The Arteta Way

WBMikel_1600x900
Mikel Arteta, Arsenal New Head Coach (20 Dec 2019)

Momen bersejarah baru ini mendorong saya untuk kembali menulis blog setelah sekian lama non-aktif. Blog terakhir saya di bulan Februari 2018 tentang nonton langsung North London Derby yang ternyata juga menjadi musim terakhir Le Boss, orang yang paling saya hormati di muka bumi saat ini. Arsenal tanpa Arsene Wenger berubah. Bukan soal hasil pertandingan, tapi lebih soal bagaimana klub ini dijalankan. Wenger mungkin bisa merasakan itu, maka pesannya “Take care of the values of the club” selain ditujukan kepada fans, juga secara tidak langsung disampaikan kepada board Arsenal.

Berakhirnya Sebuah Era 

Lengsernya Wenger adalah hasil dari pertarungan kekuasaan. Gazidis yang tidak pernah bisa klop dengan Wenger, sudah lama menunggu momen untuk berkuasa. Ia memasang Raul Sanllehi dan Sven Mislintat untuk mengurangi absolute power Wenger di klub. Rekrutmen di musim terakhir itu juga rasanya dilakukan mereka tanpa banyak mendengarkan maunya Wenger.  Dengan performa musim itu yang menjadi musim terburuk Arsenal era Wenger, board Arsenal diyakinkan Gazidis bahwa inilah saatnya untuk perubahan. Karena respek board yang begitu tinggi terhadap Wenger, ia diberikan kesempatan untuk mengucapkan perpisahan sebelum musim berakhir dan mereka dapat memulai proses mencari penggantinya. Buku otobiografi Wenger yang akan terbit pertengahan tahun depan pasti akan mengupas banyak pertarungan kekuasaan di balik layar ini.

Gazidis, Raul dan Sven melakukan pencarian manajer baru sebelum akhir musim sebagaimana audisi bakat reality show. Mikel Arteta yang menjadi unggulan petaruh akhirnya disalip di babak final oleh salesman Unai Emery dengan power pointnya yang spektakuler. Kurang pengalaman, Arteta mungkin tidak menyiapkan diri sebaik itu. Unai datang lengkap dengan timnya yang terdiri dari 6-7 orang. Ia memutar video analisa semua pemain Arsenal dan mengatakan kalau ia tahu bagaimana mengeksploitasi pemain terbaik Arsenal, Aaron Ramsey. Metode homework untuk pemain lewat USB juga dipaparkan. Akhirnya ia berhasil meyakinkan trio kwek kwek bahwa ia manajer yang tepat untuk mengubah nasib Arsenal yang sudah lama tidak masuk Champions League. Saya yakin presentasi Emery dilakukan di siang hari. Kalau tidak, mereka mungkin saat itu akan was-was dengan kemampuan komunikasinya saat ia mengucapkan “Good Ebening”.

Satu setengah musim kemudian, di bawah kepemimpinan Emery, emosi kita diaduk-aduk dengan akhir musim lalu yang anti klimaks, kepergian Ramsey (ironisnya) dan beberapa pemain penting lainnya, sepakbola tanpa identitas, perang dingin manajer dan pemain bintang, manajer yang kehilangan respek pemain, kapten yang ribut dengan fans, dan tentunya yang paling miris 7 pertandingan beruntun tanpa kemenangan, dan itupun kebanyakan melawan klub semenjana.

Krisis Identitas dan Kepercayaan Diri

Saya tidak pernah terinspirasi untuk menulis blog tentang Arsenal di era Emery. Sulit rasanya mengidentifikasikan klub tersayang kita saat melihat timnya bermain di lapangan. Emery adalah tipe pelatih reaktif. Ia menyesuaikan taktik timnya dengan cara bermain lawan. Ia doyan ganti formasi dan ganti starting line-ups. Akibatnya para pemain kebingungan dan tidak terjalin chemistry yang baik antara pemain satu dan yang lain. Kita tidak punya duet striker, duet pemain tengah, ataupun duet pemain belakang yang menetap. Apalagi kombinasi antara pemain tengah dan depan. Bermain dengan Laca dan Auba sangat berbeda. Yang satu memilih lari di channel antara FB dan CB, yang lain memilih drop deep di tengah untuk menerima bola. Para pemain tengah terpaksa mengganti cara passing mereka dari satu pertandingan ke pertandingan lain karena perbedaan gaya ini. Kombinasikan itu dengan 11 varian pemain dan kebingunganlah yang didapatkan. Saat itulah sepakbola Arsenal kehilangan identitas, karena taktik yang terus berganti tergantung lawannya.

Emery juga terlalu tinggi menganggap lawan dan akibatnya merendahkan timnya sendiri. Alih-alih mengeksploitasi kekuatan timnya sendiri, ia memilih mengantisipasi kekuatan tim lawan. Di saat seperti ini, saya jadi ingat kata Wenger:

A football team is like a beautiful woman. When you do not tell her, she forgets she is beautiful.

Krisis kepercayaan diri menjadi tema umum semua pemain Arsenal saat ditanya soal kemerosotan performa di lapangan di musim ini. Ini kegagalan dari empowerment team. Banyak lagi kutipan serupa mengenai kepercayaan diri, fokus kepada kekuatan yang semua ini telah menjadi value Arsenal selama 2 dekade kepemimpinan Wenger.

None of us has all the qualities. But we make our life and our success with one quality that is very strong, and we can diminish our weaker sides a little bit. Once a player has a strong quality, my job is then to give him the confidence.

In my job, the main quality is to be an optimist. You should see what the club is about after big defeats, it’s like a lost war. Everybody is on the floor, so you have to be an optimist and say to people ‘Come on, we are good enough to pick up and win our next game’. Everyone forgets quickly in life how good he is or how good he can be when things go wrong.

Kutipan-kutipan di atas tidak hanya berlaku pada sepakbola, tapi untuk hidup secara umumnya. Inilah nilai-nilai kehidupan, kalau dapat kita hayati dan terapkan.

Atlet cepat melupakan bagaimana bagusnya dirinya ketika ia terus menerus menderita kekalahan. Pemain Arsenal seakan harus diingatkan mereka adalah pemain bagus yang setia menghuni 4 besar, yang berkompetisi untuk trofi. Mungkin Emery terus mengatakan kalau pemain lawan bagus dan lain-lain, jarang memuji pemainnya sendiri, membangku cadangkan pemain terbaiknya hanya untuk membuktikan kuasanya. Mungkin semua hal negatif tersebut diulang-ulang setiap hari di latihan dan akibatnya pemain-pemain Arsenal kehilangan kepercayaan diri.

Hal ini bisa dilihat dari jarak antar pemain yang demikian jauh di lapangan. Kurang compact. CB yang tidak berani pressing dan nempel ke pemain depan lawan karena takut tidak bisa mengejar mereka ketika lolos. Arsenal tidak bermain high pressing, namun tidak juga low block. Saat pemain depannya pressing, pemain tengah tidak ikut, dan pemain belakang jauh di areanya sendiri. Tidak satu komando. Saat lawan lolos pressing, hanya butuh satu dua umpan akurat dan pemain cepat untuk menembus pertahanan Arsenal dan berakhir dengan shot on target. Tidak heran kalau kita memberikan begitu banyak peluang tembakan kepada lawan dengan cara bermain seperti ini. Cara bermain yang kekurangan percaya diri.

Hal pertama yang diucapkan para pemain saat Emery diganti oleh Ljungberg sebagai head coach sementara adalah Ljungberg memahami pemain karena ia adalah mantan pemain. Secara tidak langsung mereka ingin mengatakan kalau Emery tidak memahami mereka. Mungkin Emery memainkan mereka bak main Football Manager. Memasang starting line up sesuai analisa videonya dari tim lawan, mengganti taktik dan formasi dari satu game ke game lain, pencet tombol simulasi dan tunggu hasilnya. Gagal, coba lagi dengan formasi lain. Sisi humanisnya, sisi personal touch dengan berdiskusi dengan pemain tidak ada. Ia jelas tidak mengatakan kepada Mesut Ozil kalau dirinya beautiful… Tidak ada fitur itu di Football Manager (entah kalau versi terbarunya). Emery lupa bahwa saat pertandingan berlangsung, yang menjalankannya adalah para pemain bola, bukan pelatih, sekeras apapun teriakannya di lapangan.

Akhirnya, tidak ada pemain Arsenal yang bersedia bermain untuknya. Bahkan kapten andalannya pun kecewa ketika “dikorbankan” oleh Emery dan akhirnya menjadi sasaran amuk massa. Lebih lagi ketika Emery tidak membelanya. Semua aksi seperti itu diperhatikan semua pemain dan mereka kehilangan respect dan kepercayaan pada pelatihnya. Singkat kata, Emery lost the dressing room and then he lost the job.

Revolusi Arteta

Sejak awal saya menginginkan Arteta sebagai head coach baru Arsenal. Sejak menjadi pemain Arsenal, ia sudah menunjukkan leadershipnya yang sangat kuat. Interview terakhirnya di majalah Arsenal juga menunjukkan keinginan kuatnya untuk menjadi manajer sepakbola. Alih-alih melanjutkan kariernya di klub-klub kaya di China atau MLS di USA, atau menjadi pundit sepakbola sebagaimana Thierry Henry dan beberapa mantan pemain Premier League, Arteta langsung memilih meniti karier sebagai asisten manajer Manchester City di bawah manajer terbaik dunia, Pep Guardiola. Ia tidak mau membuang waktu. Ia punya ambisi, kepercayaan diri, dan belief ia akan menjadi manajer Arsenal di masa depan. Saat itu ia mengatakan kepada staf-staf di Arsenal bahwa ia akan keluar dari klub untuk menuntut ilmu dulu, dan kembali saat ia siap. Karakter yang sangat kuat dan kepercayaan diri yang tinggi. Keyakinannya dan hasil kerja kerasnya akhirnya terbayar sekarang.

Tidak mudah untuk Arsenal menunjuk Arteta menjadi head coach yang baru tanpa pengalaman menjadi manajer. Namun Arteta memiliki banyak hal yang membuat ia lebih unggul dari kandidat lainnya. Ia menjadi kandidat yang paling cocok untuk Arsenal di saat value Arsenal yang dipertegas di era Wenger semakin terkikis. Arsenal tidak memiliki komunikator yang baik saat ditimpa krisis, sebagai PR dan sekaligus penegak nilai Arsenal. Acuan moral klub. Emery tidak bisa melakukan peran itu dan board juga tidak mau muncul ke depan untuk menahan peluru dari fans dan media. Saat Koscielny menjadi pemberontak, misalnya. Saat Ozil sering bolos dengan izin sakit. Saat Xhaka emosional di-boo supporter. Saat gosip seputar keterlibatan super agent dalam transfer pemain dan kemudian munculnya prospek Nuno Espirito Santo menjadi headh coach baru Arsenal karena pengaruh Jorge Mendes. Saat ada dugaan Raul menggunakan koneksi super agentnya untuk transfer pemain dan membayar di atas harga pasar. Semua rumor yang bertentangan dengan value Arsenal yang berawal dari Victoria Concordia Crescit. Victory grows out of harmony.

Arsenal website punya section The Arsenal Way, yang mendefinisikan nilai-nilai Arsenal dari sisi sejarah maupun korporasi. Bagi saya yang tidak tinggal di Islington, Jalan Arsenal adalah hal-hal yang dilakukan dengan benar, berintegritas, manusiawi dan harmonis. Semua kutipan dari Wenger mengenai sepakbola, indahnya manusia dan kepercayaan diri adalah bagian tak terpisahkan dari Jalan Arsenal.

Arteta mengerti itu.

Pada kesempatan pertamanya bicara pada pers, ia tampil sangat menawan. Komunikasinya lugas dan cerdas. Pertama ia berterima kasih kepada Arsene Wenger yang melihat kualitas dirinya, membawanya ke klub yang sudah lama diidolakannya, menjadikannya kapten, membuatnya jatuh cinta dan dengan demikian memberinya peluang untuk menjadi The Boss baru Arsenal.

Arteta mempelajari pentingnya sentuhan personal dan juga modernitas taktik dari dua manajer hebat. Ia juga belajar bagaimana menyampaikan pesannya dengan sederhana kepada pemain. Ia memulai dari dasar. Pertama, bermainlah dengan agresif, saling mendukung, dan bertanggung jawab. Akuntabilitas adalah isu di mana-mana tidak cuma di sepakbola. Semua manajer yang baik tahu bahwa untuk menciptakan tim yang mampu berperforma baik, perlu adanya komitmen bersama yang kemudian ditindaklanjuti dengan hasil dan akuntabilitas. Manajer perlu menjadi ruthless, pertama memberikan kesempatan, dukungan dan arahan namun kemudian juga menyingkirkan mereka yang tidak berkomitmen dan tidak perform. Arteta memulai hal itu dengan timnya. Siapapun pemain Arsenal yang tidak tampil 100% dan tidak mengikuti instruksinya akan disingkirkan. Harmoni artinya semua bagian dari tim memiliki satu tujuan yang sama dan berkomitmen untuk mencapainya bersama.

Untuk bisa mendapatkan komitmen itu, ia perlu meyakinkan semua pemain dahulu bahwa Jalan yang akan ia tempuh adalah jalan yang akan membawa pada kemenangan, dan kesuksesan.

Ia tidak bicara soal taktik dahulu. Di pertandingan lawan Everton terlihat bagaimana David Luiz dan Granit Xhaka yang biasanya tidak agresif dalam tackle atau interception melakukannya dengan baik. Saya sangat terkesan dengan Luiz yang menempel dekat pemain penyerang lawan dan berhasil dalam duel 1 on 1 dalam banyak kesempatan. Xhaka juga track back, intercept, tackle. Semua pemain bekerja keras untuk tidak memberikan peluang menyerang Everton. Hasilnya clean sheet pertama setelah sekian lama. Yang masih kurang adalah bagaimana menyerang dengan baik dan itu akan hadir seiring dengan waktu Arteta berlatih bersama tim. Kita mesti bersabar karena seperti kata Wenger lagi, kepercayaan diri itu seperti turun lift dan naik tangga. Hilang dengan cepat dan hanya bisa dibangun perlahan.

Banyak sudah beredar artikel mengenai bagaimana Arteta melatih pemain-pemain City untuk menjadi lebih baik lagi. Sterling, Sane adalah contoh apik. Kita menunggu polesan Arteta terhadap pemain-pemain muda Arsenal. Emile Smith Rowe dan Bukayo Saka adalah jebolan akademi Arsenal terbaik yang menunggu golden touch Arteta. Kita masih punya Martinelli, Tierney, Nelson, Willock, Guendouzi dan Saliba yang akan bergabung musim depan. Kemudian Ceballos dan Pepe yang juga belum menunjukkan performa terbaiknya di Premier League. Di tim U23, pemain muda berlimpah bakat juga siap menunggu giliran.

Bagi Arteta, ada 4 hal penting yang ia inginkan sebagai pondasi dasar timnya: komitmen, akuntabilitas, agresi dan gairah untuk memainkan sepakbola dan mewakili klub ini.

The priority, as I said before, is what we are going to transmit on the team, is a reflection of the demands we are going to put on them every day in training. That’s commitment, accountability, aggression and passion to play this sport and to represent this football club.

This is the basic I am going to demand from them, and from there we can start to build things and improve all the things, obviously, that have to be done as quickly as possible, but if we don’t have this in the right manner, I think it will be difficult.

Musim ini, empat besar mungkin bisa kita lupakan karena begitu jauhnya posisi Arsenal di klasemen. Mari hilangkan ekspektasi tinggi agar setiap proses lebih bisa kita nikmati secara natural. Sebagai Gooners, yang bisa kita lakukan adalah memberikan waktu untuk Arteta bekerja dan mendukungnya. Yang pasti minggu per minggu kita akan melihat perbaikan penampilan Arsenal. Saya yakin.

Setelah lebih dari 20 tahun mendukung Arsenal, saya sudah menyaksikan pemain bintang datang dan pergi. Hal ini juga akan terjadi sekarang. Mungkin kita akan kehilangan Ozil, Aubameyang atau bahkan Lacazette. Tidak masalah, karena kita sekarang mendapatkan talenta pelatih emas di Arteta, yang tidak muncul setiap tahun. Pelatih yang akan menghasilkan puluhan pemain bagus di klub ini, yang akan bermain sesuai identitas Arsenal. Saya percaya Arteta akan dapat menghadirkan kembali sepakbola menyerang yang merupakan perwujudan dari The Arsenal Way daripada sepakbola reaktif ala klub semenjana. Sepakbola protagonist yang gagal diwujudkan oleh Unai Emery.

The New Arsenal Way is The Arteta Way.

10 thoughts on “The Arteta Way

  1. Pingback: Revolusi Mental Arteta – Jalan Arsenal

  2. Pingback: Arteta Masterclass – Jalan Arsenal

  3. Pingback: Transfer Window 2021/2022 – Saatnya Optimis? Part 3 (Final) | Jalan Arsenal

  4. Pingback: Rebuilding Arsenal | Jalan Arsenal

  5. Pingback: We’ve Got Our Arsenal Back! | Jalan Arsenal

Leave a comment