Memahami Artetaball

Tulisan singkat ini akan membahas foto yang satu ini dan sedikit soal Artetaball.

Atas: Gol ketiga Arsenal vs Fulham (Premier League 20/21, Bawah: Gol pertama Arsenal vs Liverpool (Community Shield 2020)

Tidak heran bila salah satu kelebihan Arteta sebagai pelatih sepakbola modern yang mengidolakan Marcelo Bielsa dan mendapatkan bimbingan langsung dari Guardiola adalah penguasaan taktik sepakbola yang dikenal dengan Positional Play (Juego de Posición).

Apa itu Positional Play? Mengutip dari Breakingthelines.com:

Positional Play is a style of play where the football pitch is divided into zones and each player is assigned to a zone. Each zone has a different role which means that each player has a different task to execute. If a player moves into another zone, a teammate has to take his place, which is what we call rotations.

The goal of Juego de Posición is that the zones and the tasks within them can be occupied and used by different players. Styles of play in football are like languages, and positional play, more than any other style of play, must be spoken in the same way by every player on the pitch.

Di artikel yang lain lagi, Positional Play bisa digambarkan dengan pola gerakan dan aksi yang dilakukan secara kolektif baik saat menyerang maupun bertahan, dengan tujuan menciptakan superioritas di lapangan dan kemudian mengeksploitasinya. Bagaimana sebuah tim bisa menguasai ruang yang menghasilkan superioritas di lapangan.

Untuk bisa mencapai superioritas di lapangan itu, semua pemain harus bergerak walaupun sedang tidak memegang bola. Off-the-ball movement menjadi sangat penting. Setiap gerakan akan membantu temannya yang sedang membawa bola ataupun yang akan menerima operan bola. Entah itu sebagai decoy untuk menjauhkan marking lawan, stretching formasi lawan untuk memberikan ruang kepada pembawa bola, positional play menciptakan “ruang” dan dengan sendirinya “waktu” bagi pembawa bola ataupun yang akan menerima bola.

Positional Play ini perlu dilatih sehingga para pemain dalam tim bisa mengerti tugas masing-masing ketika bola memasuki zone tertentu dan opsi-opsi operan yang akan dilakukan. Tentunya tidak mudah karena jarak dengan pemain lawan juga berpengaruh. Namun dari dua gol di bawah ini yang tergambarkan dengan baik dalam foto di atas, kita bisa melihat hasil latihan Positional Play Arsenal yang mulai sekarang kita namakan Artetaball.

Arsenal vs Liverpool – Community Shield, 1-0 gol Aubameyang.

Auba’s goal vs Liverpool

Gol tersebut dimulai dari Goal Kick setelah shoot Liverpool yang off target, melayang di atas gawang. Hanya butuh waktu 20 detik untuk bola meninggalkan kaki Emi dan bersarang di gawang Liverpool. Arsenal “menjebak” Liverpool dengan menarik pressing tinggi mereka ke dalam kotak penalti dan dengan cepat mengoper bola ke sayap kanan, dari Bellerin ke Saka yang kemudian mengumpan cross field ke Aubameyang di kiri yang mendapatkan posisi hotspot untuk melakukan tendangan kaki kanan akurat andalannya. Perhatikan juga gerakan lari Maitland-Niles dan Tierney untuk membingungkan lawan.

Fulham vs Arsenal – Premier League, 3-0 gol Aubameyang

Auba’s goal vs Fulham

Gol ini juga dimulai dari goal kick setelah serangan Fulham yang gagal. Kali ini butuh waktu 32 detik karena butuh waktu lebih lama untuk Fulham terpancing melakukan pressing tinggi di kotak penalti Arsenal. Xhaka memancing mereka dengan gerakan tangan yang mengisyaratkan bola akan dioper ke mana. Kemudian dengan cepat Bellerin mengoper ke Elneny yang first time pass-nya berhasil disambut Lacazette dengan two touches flick yang disamber Willian lagi-lagi dengan umpan cross-field ke Aubameyang di sisi kiri jauh. Perhatikan pergerakan Aubameyang, Maitland-Niles dan Tierney di dua gol yang mirip dalam dua pertandingan yang berbeda. Identik!

Kedua gol ini adalah hasil positional play dengan pola yang sama. Crossfield dari kanan ke kiri dengan target Aubameyang menemukan posisi idealnya untuk mencetak gol tanpa lawan bisa melakukan blok karena terlambat dalam transisi dari pressing tinggi ke bertahan.

Ada satu lagi Positional Play favorit saya yang tidak menghasilkan gol namun layak ditonton berulang kali. Play ini terjadi di menit ke-77. Dalam waktu 22 detik sejak bola meninggalkan Leno, Aubameyang berada di kotak penalti lawan dan mestinya bisa melakukan first time shoot hasil umpan terobosan cantik Bellerin. Sayangnya ia memilih menggiring bola jauh dari kiper tanpa menyadari pemain belakang Fulham telah menjaga di garis gawang. Tembakannya berhasil diblok dengan sundulan lawan.

Auba’s chance vs Fulham

Build-up play kali ini sedikit berbeda. Leno mengoper ke kiri dan setelah beberapa operan di sayap kiri, Lacazette dan Elneny mengubah arah bola ke kanan dan Bellerin yang berlari kencang mampu mengoper bola ke tengah dengan sangat baik ke Auba.

Serangan cepat Arsenal ini bukanlah counter attack karena berawal dari Goal Kick. Namun dengan mengundang pressing tinggi lawan, serangan ini sama efektinya dengan counter attack dan secepat counter attack. Arteta “menemukan” pola serangan ini khusus untuk menghadapi tim-tim di Liga Inggris terutama yang tim besar yang sudah fasih melakukan high pressing. Tim-tim lawan akan menganalisa Artetaball ini dan saya rasa akan merinding dengan ancamannya. Mengapa? Hanya dari goal kick umpan pendek, Arsenal bisa mencetak gol dalam waktu 20-30 detik. Menyeramkan. Siapa yang tidak akan kuatir melawannya?

Bagaimana bila lawan tidak melakukan high pressing dan memilih low block? Nah itu akan menjadi tantangan level berikutnya dari Artetaball.

Datanglah Dani Ceballos. Untuk menghadapi lawan dengan low block, Arsenal gantian yang harus melakukan pressing tinggi dan memiliki pemain kreatif yang nyaman dalam dribbling dan ball retention di final third. Mari kita nikmati cuplikan video dan perhatikan gerakan Dani di rentetan operan di bawah ini.

Dani’s action in final third

Dalam waktu 65 detik semenjak bola di kaki Dani di dekat kotak penalti sendiri, Arsenal menciptakan dua peluang gol. Fulham memilih bertahan (mungkin kapok dengan jebakan Artetaball). Namun pressing tinggi Arsenal dan skill Ceballos yang sama nyamannya dalam mengoper dan men-dribble bola di kotak penalti lawan berhasil menciptakan peluang. Sekarang kita mengerti mengapa Arteta sangat menyukai Aouar dan saya yakin ia adalah target nomor satu Arsenal, bukan Partey. Aouar dan Dani bisa menjadi pemain kreatif yang dibutuhkan Arsenal untuk membuat Artetaball juga efektif menghadapi low block lawan.

Demikian dulu tulisan bagian pertama dari serial memahami Artetaball. Bila ada waktu lagi saya akan menulis bagian kedua dan seterusnya. Untuk sementara ini, silakan berikan komentar Anda, hasil observasi yang mungkin berbeda dari klip-klip di atas?

Advertisement

Arteta Masterclass

FA Cup 2020 Semi Final – Arsenal 2-0 Manchester City – Wembley Stadium, London

Akhirnya setelah 25 pertandingan (14 menang, 6 seri dan 5 kalah) Revolusi Mental Arteta menunjukkan hasilnya. Dalam 4 hari, Arsenalnya Arteta mengalahkan dua tim terbaik di Premier League, Liverpool 2-1 dan Manchester City 2-0. Kedua tim tersebut dikalahkan dengan persiapan taktik yang cemerlang, eksekusi di lapangan yang hampir tanpa cela, dan penampilan tim yang luar biasa. Di atas kertas, kualitas pemain Arsenal jelas masih kalah dari kedua klub tersebut. Karena itu Arteta memilih untuk bermain bertahan sambil mengincar serangan balik yang efektif. Namun, seperti yang telah dirasakan semua tim yang memilih bertahan melawan kedua tim tersebut, kekalahan hampir pasti terjadi tanpa adanya game plan yang jelas untuk menyerang balik.

Arteta sendiri mengakui bahwa masih ada kesenjangan antara kualitas timnya dengan kedua tim tersebut. Namun baginya, dalam hal kepercayaan diri, akuntabilitas, dan gairah bermain sepakbola, timnya telah dapat menutup kesenjangan tersebut. Pemain Arsenal bermain untuk sesama, berjuang untuk setiap bola, menutup celah yang ditinggal rekannya dan terlihat sangat solid dalam bertahan maupun menyerang. Saat Arteta bergabung kembali dengan klub ini sebagai manager baru, ia mengatakan ada empat kualitas yang ia inginkan sebagai pondasi dasar timnya.

The priority, as I said before, is what we are going to transmit on the team, is a reflection of the demands we are going to put on them every day in training. That’s commitment, accountability, aggression and passion to play this sport and to represent this football club.

This is the basic I am going to demand from them, and from there we can start to build things and improve all the things, obviously, that have to be done as quickly as possible, but if we don’t have this in the right manner, I think it will be difficult.

Hanya dalam 25 pertandingan, tim yang dilatihnya ini telah berada dalam jalur yang diinginkannya. Pondasi dasar dari timnya terlihat jelas dan telah membuahkan hasil yang luar biasa. Para pemain mengikuti instruksinya karena mereka bisa merasakan hasilnya. Bak pengikut Messiah yang merasakan langsung kebenaran dari kata-katanya berwujud dalam pengalaman nyata, kepercayaan The Gunners terhadap sang manager pun semakin bertumbuh, begitu pula kepercayaan diri mereka pribadi. Sekarang mereka percaya kalau mereka mampu bersaing dengan tim juara di liga ini, karena telah mencicipi indahnya kemenangan atas tim juara. Mental mereka telah mengalami revolusi di tangan Arteta.

Selain revolusi mental, Arsenal juga memperlihatkan penguasaan taktik yang komplit. Arsenal mencetak gol saat melawan Liverpool lewat high pressing terhadap pemain bertahan dan kiper lawan. Tidak peduli yang dihadapinya adalah dua pemain termahal Liverpool, Lacazette dan Nelson berhasil mencetak gol setelah Van Dijk dan Alisson melakukan kesalahan besar akibat high pressing Arsenal. Lawan City, Arsenal mencetak gol lewat cara lain, build up play sempurna dari belakang. Melibatkan 10 pemain dan 18 operan, Aubameyang mencetak gol pertama Arsenal hasil bola yang terus mengalir tanpa bisa dihentikan oleh pressing pemain City. Pep Guardiola terpaksa menelan pil pahitnya sendiri, yang ironisnya diberikan oleh mantan asisten manager-nya.

Gol kedua Arsenal melawan City hadir dari counter attack cepat, operan lob cemerlang dari Tierney setelah menerima back pass dari Pepe disambut dengan timing lari yang pas dari Aubameyang yang sekilas memberikan kita bayangan akan Thierry Henry yang lari dari channel kiri ke tengah sebelum kemudian mencetak gol. Aubameyang tidak mengecewakan harapan kita dan berhasil mencetak gol nutmeg salah satu kiper termahal di Premier League dengan santainya. Tim ini telah membuktikan kalau mereka bisa mencetak gol lewat cara apa saja – pressing tinggi, build up play, counter attack dan set piece. Arsenal-nya (perlengkapan senjata) komplit sudah.

Tentunya perjalanan menuju pencapaian saat ini tidaklah mudah. Ada pengorbanan, kerja keras dan konflik. Saya akan mencoba menuliskan beberapa hal berbeda yang dilakukan Arteta terhadap pemainnya yang kemudian berbuah positif dengan makin solidnya tim yang percaya penuh dengan kepemimpinannya.

Man Management Skill

Dalam salah satu ilmu manajemen untuk menciptakan high performance team, pondasi dasar paling penting adalah membangun Trust, kepercayaan. Pemain mesti percaya kepada manager-nya dan kepada rekannya. Dan Trust ini selalu dimulai dari kepemimpinan yang terbuka. Arteta berulang kali menegaskan bahwa ia selalu terbuka terhadap pemainnya. Ia siap bicara dengan lugas dan tidak akan segan dalam menyampaikan pendapatnya terhadap pemainnya. Dengan demikian ia memperlihatkan sikap yang fair dan tidak pilih kasih. Sebaliknya, pemain yang tidak bisa terbuka dengannya, untuk memenuhi standarnya dalam latihan, tidak akan dimainkan. Namun hal itu tidak berlaku untuk selamanya, begitu pemain tersebut berubah dan kemudian memperlihatkan perbedaan di latihan, maka ia dapat masuk kembali ke tim. Arteta tidak takut dengan konflik namun ia tetap berusaha untuk bersikap adil terhadap semua pemain.

Xhaka dan Ceballos menjadi contoh terbaik manajemen personal Arteta. Tidak heran mereka berdua sekarang membentuk partnership yang sangat solid. Setelah mereka berdua, Mustafi yang termarjinalkan juga kembali menunjukkan performa terbaiknya. Demikian juga Pepe yang meningkatkan usahanya dalam latihan dan kembali mendapatkan tempat di starting line up. Lacazette menemukan kembali kepercayaan dirinya. Luiz selalu mendapatkan kepercayaan Arteta walaupun melakukan kesalahan fatal saat restart liga melawan City. Pemain-pemain muda seperti Saka, Nketiah, Willock dan Nelson selalu mendapatkan kesempatan bermain ketika mereka siap. Arteta tidak takut memainkan mereka.

Di sisi lain, Arteta tidak sungkan untuk mengisolasikan pemain jika pemain tersebut tidak 100% dan sikapnya membahayakan kinerja tim. Guendouzi dan Ozil menjadi “korban” dari kebijakan ini. Guendouzi yang keras (dan besar) kepala menolak meminta maaf karena sikapnya setelah game lawan Brighton tidak mendapatkan tempat lagi di tim. Ia lebih mementingkan egonya daripada timnya. Jika situasi ini terus berlanjut, Guendouzi bakal dijual sebelum musim baru dimulai.

Untuk Ozil, semenjak restart liga tampaknya ia belum menampilkan upaya 100% saat latihan. Kata Arteta mengenai Ozil yang absen sejak pertandingan pertama setelah Premier League bergulir kembali:

I have been very open with Mesut from day one.

Since I joined I thought that he was fit and he was willing and he wanted to perform at the level he can do.

The moment I see that he is ready again to do that, I will treat him like anybody else. I think I’ve been more than fair with him and I think he has responded in many games the way I want. That’s it.

Bila Ozil tidak mau berusaha sekeras rekan-rekannya, artinya ia juga lebih mementingkan egonya daripada timnya, dan pasti akan dilepas juga sebelum musim baru dimulai walau tidak mudah karena gaji per minggunya yang telah tinggi. Namun bila Ozil memilih makan gaji buta daripada bermain sepakbola secara konsisten setiap minggu, maka karier sepakbolanya akan berakhir dengan cepat.

Ainsley Maitland-Niles

Sempat diisukan akan hengkang karena tidak nyaman bermain sebagai Right Back, Ainsley Maitland-Niles tidak dimainkan oleh Arteta untuk waktu yang lama. Perlahan, sebagaimana yang terjadi pada pemain lainnya yang ditangani Arteta, ia mulai berubah dalam sesi latihan, dan akhirnya mendapatkan tugas mulia di pertandingan lawan City. Arteta menurunkannya dengan misi menganulir Riyad Mahrez. Karena taktik spesial ini, Tierney terpaksa bermain sebagai LCB dan Maitland-Niles menjadi left wingback. Mahrez mati kutu sepanjang pertandingan ini karena ditempel ketat oleh lawannya. Satu-satunya peluang bersih yang didapatkannya menjadi satu-satunya shot on goal City yang diselamatkan dengan mudah oleh Emi. Mahrez diganti sebelum babak berdua berakhir dan Maitland-Niles bahkan beberapa kali sempat ikut turun menyerang sisi kanan lapangan City. Sayang saja umpan crossingnya tidak seakurat Saka, kalau tidak City bisa menderita kekalahan lebih besar. 2-0 cukup untuk malam itu.

Di akhir pertandingan Maitland-Niles dipeluk erat oleh David Luiz sang motivator. Arteta juga memeluknya dengan erat sambil mengangkatnya, wujud apresiasi ekseskusi misinya yang sukses besar. Maitland-Niles menambah satu lagi dari sekian banyak pemain yang menjadi lebih baik di bawah penanganan Arteta. Entahlah kalau Guendouzi menonton pertandingan ini atau tidak. Kalau ia punya akal sehat, mestinya ia akan terpengaruh untuk mengubah sikapnya, untuk ikut kereta Arteta yang melaju makin cepat.

Lacazette dan Pepe

Aubameyang mencetak dua gol dengan sangat efisien namun penampilan Lacazette tidak bisa dilupakan. Ia bermain sangat baik sebagai hold up player saat serangan balik dan meneruskan bola dengan progresif, atau mengundang foul lawan. Lacazette melakukan high pressing sepanjang pertandingan. Rivalitasi yang dihadirkan Arteta terhadapnya dengan seringnya memainkan Nketiah yang sangat energik berpengaruh positif terhadap Laca. Golnya saat melawan Spurs menunjukkan sinyal ia kembali ke penampilan terbaiknya.

Di sisi kanan, Pepe juga berkontribusi positif. Ia berperan dalam dua gol Aubameyang, sebagai assister dan pre-assister. Dribblingnya lebih bertujuan, gerakannya lebih fokus, dan kombinasinya dengan Bellerin terlihat semakin baik. Ia juga ikut dalam pressing dan tracking back, berubah total dibandingkan gaya permainannya yang lebih individualis saat pertama kali bergabung di awal musim. Sayang sekali hanya tertinggal tiga pertandingan tersisa di musim ini, di saat trio Laca-Auba-Pepe sedang menuju level yang diharapkan fans sejak awal musim.

Lencioni Model

Kembali ke ilmu manajemen soal high performance team. Saya mempelajari hal ini dalam salah satu training project management. Lencioni membuat model piramid berisi 5 unsur / tahapan perubahan perilaku sebuah tim untuk menghasilkan tim dengan kinerja yang lebih baik. Tim yang mana kinerjanya lebih baik dari gabungan kualitas masing-masing individu anggotanya. The whole is greater than the sum of its parts.

Building a high performance team

Setelah membangun Trust, maka yang berikutnya adalah tim harus tidak takut menghadapi konflik. Perdebatan perlu terjadi karena setelah itu, tim harus mencapai kesepakatan dan semua yang berbeda pandangan awalnya akhirnya harus berkomitmen terhadap keputusan yang satu, metode dan tujuan yang sama. Mereka yang tetap tidak sejalan, dengan terpaksa disisihkan (Guendouzi, Ozil). Dengan komitmen tersebutlah, maka akuntabilitas bisa diterapkan. Pemain yang melakukan kesalahan, mengaku salah dan mendapatkan konsekuensinya. Lebih baik lagi, setiap rekannya akan mencoba cover sehingga kesalahan itu tidak berdampak buruk, sebagaimana Xhaka yang meng-cover kesalah Mustafi malam itu. Karena tim yang berfungsi dengan baik percaya bahwa hasil itu sifatnya kolektif.

Trust -> Conflict -> Commitment -> Accountability -> Results.

Mirip bukan dengan 4 fondasi dasarnya Arteta Way? Saya tidak akan kaget kalau Arteta terinspirasi oleh model manajemen Lencioni ini.

Masterclass

Seperti yang diutarakan di awal, sangat sayang musim ini tersisa 3 pertandingan lagi, ketika Arteta mulai menunjukkan Masterclassnya, berkat tim yang sudah sejalan, yang bernafas dengan detak jantung yang sama. Tidak tanggung-tanggung dua pelatih kawakan, Klopp dan Pep dengan tim yang jauh lebih mahal sudah merasakannya. Di final FA Cup dalam 2 minggu mendatang, Arteta akan berhadapan dengan salah satu dari dua pelatih muda mantan pemain sukses lainnya di dalam Lampard dan Solksjaer, pertarungan yang tidak akan kalah serunya. Final FA Cup ini akan sangat berarti bagi Arteta dan Arsenal: mendapatkan tambahan budget untuk belanja musim depan (karena bisa berpartisipasi di Europa League) dan mempertahankan pemain terbaiknya agar tidak hengkang (Aubameyang).

Masterclass yang ditunjukkan Arteta begitu berbeda dengan sepakbola tanpa jati diri di era Emery. Semua orang bisa melihatnya dengan jelas. Berbagai pundit bola yang biasanya menganggap remeh Arsenal bisa merasakan perubahan tim ini di bawah asuhan Arteta. Bila ini baru tahapan basic, sesuai penjelasannya, kita boleh merasa optimis dengan masa depan Arsenal di tangan Arteta. Kita berharap KSE sama optimisnya dalam mendukung Arteta dengan dana yang sepadan, agar kita bisa menyaksikan visi Arteta Way terealisasikan.

Revolusi Mental Arteta

Empat pertandingan pertama Arteta menghasilkan imbang (Bournemouth), kalah (Chelsea) dan menang 2x (MU, Leeds FA Cup). Awal yang rasanya lumayan untuk ukuran seorang manajer baru klub papan tengah. Namun buat kita, Gooners yang menonton keempat pertandingan tersebut, kita bisa merasakan perubahan yang drastis dalam segi upaya, taktik, energi semua pemain Arsenal yang menjadi sangat positif. Penampilan yang memberikan harapan bahwa musim ini belum usai. Bahwa Arsenal bisa terangkat dari posisi di papan tengah.

Apa yang dilakukan Arteta sehingga sepakbola Arsenal berubah dari reaktif menjadi proaktif? Tiba-tiba kita memainkan sepakbola protagonist, yang hanya bisa diimpikan oleh Emery namun tak pernah terwujud. Arteta, dalam waktu yang sangat singkat mentransformasi team Arsenal ini, bermain menyerang, counter pressing, defensive line yang tinggi, one-two pass yang kembali dan terakhir pemain yang tersenyum di lapangan. “The fun is back!” kata Sokratis.

Dalam tulisan saya sebelumnya, The Arteta Way, Arteta menyebutkan ada 4 hal penting yang ia inginkan sebagai pondasi dasar timnya: komitmen, akuntabilitas, agresi dan gairah untuk memainkan sepakbola dan mewakili klub ini. Di berbagai press conference sebelum dan sesudah pertandingan, Arsenal kembali mengulanginya. Komitmen, agresi, gairah dan akuntabilitas. Setiap pemain harus berkomitmen di lapangan hijau 100% upaya tanpa sedikitpun menyerah, agresif dalam pressing, bergairah dalam memainkan sepakbola menyerang dan terakhir sama-sama bertanggung jawab terhadap apapun yang terjadi di lapangan. Arteta tidak ingin pemainnya saling menyalahkan ketika kehilangan bola, setiap pemain wajib tracking back dan melindungi temannya. Satu untuk semua, semua untuk satu. Arteta tahu, agar para pemainnya bisa memainkan sepakbola dengan intensitas sangat tinggi yang saat ini dimainkan klub-klub papan atas Premier League, ia perlu merevolusi mental pemainnya dahulu.

Revolusi Mental

Revolusi Mental itu berjalan bertahap. Pertama melawan Bournemouth, bermain menyerang sejak menit pertama dengan high pressing, Arsenal ketinggalan 1-0 di babak pertama. Pemain tidak menyerah, dan terus memborbardir pertahanan Bournemouth. 17 shots untuk away game, yang sangat tinggi dibanding Arsenal era Emery. Akhirnya Aubameyang menyamakan kedudukan di menit ke-63. Perbedaan seri dan menang ada pada keputusan-keputusan yang kurang tepat dari Nelson, Saka, Lacazette dan Aubameyang saat berada di final third lawan. Arteta memakluminya, yang ia soroti justru kondisi mental pemain:

It will be a process. I was worried what would happen if we conceded a goal. We did and I was very pleased with the character they showed. They came in at half-time and their faces, their reactions [were spot on]. It was about how much they wanted it. Normally, when you are in this process and you concede a goal, the confidence goes down and a lot of things that have happened in the past can come back. It didn’t happen, it happened in the complete opposite sense and that’s a really positive thing to take on board.

Pertandingan kedua melawan Chelsea, serangan dan pressing tinggi Arsenal di babak pertama sangat baik sekali. Ombak serangan Arsenal datang bertubi-tubi dan ketika kehilangan bola dalam 5 detik bola sudah terebut kembali. Permainan praktis terjadi di paruh lapangan lawan. Aubameyang mencetak gol di menit ke-13. Chelsea tak punya jawaban dan harus mengganti pemain di menit ke-34, memasukkan Jorginho. Di babak kedua, permainan Arsenal drop. Arsenal bertahan dan Chelsea yang mendominasi pertandingan. Walaupun demikian, tidak banyak peluang besar tercipta untuk Chelsea. Namun kesalahan Leno dalam menangkis umpan dari corner kick berbuah gol bagi Chelsea dan tidak lama kemudian saat Arsenal menyerang, sebuah counter attack cepat Chelsea juga kembali berbuah gol karena kesalahan keputusan Mustafi yang memilih mundur daripada menahan Abraham. Bad habit comes back easily.

Walaupun kalah, supporter Arsenal memberikan standing ovation kepada para pemain Arsenal. Usaha keras mereka dan sepakbola menyerang yang dimainkan tak luput dari penghargaan para penonton. Kita seperti mulai mencium bau kemenangan.

Melawan Manchester United, babak pertama yang sama agresifnya kembali terjadi. Arsenal mencetak dua gol di babak pertama lewat Pepe dan Sokratis dan MU tidak bisa menjawabnya. Di babak kedua, Arsenal sedikit mundur dan mengendalikan pertandingan lewat pertahanan yang disiplin. Kali ini Arsenal bertahan dengan lebih cerdik dan MU tidak bisa mencetak gol sama sekali. Kemenangan pertama Arteta uniknya terjadi melawan MU, mantan musuh bebuyutan Arsenal.

Yang menarik adalah wawancara David Luiz setelah pertandingan yang mengakui bahwa secara fisik, pemain-pemain Arsenal belum siap memainkan sepakbola intens Arteta selama 90 menit. Namun ketika fisik tidak siap, maka hati harus mengambil alih.

Mikel Arteta is a great coach, he knows football, he was a great player. He brings things and I believe in his philosophy. I think he can improve every single player.

In life when you are happy the results can be totally different.
I always like to use the mantra, if you sleep happy you can sleep four hours, it’s better than sleeping sad for eight hours. If you work with happiness and believing what you are doing it is totally different, so I’m happy with everybody.

David Luiz after winning against Manchester United

Arteta menanamkan mental baru kepada para pemain Arsenal. Dari semua wawancaranya saya bisa mengira mantra Arteta sebelum setiap pertandingan sebagai berikut:

  • Mainkan sepakbola menyerang sesuai identitas klub, sepakbola reaktif tidak akan membuatmu happy
  • Berikan hatimu untuk pertandingan di lapangan, 100% upaya dalam memenangkan duel dalam merebut bola. Be aggressive and intense!
  • Saling back-up rekan setim. Tidak saling menyalahkan, bermain bersama, sukses bersama
  • Semua gestur tubuhmu di lapangan akan ditangkap penonton, dengan bersikap positif maka penonton akan memberikan reaksi positif juga. Demikian juga sebaliknya
  • Pemenang tidak pernah relax, konsistensi dalam upaya membedakan antara pemenang dan pecundang.

Saat melawan Leeds di third round FA Cup, pemain Arsenal melupakan semua hal di atas di babak pertama. Ini masalah mental. Setelah menang melawan MU, pressure turun dan pemain merasa lebih relax, ah cuma lawan tim Championship. Mereka mengabaikan peringatan Arteta bahwa Leeds di bawah Bielsa bukan tim biasa, setiap minggu mem-bully tim-tim di Championship dan itu juga sebabnya saat ini mereka di puncak klasemen. Bielsa adalah pelatih jenius, pionir sepakbola yang punya pengaruh paling besar terhadap sepakbola modern saat ini. Pep mengatakan ia adalah pelatih terbaik dunia saat ini. Arteta yang dekat dengan Poch (murid Bielsa) dan mantan asisten Pep tentunya tahu persis sepakbola ala Bielsa.

Karena mental tim belum benar-benar terbentuk, Arsenal menderita selama 35 menit pertama. Leeds pressing man to man dan memaksa Arsenal bertahan. Arsenal sangat beruntung tidak kebobolan. Di saat half time, Arteta mencak-mencak terhadap pemainnya. Ia menginstruksikan pemainnya untuk bermain seperti gerombolan serigala yang mengejar bola tanpa henti. Ia tidak mengubah line up atau mengganti pemain. Xhaka dan Guendouzi disuruh bermain lebih ke depan, pressing lawan begitu pemain depan kehilangan bola. Hasilnya luar biasa, Arsenal berbalik bermain di paruh lapangan Leeds dan akhirnya mencetak gol lewat Nelson.

Arteta mengatakan bahwa ia sekarang tahu apa yang timnya butuhkan ketika kalah dan apa yang mereka butuhkan ketika menang. Bak tim baru lahir, Arsenal masih rapuh dan perlu dipandu. Ketika menang, kesombongan merayap masuk dan pressure hilang, pemain mulai lebih relax dan jadinya tidak bisa mempertahankan konsistensi.

I am learning every day about them. How they react when they lose, what they need when they lose, what they need when they win as well. And as well, how can they react when they want to. Because before that, obviously everybody said it was a physical issue that we could not sustain a certain rhythm or intensity throughout the game. Look how they finished tonight. After 94 minutes they kept going and this is here and this is there. This is what they have to understand as a team.

Mengubah mental tim menjadi mental juara tidaklah mudah. Perlu upaya luar biasa dan tim yang menyatu. Semua orang setuju dan ikut dalam kereta ini. Arteta mengatakan masalah fisik tidak menjadi masalah (sebagaimana di pertandingan lawan Chelsea dan MU). Ketika para pemain niat, mereka terus berjuang sampai peluit akhir berbunyi. 94 menit melawan Leeds yang sangat physical dan pemain Arsenal tidak berhenti mengejar di babak kedua. Hal ini yang harus mereka pahami, dan alami bersama, sebagai satu tim.

Pada akhirnya, para pemain yang akan menikmati kemenangan. Mereka bisa memilih menderita di lapangan dan di akhir pertandingan, atau berjuang bersama, menderita fisik tapi happy di akhir pertandingan. Saat ini pemain Arsenal mulai memahami langsung (lewat pengalaman), perbedaan tim medioker dan tim juara. Setelah 18 bulan di-brainwash oleh pelatih medioker dan tahun-tahun belakangan era Wenger yang memang miskin konsistensi.

Dan kemudian, bermain seperti ini setiap minggu, setiap pertandingan, setiap sesi latihan. Hanya dengan demikian Arsenal bisa diubah menjadi tim dengan mental juara.

Perubahan Taktik

Tentunya hanya bermodal semangat saja tidak bisa mengubah sebuah tim serta merta menjadi tim juara. Ada perubahan taktik dan posisi pemain agar tim bisa merebut bola dengan waktu dekat, upaya minimal. Itu tugas pelatih. Tulisan Michael Cox di The Athletic mengupas perubahan ala Arteta ini dengan sangat baik. Saya rangkum sedikit di sini.

Formasi di atas kertas Arsenal adalah 4-2-3-1 tapi di atas lapangan formasi itu berubah menjadi 4-4-2 saat bertahan dengan Ozil dan Lacazette di depan dan 2-3-5 saat menyerang. Maitland-Niles berubah dari RB ke RCM dan Saka / Kolasinac maju dari LB ke LW. Lihat grafik di bawah ini. Dengan 5 pemain menyerang dan 5 pemain bertahan, Arsenal stretching lawan melebar sehingga memberikan banyak space khususnya untuk Ozil dan Xhaka dalam mengumpan.

David Luiz bersiap mengoper bola ke RW Arsenal, lihat space yang dimilikinya!
Xhaka punya beberapa opsi, lihat space yang terbuka lebar untuk Aubameyang dan Saka

Perubahan formasi ini memungkinkan Arsenal bermain operan pendek maupun panjang, dan cukup banyak space untuk winger berlari. Umpan satu-dua yang sudah lama hilang dari peredaran muncul kembali.

Dengan formasi seperti ini juga, saat kehilangan bola, Arsenal bisa dengan cepatnya mengerumuni pemain lawan yang memegang bola dan memutus jalur operan bola. Bila pressing awal gagal, maka Arsenal kembali ke formasi 4-4-2 blok bertahan yang rapat menutup lini tengah.

Mengagumkan apa yang bisa dicapai dengan perubahan sedikit formasi dan eksekusi yang konsisten.

Kita baru di chapter pertama revolusi mental Arteta, sangat menarik melihat apa yang akan dilakukannya di pertandingan malam ini, melawan Crystal Palace tandang.

Pertandingan ini akan sangat berarti untuk satu pemain. Ajang redemption untuk Granit Xhaka. Semoga kemenangan dan penampilan gemilang menjadi balasan yang pas untuk aib tahun lalu yang mengakibatkan ban kaptennya dicopot.

Kita ingin menyaksikan revolusi mental Xhaka malam ini. Semoga terjadi.