menariknya. Hanya membayangkan itu saja membuat saya sedikit merinding. We’ve got our Arsenal back!

Saya yakin Martin Ødegaard adalah The Creator-in-making, pewaris tahta sejati The Perfect Ten. Semoga saja takdirnya memang menemukan Jalan melayani Tuhannya (the game) di Arsenal.

Memahami Artetaball Part 2 – Mencapai Gear 2nd dengan Thomas Partey

Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Memahami Artetaball. Di bagian akhir tulisan yang dimuat 14 September tersebut, saya menyimpulkan:

Sekarang kita mengerti mengapa Arteta sangat menyukai Aouar dan saya yakin ia adalah target nomor satu Arsenal, bukan Partey. Aouar dan Dani bisa menjadi pemain kreatif yang dibutuhkan Arsenal untuk membuat Artetaball juga efektif menghadapi low block lawan.

Setelah Arsenal gagal mendapatkan Aouar dan secara mengejutkan berhasil mendapatkan Thomas Partey di hari terakhir transfer window, ditambah dari jalannya pertandingan vs Sheffield United di babak kedua, saya akhirnya mengubah pendapat saya. Teaser dari opini saya yang berubah tersebut saya twit di akun @JalanArsenal:

Apa dampak Thomas Partey dalam Artetaball akan saya kupas lebih lanjut di sini.

Art of War: Art-eta-ball

Dalam tulisan pertama saya mengenai Artetaball, dapat kita simpulkan kalau Artetaball adalah Positional Play ala Arteta yang membangun serangan dari lini belakang (build-up play from the back), memancing lawan untuk pressing tinggi, dan menyerang secepat counter attack. Berawal dari umpan pendek goal kick, bila semua kondisi terpenuhi, Arsenal bisa mencetak gol 20-30 detik kemudian, lewat serentetan kombinasi operan pendek dan panjang yang tidak terinterupsi oleh lawan.

Artetaball ini sangat efektif karena telah di-drill dalam tim semenjak pertengahan musim lalu. Infografis di bawah ini menggambarkan dengan baik Arsenal yang menjadikan Artetaball sebagai senjata utama dalam menyerang.

Arsenal memimpin dalam jumlah operan di defensive third dengan akurasi yang tinggi dan tidak menghasilkan kesalahan yang menyebabkan terjadinya gol lawan

Saya suka menganalogikan Artetaball ini dengan kutipan dari The Art of War karya Sun Tzu:

The Way of War is a Way of Deception. When able, feign inability. When deploying troops, appear not to be. When near, appear far. When far, appear near. Lure with bait; strike with chaos.

Memancing lawan (pressing ke sepertiga daerah sendiri) untuk kemudian menyerang lawan yang sedang kacau (formasinya). Pemain Arsenal menunggu dengan sabar dan ketika beberapa kondisi terpenuhi (jumlah pemain lawan yang masuk di dalam lapangan kita, jarak antar pemain lawan yang semakin lebar, posisi pemain penyerang Arsenal yang siap maju), maka serangan cepat pun diluncurkan. Taktik ini sudah terbukti efektif saat mengalahkan Manchester City, Chelsea dan Liverpool.

Namun bagaimana kalau lawan tidak mau terpancing untuk pressing tinggi sebagaimana Sheffield United di pertandingan terakhir? Melawan low block, Arteta harus mengubah taktiknya.

Low Block Sheffield United

Di babak pertama, Arsenal stagnan dalam menyerang karena low block lawan. Sheffield United juga bermain berhati-hati sehingga pertandingan menjadi monoton dengan tidak banyak peluang yang tercipta. Saat itu saya memikirkan wah Arsenal saat ini butuh pemain kreatif seperti Aouar untuk membuka kunci low block lawan. Ide yang tidak realistis lagi karena saat itu sudah beredar gossip Aouar akan tinggal di Lyon musim ini (setelah bicara dengan PSG dan Real Madrid tentunya).

Dengan penampilan Eddie yang tidak efektif, saya mengira Arteta akan menggantikannya dengan Lacazette di babak kedua, dan mungkin memainkan Xhaka menggantikan Elneny, agar Ceballos bisa lebih maju. Di luar dugaan, Arteta melakukan hal yang berbeda: Eddie ditarik diganti dengan Pepe. Aubameyang geser ke tengah dan Saka jadi murni LW. Willian geser dari RW ke AMC. Arsenal resmi bermain dengan 4-3-3 dengan Willian di posisi free role saat menyerang.

Perubahan brilliant ini langsung membawakan hasil. Sisi kiri dan kanan Arsenal yang seakan disconnected sekarang terhubung oleh Willian. Pemain Sheffield United pun semakin mundur karena Willian bermain di antara lini pertahanan dan tengah mereka, membuat mereka merapatkan barisan. Saka, Ceballos dan Willian berkombinasi dengan baik di kiri, dan saat Willian ke kanan, ia melakukan kombinasi dengan Pepe dan Bellerin. Gol pertama Arsenal diawali juga dengan operan pendek Leno, tapi lihatlah bagaimana Arsenal menekan low block Sheffield United. Perhatikan pengaruh Willian yang bermain di tengah. Dalam 12 operan menuju gol ini, Willian melakukan dribble, 3x menerima dan memberikan operan, dan menjadi pemain yang terlama menyentuh bola (11 detik) di dalam 35 detik proses terciptanya gol ini.

Gol pertama Arsenal vs Sheffield United oleh Saka

Gol tersebut sangat berbeda dengan Artetaball yang diterapkan terhadap pressing tinggi. Tidak ada operan cepat, tidak ada transisi kilat. Ini lebih soal kombinasi play di daerah pertahanan lawan, namun berhasil membuka low block lawan karena permainan kreatif Arsenal. Mari kita sebut ini Gear Second Artetaball.

Sekarang mari kita lihat gol kedua Arsenal. 19 operan, 55 detik.

Gol kedua Arsenal vs Sheffield United oleh Pepe

Karena tertinggal, Sheffield United terpaksa melakukan pressing tinggi. Melihat prasyarat kondisinya terpenuhi, Arsenal kembali launching Artetaball Gear First, serangan kilat lure with bait, strike with chaos. Overload di kiri dipindahkan ke kanan dengan cepat (oleh Willian) dan kecepatan Pepe serta akurasi operan Bellerin cukup untuk menghasilkan gol kedua ini.

Gear Second

Mari kita kembali mengutip Seni Perang Sun Tzu untuk mengulas Gear Second Artetaball.

Sun Tzu diakui sebagai salah satu ahli perang yang teristimewa dalam sejarah. Yang membuatnya terkenal adalah ia mampu menuliskan strategi perang secara terstruktur yang kemudian menjadi dasar strategi militer yang masih relevan bahkan untuk ribuan tahun setelahnya. Ditulis dalam 13 bab dan dinamakan “Master Sun’s Military Methods” yang kemudian disederhanakan oleh penerjemahnya sebagai The Art of War. Bahkan panglima perang yang terkenal di era Three Kingdom, Cao Cao menggunakan The Art of War dan menulis komentar atas buku tersebut. Saya menemukan beberapa hal menarik di Bab 6 yang berjudul Weak Points and Strong dengan beberapa kutipan berikut:

(2) Therefore the clever combatant imposes his will on the enemy, but does not allow the enemy’s will to be imposed on him.

(5) Appear at points which the enemy must hasten to defend; march swiftly to places where you are not expected.

(7) You can be sure of succeeding in your attacks if you only attack places which are undefended.

(10) You may advance and be absolutely irresistible, if you make for the enemy’s weak points; you may retire and be safe from pursuit if your movements are more rapid than those of the enemy. 

(28) Do not repeat the tactics which have gained you one victory, but let your methods be regulated by the infinite variety of circumstances.

(33) He who can modify his tactics in relation to his opponent and thereby succeed in winning, may be called a heaven-born captain.

Filosofi sepakbola Arteta adalah mendominasi lawan. Baik dengan build-up play dari belakang ataupun dengan dominasi dalam menyerang di lapangan lawan. Binaan dari Barcelona-nya Cruyff, Arsenal-nya Wenger dan kemudian Guardiola, tentunya berambisi memainkan sepakbola menyerang yang dominan. Namun Arteta paham betul skuad yang dimilikinya saat ini belum sanggup mendominasi lawan selama 90 menit penuh. Maka ia melakukan sedikit modifikasi taktik untuk mengoptimalkan kekuatan skuadnya dan juga menutup kelemahannya.

Mengacu pada kutipan Sun Tzu di atas: (5) Hadir (menyerang) di tempat yang tidak diduga, (7) menyerang bagian yang tidak dijaga, (10) serang titik lemah lawan dengan gerakan yang lebih cepat daripada lawan, (28) jangan ulangi taktik yang membuatmu menang, tapi biarkan metodemu ditentukan oleh variasi tak terbatas dari kondisi, (33) modifikasi taktik tergantung dengan lawan dan kemudian berhasil menang, adalah serangkaian taktik yang diterapkan Arsenal di gol pertama tersebut.

Sheffield United jelas tidak menduga perubahan taktik Arteta setelah 15 menit babak kedua tersebut. Perubahan posisi Willian dan Aubameyang dan masuknya Pepe (28) membuat mereka harus menghadapi satu tambahan pemain menyerang lawan (dari 3-4-3 ke 4-3-3) dan di area yang sulit pula (33). Efek kejut (5) dari masuknya Elneny ke kotak penalti lawan dengan cepat (10) juga membuat pemain Sheffield gagap. Saka yang berada di sisi kiri tidak dijaga (7) akibat overload dan fokus di kanan, melakukan heading akurat ke gawang lawan.

Gear Second adalah soal pergeseran build-up play dari belakang (lapangan sendiri) ke depan (lapangan lawan), terutama di depan kotak penalti lawan (Zone 14). Untuk bisa mencapai Gear Second ini, Arsenal butuh pemain kreatif seperti Willian yang mampu berkombinasi dengan pemain tengah ataupun depan lainnya. Formasi Auba-Pepe-Saka-Willian ini seimbang karena adanya 2 finisher dan 2 kreator. Dibutuhkan pemain yang bagus dalam ball rentention dan dribble sehingga high resistance terhadap pressure lawan. Willian, Saka dan juga Ceballos termasuk pemain dalam kategori ini.

Bergabungnya Partey akan semakin memudahkan Arsenal mencapai Gear Second sewaktu-waktu. Partey punya semua skill yang dibutuhkan untuk menjaga lini tengah, ia memiliki kemampuan passing pendek dan panjang yang sangat baik, mampu melakukan take-on (dribble) dengan tingkat kesuksesan yang tinggi, dan kebal pressure lawan karena fisik dan kemampuan teknisnya. Partey akan bisa membebaskan Ceballos dan Willian, memungkinkan Arsenal bermain dengan 4-3-3 dengan double pivot (dua No.6 dengan 1 No.10) ataupun dengan ia sebagai holding midfielder sendirian yang dipasang dengan dua No.8.

Daripada Aouar, kehadiran Partey akan membebaskan Saka, Willian, dan Ceballos dalam menyerang. Adaptasi yang dibutuhkan tim tidak akan terlalu lama, dan kombinasi antara ketiga pemain itu akan lebih efektif daripada menghadirkan Aouar yang masih harus “belajar” bermain di tim ini. Video di bawah ini menggambarkan dengan baik kemampuan Thomas Partey.

Evolusi Berikutnya Artetaball

Bila kita memperhatikan gol-gol Arsenal musim ini, tidak satupun gol tercipta lewat counter attack. Ini hal yang sangat menggelitik mengingat Arsenal era Wenger terutama era Invincibles sangat terkenal dengan counter attack yang mematikan. Tulisan lama saya, Delapan Detik, menguraikan bagaimana Wenger melatih Invincibles untuk melakukan counter attack hanya dalam 8 detik.

Counter attack dimungkinkan ketika terjadi transisi dari bertahan ke menyerang dengan cepat. Umumnya diawali dengan: (1) perebutan bola lewat tackling atau pressing yang memaksa lawan melakukan kesalahan dan akhirnya melepaskan bola, atau (2) interception yang menghentikan operan lawan di tengah jalan. Di skuad Arsenal saat ini, tidak ada midfielder yang memiliki kemampuan elit dalam melakukan kedua hal ini. Kita melihat saat melawan Sheffield, pemain Arsenal tidak mampu merebut bola lawan saat mereka menyerang. Dahulu Arsenal punya Patrick Vieira dan belakangan Francis Coquelin yang jago dalam dua hal ini, tackling maupun interception untuk breaking-up play lawan. Namun hanya Vieira yang bisa memulai serangan dengan membawa bola ke depan (baik lewat dribble maupun operan cepat) sama baiknya dengan break-up play-nya.

Nah Thomas Partey dari pengamatan saya yang terbatas ini adalah sosok pemain yang menyerupai Vieira. Ia mampu break up play lawan lewat positioningnya yang cerdik dalam interception ataupun tackling, tanpa harus menjatuhkan badannya ke tanah. Kemudian ia mampu membawa bola, melakukan twist dan dribble melewati satu-dua pemain lawan sebelum kemudian mengoper dengan akurat. Ia juga mampu melakukan tembakan jarak jauh dari luar kotak penalti lawan. Ia mobile dan cukup cepat (daripada Xhaka dan Ceballos), bertubuh atletis dan tidak mudah dijatuhkan lawan lewat body checking (tidak seperti Torreira).

Thomas Partey adalah midfielder yang mampu melakukan segala hal yang dibutuhkan di lapangan tengah. Tidak seperti anggapan banyak orang, ia bukan DM murni, demikian juga Vieira. Mereka adalah complete midfielder breed yang langka di era sekarang. Thomas Partey adalah pemain yang dibutuhkan Arteta untuk launching Gear Third Artetaball, counter attack kilat yang mematikan.

Mari kita tunggu apakah Partey bisa menjadi Vieira Mk II.