The Rosicky

‘The Rosicky’ adalah sebutan pemain-pemain Arsenal untuk passing unik Rosicky yang mengandalkan sisi luar dari kakinya. Silakan cek golnya ke gawang Sunderland minggu lalu. Rosicky melakukan ‘The Rosicky’ dua kali saat ia mengoper bola pertama ke Cazorla, lalu menerima bola dari Wilshere, ia melakukannya lagi ke Giroud. Dan hebatnya lagi Rosicky melakukannya sambil ‘slalom’ (skiing) dari sisi kanan lapangan, ke tengah lalu ke depan. Ia adalah wujud sempurna dari permainan Give-and-Go, tipikal permainan tim yang sulit diantisipasi lawan.

Dengan mengoper menggunakan sisi luar kaki, Rosicky bisa melakukan operan-operan pendek dengan ringan namun memiliki ‘weight’ yang sempurna. Akibatnya, pemain yang menerima bolanya tinggal mengarahkan arah bola untuk mengembalikan bola yang sama sempurnanya dalam hal kecepatan dan akurasinya. Rosicky menjadi partner sempurna untuk Giroud di kala absennya Ramsey dan Walcott. Giroud yang lebih suka bermain dengan posisi membelakangi gawang akan menjadi ‘bumper’ sempurna untuk ‘slalom’-nya Rosicky dan reboundnya ‘The Rosicky’. Giroud menjadi poros pergerakan Rosicky ke dalam kotak penalti lawan. Berbekal link up play dan hold up ball yang memadai, mereka bisa menjadi pasangan sempurna bila terus melatih permainan Give-and-Go seperti gol lawan Sunderland tersebut.

Kabar baiknya untuk fans Arsenal adalah Rosicky yang dulu dikenal sebagai Little Mozart telah setuju untuk perpanjangan kontrak setahun sampai akhir musim depan. Wenger pun memuji pemain yang beberapa tahun lalu menyihir dunia persepakbolaan Eropa dengan kemampuan tekniknya.

When he arrived, he was less a tactical player and more the Mozart from Prague. He was purely a creative, offensive player. But today, he is a real organiser as well. He gives a real structure to the team.

He is one of the players who plays the game of give-and-move and he is a great accelerator of the game. He always makes things happen, not with individual dribbling but with individual acceleration of his passing and his runs.

His goal was one of the top goals we have scored.

Saya masih ingat saat Rosicky bergabung dengan Arsenal di awal musim 2006/2007 dari Dortmund. Kegembiraan yang dirasakan mungkin sama dengan fans-fans Arsenal saat ini ketika Ozil memilih bergabung dengan Arsenal. Saat itu Rosicky berumur 25 tahun (sama dengan Ozil saat ini) dan ia mengenakan kostum nomor 7 milik Robert Pires yang legendaris itu. Berbekal nickname Little Mozart, sang playmaker dari Dortmund tersebut diharapkan fans Arsenal dapat menggantikan peran Robert Pires, yang sangat fenomenal kontribusinya saat Arsenal meraih juara liga musim 2001/2002 dan 2003/2004. Ia terkenal dengan tendangan jarak jauhnya yang akurat dari luar kotak penalti lawan (mungkin sekarang seperti tendangan Kroos), dan dribbling serta operannya sebagai playmaker utama. Sebagai referensi betapa melegendanya Rosicky di Dortmund, The Little Mozart adalah pemain idola Reus, pemain muda Dortmund yang sekarang sudah berkelas dunia, incaran klub-klub elit Eropa.

Musim berikutnya setelah ia bergabung, Rosicky bersama Hleb, Fabregas dan Flamini lalu membentuk kuartet midfield Arsenal yang mendominasi lini tengah Arsenal dan liga Inggris hingga bulan Februari 2008 saat kejadian horror patah kakinya Eduardo. Saat itu lini tengah Arsenal demikian baiknya memainkan give-and-go. Dari Rosicky ke Fabregas, ke Hleb lalu berakhir dengan salah satu dari mereka masuk ke kotak penalti lawan dan mencetak gol. Fabregas yang paling menikmati partnership keempat pemain tersebut dan mencetak gol terbanyak saat itu. Namun peran Rosicky, Hleb dan Flamini serta pertemanan keempat pemain tersebut di luar lapangan sangat berpengaruh terhadap prestasi Arsenal musim itu, sebelum dihantam oleh cedera Eduardo. Rosicky yang berkesempatan menjadi pemain terbaik di Liga Inggris, bila Arsenal juara saat itu, gagal mewujudkannya. Ia hanya diingat oleh fans Arsenal yang masih menyimpan memori akan kenangan pahit musim tersebut. Harapan yang sangat tinggi yang tidak terwujud.

The Little Mozart adalah pemain idola Reus, pemain muda Dortmund yang sekarang menjadi incaran klub-klub elit Eropa

The Midfield Quartet

Hleb pergi, Flamini pergi dan akhirnya Fabregas pergi, Rosicky tinggal sendiri. Cedera panjang membuatnya tak bisa pindah ke klub lain dan juga tak bisa berbuat banyak untuk menolong Arsenal di masa kelam tanpa trofi tersebut. Saat ini Rosicky mendapatkan partner lini tengah baru yang tak kalah hebatnya dengan musim 2007/2008 tersebut. Flamini kembali, masuk Ozil, dan Cazorla menjalani musim keduanya. Ditambah lagi Ramsey dan Wilshere yang makin matang. Banyaknya pemain tengah Arsenal yang bertipe sama tidak memungkinkan kelima pemain tersebut dimainkan bersamaan. Rosicky tergeser ke barisan pelapis oleh pemain yang lebih muda. Ia mesti merelakan posisi playmaker utama kepada Ozil. Di posisi CM di samping Flamini/Arteta ia mesti bersaing dengan Wilshere dan Ramsey (yang sekarang cedera). Untungnya Rosicky bisa bermain di berbagai posisi. Di sayap ia bersaing dengan Chamberlain, Podolski dan Cazorla. Rosicky mesti menerima perannya yang berubah dari playmaker menjadi pemain back up serba bisa, utility player. Perubahan ini mesti ia terima karena umurnya yang tidak muda lagi, 33 tahun. Penambahan umur ini juga membuat ia lebih taktikal, seperti kata Wenger. Ia lebih memperhatikan posisinya saat menyerang maupun bertahan. Mengatur nafas dan tempo permainan. Ia menjadi pemain yang lebih taktis, seperti Arteta. Mereka mampu beradaptasi dengan cerdik terhadap intensitas liga Inggris walaupun usia sudah tidak muda lagi.

Walaupun bergeser sebagai pemain pelapis, Rosicky memiliki keunikan yang tidak dimiliki Ozil, Cazorla, Ramsey dan Wilshere. The Rosicky dan keistimewaannya dalam melakukan Give-and-go. Tidak ada pemain Arsenal yang lebih baik dan berani lagi saat melakukan one-two di area lawan. Rosicky selalu mencari lubang di pertahanan lawan, menekan lawan untuk melakukan kesalahan (terbaik dalam memimpin pressure dari depan), dan menerobos lini belakang lawan dengan ‘slalom’-nya. Yang membedakannya dengan Robert Pires hanyalah trofi juara liga. Di luar itu, The Little Mozart tidak perlu merasa inferior terhadap legenda-legenda playmaker Arsenal sebelumnya.

Di musim ini Rosicky akan berlari dan terus berlari (dengan taktis tentunya) tanpa mempedulikan usianya. Ia berlari mengejar mimpinya yang tertunda di usia puncaknya. Memegang trofi juara liga di akhir musim.

Advertisement

Jarak antara Harapan dan Kenyataan = Penderitaan

Mari kita mulai blog preview Arsenal vs Bayern Muenchen ini dengan satu pepatah filosofis lagi:

Jarak antara Harapan dan Kenyataan adalah Penderitaan.

Ini adalah kebenaran mutlak yang seringkali kita tolak untuk terima padahal nyata. Bila kita berharap atas sesuatu dan kenyataan yang terjadi tidak sesuai harapan tersebut, maka terjadilah penderitaan. Seberapa besar penderitaan itu tergantung dari seberapa besar jarak antara harapan dan kenyataan. Misal kita berharap dibelikan mobil Ferrari pada saat ulang tahun kita (anggap saja anak gedongan), eh taunya sama bokap dibelikan sepeda ontel. Penderitaan yang terjadi saat itu mungkin tak terbayangkan. Speechless. Harapnya Ferrari dapatnya Ontel. Hal yang sama berlaku untuk ranking di kelas, pacar, popularitas, gaji, promosi jabatan, dan banyak hal lain lagi. Semakin tinggi kita berharap, semakin sulit harapan itu terwujud, sehingga semakin tinggi kemungkinan kita menderita. Sebaliknya semakin rendah kita berharap, semakin mudah harapan itu terwujud, semakin mudah kita berpuas diri, dan tidak menderita. Namun hidup tanpa berharap adalah hidup tanpa ambisi, hidupnya orang malas. Maka sangat penting mendapatkan keseimbangan antara penentuan harapan dengan kenyataan yang mungkin diwujudkan.

Lalu kembali ke Arsenal, bagaimana sepantasnya kita meletakkan harapan akan hasil pertandingan melawan tim terkuat di Eropa musim lalu dan mungkin juga musim ini: Bayern Muenchen?

Semua orang pasti punya standar harapan masing-masing akan pertandingan ini yang berbeda-beda, bahkan untuk fans Arsenal sekalipun. Tentunya setiap fans Arsenal sejati pasti berharap menang di pertandingan hari ini, namun dalam harapan untuk menang tersebut juga tersirat keragu-raguan. Keragu-raguan ini menyebabkan terciptanya harapan yang formalitas supporter sebuah klub, harapan yang tidak sungguhan. Berharap menang tapi tidak yakin menang. Karena di bawah sadar, kita mungkin telah sadar akan dampak dari harapan yang terlalu tinggi dan tidak terwujud: penderitaan. Apalagi melawan tim sekelas Muenchen.

Saya sendiri akan sharing harapan saya atas hasil pertandingan ini, yang realistis, yang tidak bombastis. Untuk setting harapan, tentunya kita mesti tahu medan. Seberapa kuat Bayern Muenchen dan seberapa kuat Arsenal, seberapa besar pengaruh kandang Arsenal, sejarah pertemuan kedua klub dan kondisi para pemain dan manager. Mari kita coba bahas satu-satu sebelum kemudian menyimpulkan harapan realistis seperti apa yang wajar kita letakkan di pertandingan ini.

Klub Terbaik Eropa

Jujur saya tidak mengikuti Bundesliga, maka analisa teknik sebaiknya diberikan kepada ahlinya. Namun tidak sulit menyimpulkan bahwa Bayern Muenchen adalah klub terbaik di Eropa saat ini, berdasarkan prestasinya musim lalu, dan prestasinya di liga dan UCL sejauh ini, di musim ini. Bila Muenchen sudah dominan musim lalu di Bundesliga, musim ini lebih gila lagi. Pep mengubah Muenchen menjadi tim yang sangat sulit dikalahkan musim ini (tak terkalahkan di liga dan hanya sekali kalah di UCL, oleh City). Ia mengubah Lahm dari fullback menjadi DM, dan memainkan formasi yang sangat menyerang dengan pemain-pemain bagus seperti Gotze, Muller, Kroos, Alcantara, Ribery (untungnya absen), Robben dan Mandzukic. Selain itu ia masih punya pemain tengah seperti Schweinsteiger dan Javi Martinez yang tidak diragukan lagi kualitasnya. Di belakang ia punya Rafinha dan Alaba sebagai fullback, Boateng dan Dante sebagai CB, serta Neuer kiper timnas Jerman.

Di atas kertas, kualitas pemain Arsenal masih kalah dari Muenchen. Mungkin hanya Ozil, Mertesacker dan Koscielny yang bisa bersaing dengan nama-nama pemain Muenchen tersebut. Coba bandingkan Arteta, Flamini dengan Schweinsteiger dan Martinez. Gotze, Muller, Robben dengan Chambo, Cazorla, Podolski. Mandzukic dengan Giroud. Bila kita main CM atau FM, sudah hampir pasti rating pemain-pemain Muenchen di atas pemain Arsenal. Untungnya sepakbola bukanlah soal gabungan statistik personal pemainnya. The whole might be greater than the sum of its parts. Sebuah tim bisa lebih besar daripada jumlah dari setiap personilnya. Maka Arsenal bisa mengalahkan Muenchen di kandangnya musim lalu.

Tapi sebelum menyimpulkan Arsenal bisa kalahkan Muenchen, untuk bagian ini kita sebut saja secara kekuatan tim di atas kertas, Muenchen > Arsenal.

Sejarah Pertemuan

Musim lalu, Arsenal mengejutkan Muenchen dan dunia sepakbola dengan kemenangan 2-0 di kandang mereka, satu-satunya kekalahan telak Muenchen di kandang musim lalu. Mencetak gol cepat lewat sayap dari Walcott ke Giroud, Arsenal kemudian menambah satu gol hasil sundulan Koscielny dari tendangan sudut. Praktis sisanya Arsenal bertahan dari gempuran Muenchen. Sayang sekali satu kesempatan Gervinho gagal menjadi gol. Setelah gol Koscielny, Muenchen praktis membuang waktu di 10 menit terakhir untuk menjamin lolosnya mereka ke babak selanjutnya atas keuntungan aggregate. Muenchen dibatasi Arsenal untuk hanya melakukan tendangan-tendangan jarak jauh. Pertahanan Arsenal demikian solid malam itu, sehingga the whole is greater than the sum of its parts terjadi.

Pertemuan pertama di Emirates Stadium yang berakhir 3-1 ingin dilupakan hampir semua fans Arsenal. Namun dalam pertandingan tersebut, bukan berarti Arsenal menyerah begitu saja. Saat kedudukan 2-1 (setelah Arsenal mencetak gol), Arsenal sedang di atas angin untuk menyamakan kedudukan sebelum gol Mandzukic hasil serangan balik membuat mereka putus asa. Fakta ini diabaikan. Andai saja serangan balik tersebut tidak berhasil, bisa jadi sampai menit terakhir Muenchen akan digempur Arsenal. Bagi saya pribadi, dalam dua leg tersebut, walaupun Muenchen lebih kuat soal ball possession dan lebih banyak menciptakan kesempatan, Arsenal cukup dapat mengimbangi permainan klub terkuat Eropa tersebut. Dan kunci itu ada pada pertahanan yang super kuat di leg kedua.

Benteng Arsenal

Musim ini Emirates Stadium bisa dikatakan mulai menjelma menjadi benteng Arsenal. Selain kekalahan awal atas Aston Villa yang dapat diabaikan, dan kekalahan tipis atas Dortmund (pertandingan Capital One Cup lawan Chelsea sengaja diabaikan di sini), Arsenal tidak terkalahkan di kandang dan sangat sedikit kebobolan gol. Kuncinya ada pada duet Mertesacker dan Koscielny serta penampilan Szczesny. Selain itu pemain-pemain Arsenal seperti terobsesi dengan clean sheet di kandang. Mungkin perubahan sikap para fans Arsenal yang mulai lebih percaya pada tim ini sejak memuncaki klasemen menambah kepercayaan diri para pemain. Fokus dan konsentrasi di setiap pertandingan kandang terlihat berbeda musim ini. Hasil fluke seperti kekalahan 6-3 di Etihad, 5-1 di Anfield atau bahkan 1-0 di Old Trafford tidak akan terjadi di kandang. Menarik untuk menunggu apakah rekor pertahanan ini masih bisa bertahan saat kita menjamu Muenchen.

Pertarungan Taktik Dua Manager

Guardiola pernah kalah dari Wenger di Emirates (2-1 lawan Barca) dan Wenger selalu kalah dari Guardiola di Nou Camp. Namun yang perlu diingat adalah materi pemain kedua klub saat itu berbeda jauh. Wenger memiliki tim yang lebih lemah. Saat ini juga demikian walaupun penambahan Ozil dan makin matangnya beberapa pemain Arsenal membuat perbedaan kualitas tiap pemain semakin dekat daripada pertemuan-pertemuan berikutnya. Taktik Guardiola tidak sulit ditebak, demikian juga Wenger. Kedua pelatih ini adalah pelatih yang memprioritaskan strategi daripada taktik. Gaya permainan dominan daripada antisipasi gaya dan taktik lawan. Pep melatih pemainnya dengan obsesi terhadap positioning yang ketat, dan menekankan pada ball possession. Wenger melatih pemainnya untuk bermain sepakbola cepat satu dua sentuhan dan memberikan keleluasaan mereka untuk berimprovisasi di lapangan, terutama kepada para pemain tengahnya (lihat pergerakan Ozil, Cazorla). Di situ sedikit perbedaan kedua pelatih. Bila Pep lebih pada disiplin, Wenger lebih pada freedom. Demikian saya melihatnya.

Bila kita menyimak komentar Arteta (yang tidak akan bermain malam ini karena suspensi kartu) tentang Muenchen:

They are very creative, they can use the full backs to have people running behind, they have people who can hold the ball, running midfielders, they can shoot from outside the box.

They’ve got a complete team but again I think they face some issues at the back which I’m sure we can exploit.

maka jelaslah bahwa Wenger dan para pemainnya telah melakukan analisa terhadap calon lawannya ini. Mereka menyerang lewat fullback, tendangan jarak jauh, namun juga memiliki kelemahan di belakang yang dapat dieksploitasi. Sekali lagi karena saya tidak mengikuti Muenchen maka saya tidak tahu secara persis kelemahan apa yang dimaksud Arteta tersebut. Pertandingan Muenchen melawan City bahkan tidak dapat dijadikan sebagai referensi mengingat tidak pentingnya nilai pertandingan itu saat itu bagi Muenchen yang hampir pasti menjadi juara grup. Daripada berspekulasi tentang kelemahan Muenchen, lebih baik kita mencoba melihat apa kekuatan Arsenal yang dapat digunakan di pertandingan ini.

Kekuatan Pondasi Arsenal

Kekuatan Arsenal musim ini bukan pada kualitas penyerangannya. Serangan yang dibangun Arsenal tidak segencar dan sesering City atau Liverpool misalnya. Arsenal bisa bertengger di puncak klasemen EPL demikian lama musim ini dan hanya terpaut satu point saat ini dari puncak karena pondasi yang dibangun pada pertahanan, sejak awal Maret tahun lalu (tepatnya setelah kekalahan dari Spurs di liga, dan saat pertandingan leg kedua melawan Muenchen). Pondasi tersebut bertahan hingga hampir setahun, dan masih kokoh. Masuknya Ozil dan Flamini memberikan keseimbangan baru pada pondasi tersebut. Tidak hanya bertahan dan menang 1-0, Arsenal juga cukup kuat dalam melakukan serangan cepat karena pengaruh Ozil. Sayangnya Walcott dan Ramsey yang menjadi mesin gol Arsenal musim ini masih cedera. Bila mereka berdua fit, Muenchen akan menghadapi lawan yang jauh berbeda. Walaupun demikian, pondasi pertahanan Arsenal tetap dapat diandalkan di pertandingan ini.

Maka tidak sulit untuk mengira bahwa Wenger akan memainkan taktik sebagaimana saat melawan Liverpool. Solid di belakang dengan fullback yang sedikit ditahan untuk maju, dan mengandalkan serangan cepat yang dibangun oleh Ozil dan pemain sayap. Giroud perlu sedekat mungkin ke kotak penalti lawan sebagaimana Sanogo kemarin, dan kecepatan Chamberlain serta Podolski perlu dieksploitasi oleh kecepatan pikiran Ozil. Arsenal mesti nyaman dengan menyerahkan ball possession kepada Muenchen, dan mereka telah nyaman melakukannya musim ini. Arsenal bisa restart serangan di periode-periode kritis pertandingan seperti 10 menit awal dan akhir babak pertama dan kedua, dan sisanya bertahan dengan tidak memberikan ruang pergerakan untuk pemain Muenchen, sesuatu yang sangat kita kuasai musim ini. Tentunya memilih untuk tidak menguasai bola memerlukan tingkat konsentrasi yang lebih tinggi daripada menguasainya. Namun tingkat konsentrasi yang tinggi ini sangat membantu untuk tidak melakukan kesalahan, dan sangat berpengaruh dalam melakukan serangan balik yang efisien.

Demi terciptanya gol lewat serangan balik, maka saya prediksi Wenger tetap akan memainkan Chamberlain di pertandingan ini dan mungkin Podolski bila ia yakin dengan kemampuan tracking back Podolski. Bila ia tidak terlalu yakin, maka ia akan memilih Rosicky. Namun dengan demikian artinya kehilangan satu ruang untuk Cazorla. Keputusan sulit untuk Wenger. Flamini akan menggantikan posisi Arteta dan Wilshere kemungkinan akan menemaninya di tengah. Kalau saya pribadi, mungkin akan memilih memasang Chamberlain dan Podolski di sayap, serta Rosicky, Ozil dan Flamini di tengah. Pressure yang bisa diberikan Rosicky lebih baik daripada Wilshere ataupun Cazorla dan ia lebih jarang kehilangan bola daripada keduanya, hal yang sangat penting untuk pemain poros tengah. Kedua pemain ini bisa disimpan untuk babak kedua, ketika Arsenal ingin pindah gigi lebih tinggi dan menyerang penuh.

Namun sepertinya Wenger akan berpikir terlalu riskan memainkan dua pemain penyerang di pertandingan ini. Maka ia besar kemungkinan akan memilih menyimpan Podolski dan memainkan Cazorla.

Prediksi line ups: Szczesny – Sagna, Mertesacker, Koscielny, Gibbs – Flamini, Rosicky, Ozil – Cazorla, Giroud, Chamberlain.

Sub: Fabianski, Monreal, Jenkinson, Podolski, Sanogo, Gnabry, Wilshere.

Tidak banyak pilihan pemain penyerang untuk Wenger karena cedera Ramsey dan Walcott. Untungnya pemain bertahannya yang bisa dipasang adalah pilihan-pilihan utama.

Setelah analisa amatiran di atas, seberapa tinggi harapanmu atas pertandingan ini? Bila sebelum pertandingan lawan Liverpool di FA Cup saya sangat yakin Arsenal menang, maka di pertandingan ini harapan saya terletak pada kemenangan 1-0 atau seri. Terus terang sulit berharap kita menang telak dari klub terkuat Eropa yang sedang di atas angin dan kondisi kita sendiri yang belum stabil dengan cederanya beberapa pemain inti. Tapi tetap tersisa harapan untuk mencuri kemenangan bila game plan Wenger bisa diterapkan dengan apik oleh pemain-pemainnya dan dibantu oleh kharisma benteng pertahanan Arsenal yang baru: Emirates Stadium.

Pesan terakhir, ingat pepatah di atas. Jika kita kalah dalam pertandingan ini, jangan terlalu sedih. Karena harapan tidak selalu sesuai dengan kenyataan. Peace out and just enjoy the game! 🙂

Hang? Restart!

Yang menonton Arsenal sepanjang musim ini pasti telah familiar dengan permainan Arsenal yang menyerang dan bertahan secara periodik dalam 90 menit. Ada momen di mana Arsenal akan melakukan pressing tinggi untuk merebut bola dan menyerang total, ada momen di mana Arsenal memilih membiarkan lawan menguasai bola dan fokus di pertahanan. Transisi dari fase menyerang dan bertahan ini terjadi berulang kali selama 45 menit setiap babak. Umumnya bila telah unggul di babak pertama, di babak kedua Arsenal cenderung akan lebih lama berada dalam fase bertahan, dan demikian sebaliknya. Arsenal seakan sering “restart” permainan mereka sepanjang 90 menit pertandingan.

Ternyata transisi antar fase itu tidak hanya terjadi di dalam pertandingan, tapi juga sepanjang musim Arsenal. Bila kita cermati form Arsenal di kompetisi EPL sampai saat ini diselingi dengan FA Cup (biru) dan Champions League (merah):

LWWWWWWWDWL. WWWL. WWWWDLL. DWWWWWWWDWL. DW

Dari sekuens di atas, terlihat bahwa bila Arsenal mengalami kekalahan di liga, maka hasil konsisten akan menyusul selama beberapa pertandingan berikutnya. Arsenal tidak pernah kalah berturut-turut di liga, satu-satunya kekalahan back to back adalah saat harus bertandang ke Napoli di UCL dan kemudian bertandang ke City di liga, dalam periode yang sangat padat di Desember. Maka tidak heran Arsenal tidak kalah saat menjamu MU setelah kekalahan menyesakkan dari Liverpool sebelumnya. Namun tidak banyak yang menyangka Arsenal akan menang atas Liverpool di FA Cup secara meyakinkan hanya dalam satu minggu sejak dikalahkan di EPL. Mereka, terutama para pundit dan fans Arsenal yang mungkin mudah putus asa, menyangka kekalahan yang sama akan terulang. Tentunya mereka tidak membaca statistik di atas. Konsistensi Arsenal secara jelas terpapar di sekuens form tersebut. Arsenal tidak kalah berturut-turut di kompetisi domestik, apalagi bila salah satunya main di kandang, dan Arsenal tidak akan kalah dari musuh yang sama dalam waktu yang dekat (cue: Dortmund). Sayangnya saya tidak sempat menulis blog sebelum pertandingan tersebut, bila iya saya pasti dengan percaya dirinya akan memprediksikan kemenangan untuk Arsenal (hehe :p).

Pendek kata, Arsenal menemukan kemampuan Restart dengan cepat setiap kali mengalami Hang!

Kalau melihat form di atas, Arsenal berpeluang besar untuk dapat menahan Bayern Muenchen di kandang (hasil minimal kalau tidak menang). Namun walaupun kalah tidak akan berdampak terhadap form Arsenal di liga. Tiga pertandingan sesudahnya yang relatif lebih mudah sudah menunggu untuk kembalinya sekuens kemenangan berturut-turut di liga. Kemenangan atas Liverpool akan mengangkat moral skuad dan memudahkan hang, restart ini kembali terjadi. Sekarang mari kita bahas sedikit mengenai keberhasilan fenomenal Arsenal atas Liverpool kemarin.

Balas Dendam Wenger

Keledai pun tak akan jatuh di lubang yang sama dua kali, apalagi sang Professor. Menganalisa dan mengetahui kesalahan-kesalahan yang dilakukan skuad Arsenal saat bertemu Liverpool minggu sebelumnya, Wenger menghadapi pertandingan ini dengan persiapan yang matang. Ia memilih memasangkan Podolski dan Chamberlain, serta Arteta dan Flamini daripada Cazorla, Wilshere ataupun Rosicky. Yang lebih penting lagi ia memilih Sanogo daripada Bendtner dan Giroud. Di belakang ia memasang Monreal dan Jenkinson daripada Gibbs dan Sagna. Total 7 perubahan pemain ia lakukan. Mayoritas perubahan tersebut dilakukan karena cedera atau tidak fitnya pemain (Wilshere, Cazorla, Gibbs) namun sisanya adalah jelas taktik Wenger untuk meredam Liverpool. Saya rasa walaupun Wilshere fit, Wenger akan tetap memilih Arteta dan Flamini untuk mengantisipasi kecepatan serangan Liverpool.

Podolski dan Chamberlain menentukan hasil pertandingan ini dengan dua gol mereka, namun kontribusi Ozil sangat vital. Tanpa 2 pre-assist yang ia lakukan, mereka tidak akan mendapatkan peluang. Sanogo juga berkontribusi lewat tendangan volley-nya setelah menerima umpan lambung dari Ozil. Sisanya, Flamini dan Arteta rajin mengejar dan merebut kembali bola, Monreal terus melakukan interception, dan Jenkinson mengawal sisi kanan dengan cukup apik. Fabianski luar biasa dengan keputusan-keputusan yang ia lakukan untuk menyelamatkan bola dari tembakan ataupun dari crossing, dan bahkan “mencurinya” dari kaki lawan (Sturridge). Koscielny menempel ketat Suarez tanpa memberikan ruang untuk ia menembak dari dekat, dan Mertesacker walaupun 2 kali kehilangan Sturridge saat hendak melakukan jebakan offside, tampil lebih baik daripada minggu lalu.

Sebelas pemain Arsenal di lapangan tampil luar biasa. Sikap mental yang berbeda dengan minggu lalu mereka tunjukkan sejak menit pertama. Tidak percuma amarah Wenger yang luar biasa minggu lalu (versi Arteta). Di samping itu support Wenger terhadap Ozil terbukti berguna. Ozil tampil beda kelas, mendominasi permainan Arsenal dan mengatur tempo dengan baik. Ia bahkan ikut bertahan dengan melakukan interception dan pressing di lapangan tengah. Skema balas dendam Wenger berjalan lancar. Liverpool dipaksa menelan pil pahit mereka sendiri. Senjata makan tuan dari serangan counter attack cepat.

Mungkin kira-kira begini arahan taktik dari Wenger:

“Dua fullback kalian jangan terlalu maju. Bayangi Suarez dan Sterling dan potong operan ke mereka saat mereka beroperasi di sayap.

Arteta dan Flamini, kalian saling back up. Jangan terlalu jauh satu sama lain dan jangan maju atau mundur bersamaan. Kelebihan pemain di tengah harus dimanfaatkan dengan doubling up Coutinho. Tekan dan rebut bolanya setiap ia mendapatkan bola.

Koscielny, kau tempel si Suarez, ia tak lebih baik daripada Messi. Dan Mertesacker, walaupun Sturridge itu cepat, tapi kakimu lebih panjang. Bila ia lolos jebakan offside, julurkan kakimu untuk tackle bola. Bila ia lolos, tenang dulu, jangan sampai langgar ia dan penalti. Fabianski pasti akan bisa memblok tendangannya yang rata-rata kualitasnya biasa itu. Koscielny, jangan terlalu nempel ke Suarez, ia bisa jatuh hanya karena jarimu menyentuh pantatnya.

Ozil, Podolski dan Chamberlain, setiap kali Flamini atau Arteta berhasil merebut bola, kalian langsung menyerang. Kita kembalikan senjata Liverpool ke mereka. Counter attack cepat. Walaupun striker mereka cepat, fullback mereka tidak secepat kalian. Ozil pasti akan berikan umpan terobosan yang lebih akurat daripada Coutinho. Chamberlain dan Podolski, seringlah kalian masuk ke kotak penalti lawan. Tidak ada pemain Arsenal yang tembakannya lebih keras dan akurat daripada kalian berdua. Tunjukkan!

Yaya Sanogo, mereka boleh saja meledekmu tapi aku percaya penuh padamu sejak pandangan pertama. Tidak usah kau baca surat kabar sebelum pertandingan. Konsentrasi saja untuk tampil 100% di pertandingan ini dan kujamin kau akan punya masa depan cemerlang di klub ini. Engkau punya kecepatan (sedikit di atas Giroud), punya keberanian untuk melawan dua CB senior Liverpool, dan juga punya sedikit trick ala Drogba. Engkau bisa menjadi Drogba-nya Arsenal, atau Adebayor? Ah tapi jangan dia, paling nanti kau berakhir di klub kecil tetangga itu. Jadilah Drogba, atau Kanu. Pernah dengar Kanu? Ini videonya. Pelajari dan lakukan.

Tanpa Giroud, Walcott, Cazorla, Ramsey, empat pemain pencetak gol terbanyak kita, aku yakin kalian bisa. Liverpool boleh sombong dengan kemenangan 5-1 itu, tapi kita semua tahu itu abnormal. Itu terjadi ketika kita lagi hang! Kita tahu, setiap kali kita mengalami hang, kita tinggal pencet tombol restart! Semudah itu. Aku yakin kalian semua bisa menang. Yang penting jangan kebobolan lewat set piece di babak pertama, dan jangan berikan mereka penalti. Setelah itu kalian pasti menguasai pertandingan dan peluang pasti muncul.”

Dan tanpa ragu lagi, sebelas pemain Arsenal + tiga pemain cadangan memencet tombol restart malam itu dan skema balas dendam Wenger berjalan sempurna.