Arteta Masterclass

FA Cup 2020 Semi Final – Arsenal 2-0 Manchester City – Wembley Stadium, London

Akhirnya setelah 25 pertandingan (14 menang, 6 seri dan 5 kalah) Revolusi Mental Arteta menunjukkan hasilnya. Dalam 4 hari, Arsenalnya Arteta mengalahkan dua tim terbaik di Premier League, Liverpool 2-1 dan Manchester City 2-0. Kedua tim tersebut dikalahkan dengan persiapan taktik yang cemerlang, eksekusi di lapangan yang hampir tanpa cela, dan penampilan tim yang luar biasa. Di atas kertas, kualitas pemain Arsenal jelas masih kalah dari kedua klub tersebut. Karena itu Arteta memilih untuk bermain bertahan sambil mengincar serangan balik yang efektif. Namun, seperti yang telah dirasakan semua tim yang memilih bertahan melawan kedua tim tersebut, kekalahan hampir pasti terjadi tanpa adanya game plan yang jelas untuk menyerang balik.

Arteta sendiri mengakui bahwa masih ada kesenjangan antara kualitas timnya dengan kedua tim tersebut. Namun baginya, dalam hal kepercayaan diri, akuntabilitas, dan gairah bermain sepakbola, timnya telah dapat menutup kesenjangan tersebut. Pemain Arsenal bermain untuk sesama, berjuang untuk setiap bola, menutup celah yang ditinggal rekannya dan terlihat sangat solid dalam bertahan maupun menyerang. Saat Arteta bergabung kembali dengan klub ini sebagai manager baru, ia mengatakan ada empat kualitas yang ia inginkan sebagai pondasi dasar timnya.

The priority, as I said before, is what we are going to transmit on the team, is a reflection of the demands we are going to put on them every day in training. That’s commitment, accountability, aggression and passion to play this sport and to represent this football club.

This is the basic I am going to demand from them, and from there we can start to build things and improve all the things, obviously, that have to be done as quickly as possible, but if we don’t have this in the right manner, I think it will be difficult.

Hanya dalam 25 pertandingan, tim yang dilatihnya ini telah berada dalam jalur yang diinginkannya. Pondasi dasar dari timnya terlihat jelas dan telah membuahkan hasil yang luar biasa. Para pemain mengikuti instruksinya karena mereka bisa merasakan hasilnya. Bak pengikut Messiah yang merasakan langsung kebenaran dari kata-katanya berwujud dalam pengalaman nyata, kepercayaan The Gunners terhadap sang manager pun semakin bertumbuh, begitu pula kepercayaan diri mereka pribadi. Sekarang mereka percaya kalau mereka mampu bersaing dengan tim juara di liga ini, karena telah mencicipi indahnya kemenangan atas tim juara. Mental mereka telah mengalami revolusi di tangan Arteta.

Selain revolusi mental, Arsenal juga memperlihatkan penguasaan taktik yang komplit. Arsenal mencetak gol saat melawan Liverpool lewat high pressing terhadap pemain bertahan dan kiper lawan. Tidak peduli yang dihadapinya adalah dua pemain termahal Liverpool, Lacazette dan Nelson berhasil mencetak gol setelah Van Dijk dan Alisson melakukan kesalahan besar akibat high pressing Arsenal. Lawan City, Arsenal mencetak gol lewat cara lain, build up play sempurna dari belakang. Melibatkan 10 pemain dan 18 operan, Aubameyang mencetak gol pertama Arsenal hasil bola yang terus mengalir tanpa bisa dihentikan oleh pressing pemain City. Pep Guardiola terpaksa menelan pil pahitnya sendiri, yang ironisnya diberikan oleh mantan asisten manager-nya.

Gol kedua Arsenal melawan City hadir dari counter attack cepat, operan lob cemerlang dari Tierney setelah menerima back pass dari Pepe disambut dengan timing lari yang pas dari Aubameyang yang sekilas memberikan kita bayangan akan Thierry Henry yang lari dari channel kiri ke tengah sebelum kemudian mencetak gol. Aubameyang tidak mengecewakan harapan kita dan berhasil mencetak gol nutmeg salah satu kiper termahal di Premier League dengan santainya. Tim ini telah membuktikan kalau mereka bisa mencetak gol lewat cara apa saja – pressing tinggi, build up play, counter attack dan set piece. Arsenal-nya (perlengkapan senjata) komplit sudah.

Tentunya perjalanan menuju pencapaian saat ini tidaklah mudah. Ada pengorbanan, kerja keras dan konflik. Saya akan mencoba menuliskan beberapa hal berbeda yang dilakukan Arteta terhadap pemainnya yang kemudian berbuah positif dengan makin solidnya tim yang percaya penuh dengan kepemimpinannya.

Man Management Skill

Dalam salah satu ilmu manajemen untuk menciptakan high performance team, pondasi dasar paling penting adalah membangun Trust, kepercayaan. Pemain mesti percaya kepada manager-nya dan kepada rekannya. Dan Trust ini selalu dimulai dari kepemimpinan yang terbuka. Arteta berulang kali menegaskan bahwa ia selalu terbuka terhadap pemainnya. Ia siap bicara dengan lugas dan tidak akan segan dalam menyampaikan pendapatnya terhadap pemainnya. Dengan demikian ia memperlihatkan sikap yang fair dan tidak pilih kasih. Sebaliknya, pemain yang tidak bisa terbuka dengannya, untuk memenuhi standarnya dalam latihan, tidak akan dimainkan. Namun hal itu tidak berlaku untuk selamanya, begitu pemain tersebut berubah dan kemudian memperlihatkan perbedaan di latihan, maka ia dapat masuk kembali ke tim. Arteta tidak takut dengan konflik namun ia tetap berusaha untuk bersikap adil terhadap semua pemain.

Xhaka dan Ceballos menjadi contoh terbaik manajemen personal Arteta. Tidak heran mereka berdua sekarang membentuk partnership yang sangat solid. Setelah mereka berdua, Mustafi yang termarjinalkan juga kembali menunjukkan performa terbaiknya. Demikian juga Pepe yang meningkatkan usahanya dalam latihan dan kembali mendapatkan tempat di starting line up. Lacazette menemukan kembali kepercayaan dirinya. Luiz selalu mendapatkan kepercayaan Arteta walaupun melakukan kesalahan fatal saat restart liga melawan City. Pemain-pemain muda seperti Saka, Nketiah, Willock dan Nelson selalu mendapatkan kesempatan bermain ketika mereka siap. Arteta tidak takut memainkan mereka.

Di sisi lain, Arteta tidak sungkan untuk mengisolasikan pemain jika pemain tersebut tidak 100% dan sikapnya membahayakan kinerja tim. Guendouzi dan Ozil menjadi “korban” dari kebijakan ini. Guendouzi yang keras (dan besar) kepala menolak meminta maaf karena sikapnya setelah game lawan Brighton tidak mendapatkan tempat lagi di tim. Ia lebih mementingkan egonya daripada timnya. Jika situasi ini terus berlanjut, Guendouzi bakal dijual sebelum musim baru dimulai.

Untuk Ozil, semenjak restart liga tampaknya ia belum menampilkan upaya 100% saat latihan. Kata Arteta mengenai Ozil yang absen sejak pertandingan pertama setelah Premier League bergulir kembali:

I have been very open with Mesut from day one.

Since I joined I thought that he was fit and he was willing and he wanted to perform at the level he can do.

The moment I see that he is ready again to do that, I will treat him like anybody else. I think I’ve been more than fair with him and I think he has responded in many games the way I want. That’s it.

Bila Ozil tidak mau berusaha sekeras rekan-rekannya, artinya ia juga lebih mementingkan egonya daripada timnya, dan pasti akan dilepas juga sebelum musim baru dimulai walau tidak mudah karena gaji per minggunya yang telah tinggi. Namun bila Ozil memilih makan gaji buta daripada bermain sepakbola secara konsisten setiap minggu, maka karier sepakbolanya akan berakhir dengan cepat.

Ainsley Maitland-Niles

Sempat diisukan akan hengkang karena tidak nyaman bermain sebagai Right Back, Ainsley Maitland-Niles tidak dimainkan oleh Arteta untuk waktu yang lama. Perlahan, sebagaimana yang terjadi pada pemain lainnya yang ditangani Arteta, ia mulai berubah dalam sesi latihan, dan akhirnya mendapatkan tugas mulia di pertandingan lawan City. Arteta menurunkannya dengan misi menganulir Riyad Mahrez. Karena taktik spesial ini, Tierney terpaksa bermain sebagai LCB dan Maitland-Niles menjadi left wingback. Mahrez mati kutu sepanjang pertandingan ini karena ditempel ketat oleh lawannya. Satu-satunya peluang bersih yang didapatkannya menjadi satu-satunya shot on goal City yang diselamatkan dengan mudah oleh Emi. Mahrez diganti sebelum babak berdua berakhir dan Maitland-Niles bahkan beberapa kali sempat ikut turun menyerang sisi kanan lapangan City. Sayang saja umpan crossingnya tidak seakurat Saka, kalau tidak City bisa menderita kekalahan lebih besar. 2-0 cukup untuk malam itu.

Di akhir pertandingan Maitland-Niles dipeluk erat oleh David Luiz sang motivator. Arteta juga memeluknya dengan erat sambil mengangkatnya, wujud apresiasi ekseskusi misinya yang sukses besar. Maitland-Niles menambah satu lagi dari sekian banyak pemain yang menjadi lebih baik di bawah penanganan Arteta. Entahlah kalau Guendouzi menonton pertandingan ini atau tidak. Kalau ia punya akal sehat, mestinya ia akan terpengaruh untuk mengubah sikapnya, untuk ikut kereta Arteta yang melaju makin cepat.

Lacazette dan Pepe

Aubameyang mencetak dua gol dengan sangat efisien namun penampilan Lacazette tidak bisa dilupakan. Ia bermain sangat baik sebagai hold up player saat serangan balik dan meneruskan bola dengan progresif, atau mengundang foul lawan. Lacazette melakukan high pressing sepanjang pertandingan. Rivalitasi yang dihadirkan Arteta terhadapnya dengan seringnya memainkan Nketiah yang sangat energik berpengaruh positif terhadap Laca. Golnya saat melawan Spurs menunjukkan sinyal ia kembali ke penampilan terbaiknya.

Di sisi kanan, Pepe juga berkontribusi positif. Ia berperan dalam dua gol Aubameyang, sebagai assister dan pre-assister. Dribblingnya lebih bertujuan, gerakannya lebih fokus, dan kombinasinya dengan Bellerin terlihat semakin baik. Ia juga ikut dalam pressing dan tracking back, berubah total dibandingkan gaya permainannya yang lebih individualis saat pertama kali bergabung di awal musim. Sayang sekali hanya tertinggal tiga pertandingan tersisa di musim ini, di saat trio Laca-Auba-Pepe sedang menuju level yang diharapkan fans sejak awal musim.

Lencioni Model

Kembali ke ilmu manajemen soal high performance team. Saya mempelajari hal ini dalam salah satu training project management. Lencioni membuat model piramid berisi 5 unsur / tahapan perubahan perilaku sebuah tim untuk menghasilkan tim dengan kinerja yang lebih baik. Tim yang mana kinerjanya lebih baik dari gabungan kualitas masing-masing individu anggotanya. The whole is greater than the sum of its parts.

Building a high performance team

Setelah membangun Trust, maka yang berikutnya adalah tim harus tidak takut menghadapi konflik. Perdebatan perlu terjadi karena setelah itu, tim harus mencapai kesepakatan dan semua yang berbeda pandangan awalnya akhirnya harus berkomitmen terhadap keputusan yang satu, metode dan tujuan yang sama. Mereka yang tetap tidak sejalan, dengan terpaksa disisihkan (Guendouzi, Ozil). Dengan komitmen tersebutlah, maka akuntabilitas bisa diterapkan. Pemain yang melakukan kesalahan, mengaku salah dan mendapatkan konsekuensinya. Lebih baik lagi, setiap rekannya akan mencoba cover sehingga kesalahan itu tidak berdampak buruk, sebagaimana Xhaka yang meng-cover kesalah Mustafi malam itu. Karena tim yang berfungsi dengan baik percaya bahwa hasil itu sifatnya kolektif.

Trust -> Conflict -> Commitment -> Accountability -> Results.

Mirip bukan dengan 4 fondasi dasarnya Arteta Way? Saya tidak akan kaget kalau Arteta terinspirasi oleh model manajemen Lencioni ini.

Masterclass

Seperti yang diutarakan di awal, sangat sayang musim ini tersisa 3 pertandingan lagi, ketika Arteta mulai menunjukkan Masterclassnya, berkat tim yang sudah sejalan, yang bernafas dengan detak jantung yang sama. Tidak tanggung-tanggung dua pelatih kawakan, Klopp dan Pep dengan tim yang jauh lebih mahal sudah merasakannya. Di final FA Cup dalam 2 minggu mendatang, Arteta akan berhadapan dengan salah satu dari dua pelatih muda mantan pemain sukses lainnya di dalam Lampard dan Solksjaer, pertarungan yang tidak akan kalah serunya. Final FA Cup ini akan sangat berarti bagi Arteta dan Arsenal: mendapatkan tambahan budget untuk belanja musim depan (karena bisa berpartisipasi di Europa League) dan mempertahankan pemain terbaiknya agar tidak hengkang (Aubameyang).

Masterclass yang ditunjukkan Arteta begitu berbeda dengan sepakbola tanpa jati diri di era Emery. Semua orang bisa melihatnya dengan jelas. Berbagai pundit bola yang biasanya menganggap remeh Arsenal bisa merasakan perubahan tim ini di bawah asuhan Arteta. Bila ini baru tahapan basic, sesuai penjelasannya, kita boleh merasa optimis dengan masa depan Arsenal di tangan Arteta. Kita berharap KSE sama optimisnya dalam mendukung Arteta dengan dana yang sepadan, agar kita bisa menyaksikan visi Arteta Way terealisasikan.

Revolusi Mental Arteta

Empat pertandingan pertama Arteta menghasilkan imbang (Bournemouth), kalah (Chelsea) dan menang 2x (MU, Leeds FA Cup). Awal yang rasanya lumayan untuk ukuran seorang manajer baru klub papan tengah. Namun buat kita, Gooners yang menonton keempat pertandingan tersebut, kita bisa merasakan perubahan yang drastis dalam segi upaya, taktik, energi semua pemain Arsenal yang menjadi sangat positif. Penampilan yang memberikan harapan bahwa musim ini belum usai. Bahwa Arsenal bisa terangkat dari posisi di papan tengah.

Apa yang dilakukan Arteta sehingga sepakbola Arsenal berubah dari reaktif menjadi proaktif? Tiba-tiba kita memainkan sepakbola protagonist, yang hanya bisa diimpikan oleh Emery namun tak pernah terwujud. Arteta, dalam waktu yang sangat singkat mentransformasi team Arsenal ini, bermain menyerang, counter pressing, defensive line yang tinggi, one-two pass yang kembali dan terakhir pemain yang tersenyum di lapangan. “The fun is back!” kata Sokratis.

Dalam tulisan saya sebelumnya, The Arteta Way, Arteta menyebutkan ada 4 hal penting yang ia inginkan sebagai pondasi dasar timnya: komitmen, akuntabilitas, agresi dan gairah untuk memainkan sepakbola dan mewakili klub ini. Di berbagai press conference sebelum dan sesudah pertandingan, Arsenal kembali mengulanginya. Komitmen, agresi, gairah dan akuntabilitas. Setiap pemain harus berkomitmen di lapangan hijau 100% upaya tanpa sedikitpun menyerah, agresif dalam pressing, bergairah dalam memainkan sepakbola menyerang dan terakhir sama-sama bertanggung jawab terhadap apapun yang terjadi di lapangan. Arteta tidak ingin pemainnya saling menyalahkan ketika kehilangan bola, setiap pemain wajib tracking back dan melindungi temannya. Satu untuk semua, semua untuk satu. Arteta tahu, agar para pemainnya bisa memainkan sepakbola dengan intensitas sangat tinggi yang saat ini dimainkan klub-klub papan atas Premier League, ia perlu merevolusi mental pemainnya dahulu.

Revolusi Mental

Revolusi Mental itu berjalan bertahap. Pertama melawan Bournemouth, bermain menyerang sejak menit pertama dengan high pressing, Arsenal ketinggalan 1-0 di babak pertama. Pemain tidak menyerah, dan terus memborbardir pertahanan Bournemouth. 17 shots untuk away game, yang sangat tinggi dibanding Arsenal era Emery. Akhirnya Aubameyang menyamakan kedudukan di menit ke-63. Perbedaan seri dan menang ada pada keputusan-keputusan yang kurang tepat dari Nelson, Saka, Lacazette dan Aubameyang saat berada di final third lawan. Arteta memakluminya, yang ia soroti justru kondisi mental pemain:

It will be a process. I was worried what would happen if we conceded a goal. We did and I was very pleased with the character they showed. They came in at half-time and their faces, their reactions [were spot on]. It was about how much they wanted it. Normally, when you are in this process and you concede a goal, the confidence goes down and a lot of things that have happened in the past can come back. It didn’t happen, it happened in the complete opposite sense and that’s a really positive thing to take on board.

Pertandingan kedua melawan Chelsea, serangan dan pressing tinggi Arsenal di babak pertama sangat baik sekali. Ombak serangan Arsenal datang bertubi-tubi dan ketika kehilangan bola dalam 5 detik bola sudah terebut kembali. Permainan praktis terjadi di paruh lapangan lawan. Aubameyang mencetak gol di menit ke-13. Chelsea tak punya jawaban dan harus mengganti pemain di menit ke-34, memasukkan Jorginho. Di babak kedua, permainan Arsenal drop. Arsenal bertahan dan Chelsea yang mendominasi pertandingan. Walaupun demikian, tidak banyak peluang besar tercipta untuk Chelsea. Namun kesalahan Leno dalam menangkis umpan dari corner kick berbuah gol bagi Chelsea dan tidak lama kemudian saat Arsenal menyerang, sebuah counter attack cepat Chelsea juga kembali berbuah gol karena kesalahan keputusan Mustafi yang memilih mundur daripada menahan Abraham. Bad habit comes back easily.

Walaupun kalah, supporter Arsenal memberikan standing ovation kepada para pemain Arsenal. Usaha keras mereka dan sepakbola menyerang yang dimainkan tak luput dari penghargaan para penonton. Kita seperti mulai mencium bau kemenangan.

Melawan Manchester United, babak pertama yang sama agresifnya kembali terjadi. Arsenal mencetak dua gol di babak pertama lewat Pepe dan Sokratis dan MU tidak bisa menjawabnya. Di babak kedua, Arsenal sedikit mundur dan mengendalikan pertandingan lewat pertahanan yang disiplin. Kali ini Arsenal bertahan dengan lebih cerdik dan MU tidak bisa mencetak gol sama sekali. Kemenangan pertama Arteta uniknya terjadi melawan MU, mantan musuh bebuyutan Arsenal.

Yang menarik adalah wawancara David Luiz setelah pertandingan yang mengakui bahwa secara fisik, pemain-pemain Arsenal belum siap memainkan sepakbola intens Arteta selama 90 menit. Namun ketika fisik tidak siap, maka hati harus mengambil alih.

Mikel Arteta is a great coach, he knows football, he was a great player. He brings things and I believe in his philosophy. I think he can improve every single player.

In life when you are happy the results can be totally different.
I always like to use the mantra, if you sleep happy you can sleep four hours, it’s better than sleeping sad for eight hours. If you work with happiness and believing what you are doing it is totally different, so I’m happy with everybody.

David Luiz after winning against Manchester United

Arteta menanamkan mental baru kepada para pemain Arsenal. Dari semua wawancaranya saya bisa mengira mantra Arteta sebelum setiap pertandingan sebagai berikut:

  • Mainkan sepakbola menyerang sesuai identitas klub, sepakbola reaktif tidak akan membuatmu happy
  • Berikan hatimu untuk pertandingan di lapangan, 100% upaya dalam memenangkan duel dalam merebut bola. Be aggressive and intense!
  • Saling back-up rekan setim. Tidak saling menyalahkan, bermain bersama, sukses bersama
  • Semua gestur tubuhmu di lapangan akan ditangkap penonton, dengan bersikap positif maka penonton akan memberikan reaksi positif juga. Demikian juga sebaliknya
  • Pemenang tidak pernah relax, konsistensi dalam upaya membedakan antara pemenang dan pecundang.

Saat melawan Leeds di third round FA Cup, pemain Arsenal melupakan semua hal di atas di babak pertama. Ini masalah mental. Setelah menang melawan MU, pressure turun dan pemain merasa lebih relax, ah cuma lawan tim Championship. Mereka mengabaikan peringatan Arteta bahwa Leeds di bawah Bielsa bukan tim biasa, setiap minggu mem-bully tim-tim di Championship dan itu juga sebabnya saat ini mereka di puncak klasemen. Bielsa adalah pelatih jenius, pionir sepakbola yang punya pengaruh paling besar terhadap sepakbola modern saat ini. Pep mengatakan ia adalah pelatih terbaik dunia saat ini. Arteta yang dekat dengan Poch (murid Bielsa) dan mantan asisten Pep tentunya tahu persis sepakbola ala Bielsa.

Karena mental tim belum benar-benar terbentuk, Arsenal menderita selama 35 menit pertama. Leeds pressing man to man dan memaksa Arsenal bertahan. Arsenal sangat beruntung tidak kebobolan. Di saat half time, Arteta mencak-mencak terhadap pemainnya. Ia menginstruksikan pemainnya untuk bermain seperti gerombolan serigala yang mengejar bola tanpa henti. Ia tidak mengubah line up atau mengganti pemain. Xhaka dan Guendouzi disuruh bermain lebih ke depan, pressing lawan begitu pemain depan kehilangan bola. Hasilnya luar biasa, Arsenal berbalik bermain di paruh lapangan Leeds dan akhirnya mencetak gol lewat Nelson.

Arteta mengatakan bahwa ia sekarang tahu apa yang timnya butuhkan ketika kalah dan apa yang mereka butuhkan ketika menang. Bak tim baru lahir, Arsenal masih rapuh dan perlu dipandu. Ketika menang, kesombongan merayap masuk dan pressure hilang, pemain mulai lebih relax dan jadinya tidak bisa mempertahankan konsistensi.

I am learning every day about them. How they react when they lose, what they need when they lose, what they need when they win as well. And as well, how can they react when they want to. Because before that, obviously everybody said it was a physical issue that we could not sustain a certain rhythm or intensity throughout the game. Look how they finished tonight. After 94 minutes they kept going and this is here and this is there. This is what they have to understand as a team.

Mengubah mental tim menjadi mental juara tidaklah mudah. Perlu upaya luar biasa dan tim yang menyatu. Semua orang setuju dan ikut dalam kereta ini. Arteta mengatakan masalah fisik tidak menjadi masalah (sebagaimana di pertandingan lawan Chelsea dan MU). Ketika para pemain niat, mereka terus berjuang sampai peluit akhir berbunyi. 94 menit melawan Leeds yang sangat physical dan pemain Arsenal tidak berhenti mengejar di babak kedua. Hal ini yang harus mereka pahami, dan alami bersama, sebagai satu tim.

Pada akhirnya, para pemain yang akan menikmati kemenangan. Mereka bisa memilih menderita di lapangan dan di akhir pertandingan, atau berjuang bersama, menderita fisik tapi happy di akhir pertandingan. Saat ini pemain Arsenal mulai memahami langsung (lewat pengalaman), perbedaan tim medioker dan tim juara. Setelah 18 bulan di-brainwash oleh pelatih medioker dan tahun-tahun belakangan era Wenger yang memang miskin konsistensi.

Dan kemudian, bermain seperti ini setiap minggu, setiap pertandingan, setiap sesi latihan. Hanya dengan demikian Arsenal bisa diubah menjadi tim dengan mental juara.

Perubahan Taktik

Tentunya hanya bermodal semangat saja tidak bisa mengubah sebuah tim serta merta menjadi tim juara. Ada perubahan taktik dan posisi pemain agar tim bisa merebut bola dengan waktu dekat, upaya minimal. Itu tugas pelatih. Tulisan Michael Cox di The Athletic mengupas perubahan ala Arteta ini dengan sangat baik. Saya rangkum sedikit di sini.

Formasi di atas kertas Arsenal adalah 4-2-3-1 tapi di atas lapangan formasi itu berubah menjadi 4-4-2 saat bertahan dengan Ozil dan Lacazette di depan dan 2-3-5 saat menyerang. Maitland-Niles berubah dari RB ke RCM dan Saka / Kolasinac maju dari LB ke LW. Lihat grafik di bawah ini. Dengan 5 pemain menyerang dan 5 pemain bertahan, Arsenal stretching lawan melebar sehingga memberikan banyak space khususnya untuk Ozil dan Xhaka dalam mengumpan.

David Luiz bersiap mengoper bola ke RW Arsenal, lihat space yang dimilikinya!
Xhaka punya beberapa opsi, lihat space yang terbuka lebar untuk Aubameyang dan Saka

Perubahan formasi ini memungkinkan Arsenal bermain operan pendek maupun panjang, dan cukup banyak space untuk winger berlari. Umpan satu-dua yang sudah lama hilang dari peredaran muncul kembali.

Dengan formasi seperti ini juga, saat kehilangan bola, Arsenal bisa dengan cepatnya mengerumuni pemain lawan yang memegang bola dan memutus jalur operan bola. Bila pressing awal gagal, maka Arsenal kembali ke formasi 4-4-2 blok bertahan yang rapat menutup lini tengah.

Mengagumkan apa yang bisa dicapai dengan perubahan sedikit formasi dan eksekusi yang konsisten.

Kita baru di chapter pertama revolusi mental Arteta, sangat menarik melihat apa yang akan dilakukannya di pertandingan malam ini, melawan Crystal Palace tandang.

Pertandingan ini akan sangat berarti untuk satu pemain. Ajang redemption untuk Granit Xhaka. Semoga kemenangan dan penampilan gemilang menjadi balasan yang pas untuk aib tahun lalu yang mengakibatkan ban kaptennya dicopot.

Kita ingin menyaksikan revolusi mental Xhaka malam ini. Semoga terjadi.

The Arteta Way

WBMikel_1600x900
Mikel Arteta, Arsenal New Head Coach (20 Dec 2019)

Momen bersejarah baru ini mendorong saya untuk kembali menulis blog setelah sekian lama non-aktif. Blog terakhir saya di bulan Februari 2018 tentang nonton langsung North London Derby yang ternyata juga menjadi musim terakhir Le Boss, orang yang paling saya hormati di muka bumi saat ini. Arsenal tanpa Arsene Wenger berubah. Bukan soal hasil pertandingan, tapi lebih soal bagaimana klub ini dijalankan. Wenger mungkin bisa merasakan itu, maka pesannya “Take care of the values of the club” selain ditujukan kepada fans, juga secara tidak langsung disampaikan kepada board Arsenal.

Berakhirnya Sebuah Era 

Lengsernya Wenger adalah hasil dari pertarungan kekuasaan. Gazidis yang tidak pernah bisa klop dengan Wenger, sudah lama menunggu momen untuk berkuasa. Ia memasang Raul Sanllehi dan Sven Mislintat untuk mengurangi absolute power Wenger di klub. Rekrutmen di musim terakhir itu juga rasanya dilakukan mereka tanpa banyak mendengarkan maunya Wenger.  Dengan performa musim itu yang menjadi musim terburuk Arsenal era Wenger, board Arsenal diyakinkan Gazidis bahwa inilah saatnya untuk perubahan. Karena respek board yang begitu tinggi terhadap Wenger, ia diberikan kesempatan untuk mengucapkan perpisahan sebelum musim berakhir dan mereka dapat memulai proses mencari penggantinya. Buku otobiografi Wenger yang akan terbit pertengahan tahun depan pasti akan mengupas banyak pertarungan kekuasaan di balik layar ini.

Gazidis, Raul dan Sven melakukan pencarian manajer baru sebelum akhir musim sebagaimana audisi bakat reality show. Mikel Arteta yang menjadi unggulan petaruh akhirnya disalip di babak final oleh salesman Unai Emery dengan power pointnya yang spektakuler. Kurang pengalaman, Arteta mungkin tidak menyiapkan diri sebaik itu. Unai datang lengkap dengan timnya yang terdiri dari 6-7 orang. Ia memutar video analisa semua pemain Arsenal dan mengatakan kalau ia tahu bagaimana mengeksploitasi pemain terbaik Arsenal, Aaron Ramsey. Metode homework untuk pemain lewat USB juga dipaparkan. Akhirnya ia berhasil meyakinkan trio kwek kwek bahwa ia manajer yang tepat untuk mengubah nasib Arsenal yang sudah lama tidak masuk Champions League. Saya yakin presentasi Emery dilakukan di siang hari. Kalau tidak, mereka mungkin saat itu akan was-was dengan kemampuan komunikasinya saat ia mengucapkan “Good Ebening”.

Satu setengah musim kemudian, di bawah kepemimpinan Emery, emosi kita diaduk-aduk dengan akhir musim lalu yang anti klimaks, kepergian Ramsey (ironisnya) dan beberapa pemain penting lainnya, sepakbola tanpa identitas, perang dingin manajer dan pemain bintang, manajer yang kehilangan respek pemain, kapten yang ribut dengan fans, dan tentunya yang paling miris 7 pertandingan beruntun tanpa kemenangan, dan itupun kebanyakan melawan klub semenjana.

Krisis Identitas dan Kepercayaan Diri

Saya tidak pernah terinspirasi untuk menulis blog tentang Arsenal di era Emery. Sulit rasanya mengidentifikasikan klub tersayang kita saat melihat timnya bermain di lapangan. Emery adalah tipe pelatih reaktif. Ia menyesuaikan taktik timnya dengan cara bermain lawan. Ia doyan ganti formasi dan ganti starting line-ups. Akibatnya para pemain kebingungan dan tidak terjalin chemistry yang baik antara pemain satu dan yang lain. Kita tidak punya duet striker, duet pemain tengah, ataupun duet pemain belakang yang menetap. Apalagi kombinasi antara pemain tengah dan depan. Bermain dengan Laca dan Auba sangat berbeda. Yang satu memilih lari di channel antara FB dan CB, yang lain memilih drop deep di tengah untuk menerima bola. Para pemain tengah terpaksa mengganti cara passing mereka dari satu pertandingan ke pertandingan lain karena perbedaan gaya ini. Kombinasikan itu dengan 11 varian pemain dan kebingunganlah yang didapatkan. Saat itulah sepakbola Arsenal kehilangan identitas, karena taktik yang terus berganti tergantung lawannya.

Emery juga terlalu tinggi menganggap lawan dan akibatnya merendahkan timnya sendiri. Alih-alih mengeksploitasi kekuatan timnya sendiri, ia memilih mengantisipasi kekuatan tim lawan. Di saat seperti ini, saya jadi ingat kata Wenger:

A football team is like a beautiful woman. When you do not tell her, she forgets she is beautiful.

Krisis kepercayaan diri menjadi tema umum semua pemain Arsenal saat ditanya soal kemerosotan performa di lapangan di musim ini. Ini kegagalan dari empowerment team. Banyak lagi kutipan serupa mengenai kepercayaan diri, fokus kepada kekuatan yang semua ini telah menjadi value Arsenal selama 2 dekade kepemimpinan Wenger.

None of us has all the qualities. But we make our life and our success with one quality that is very strong, and we can diminish our weaker sides a little bit. Once a player has a strong quality, my job is then to give him the confidence.

In my job, the main quality is to be an optimist. You should see what the club is about after big defeats, it’s like a lost war. Everybody is on the floor, so you have to be an optimist and say to people ‘Come on, we are good enough to pick up and win our next game’. Everyone forgets quickly in life how good he is or how good he can be when things go wrong.

Kutipan-kutipan di atas tidak hanya berlaku pada sepakbola, tapi untuk hidup secara umumnya. Inilah nilai-nilai kehidupan, kalau dapat kita hayati dan terapkan.

Atlet cepat melupakan bagaimana bagusnya dirinya ketika ia terus menerus menderita kekalahan. Pemain Arsenal seakan harus diingatkan mereka adalah pemain bagus yang setia menghuni 4 besar, yang berkompetisi untuk trofi. Mungkin Emery terus mengatakan kalau pemain lawan bagus dan lain-lain, jarang memuji pemainnya sendiri, membangku cadangkan pemain terbaiknya hanya untuk membuktikan kuasanya. Mungkin semua hal negatif tersebut diulang-ulang setiap hari di latihan dan akibatnya pemain-pemain Arsenal kehilangan kepercayaan diri.

Hal ini bisa dilihat dari jarak antar pemain yang demikian jauh di lapangan. Kurang compact. CB yang tidak berani pressing dan nempel ke pemain depan lawan karena takut tidak bisa mengejar mereka ketika lolos. Arsenal tidak bermain high pressing, namun tidak juga low block. Saat pemain depannya pressing, pemain tengah tidak ikut, dan pemain belakang jauh di areanya sendiri. Tidak satu komando. Saat lawan lolos pressing, hanya butuh satu dua umpan akurat dan pemain cepat untuk menembus pertahanan Arsenal dan berakhir dengan shot on target. Tidak heran kalau kita memberikan begitu banyak peluang tembakan kepada lawan dengan cara bermain seperti ini. Cara bermain yang kekurangan percaya diri.

Hal pertama yang diucapkan para pemain saat Emery diganti oleh Ljungberg sebagai head coach sementara adalah Ljungberg memahami pemain karena ia adalah mantan pemain. Secara tidak langsung mereka ingin mengatakan kalau Emery tidak memahami mereka. Mungkin Emery memainkan mereka bak main Football Manager. Memasang starting line up sesuai analisa videonya dari tim lawan, mengganti taktik dan formasi dari satu game ke game lain, pencet tombol simulasi dan tunggu hasilnya. Gagal, coba lagi dengan formasi lain. Sisi humanisnya, sisi personal touch dengan berdiskusi dengan pemain tidak ada. Ia jelas tidak mengatakan kepada Mesut Ozil kalau dirinya beautiful… Tidak ada fitur itu di Football Manager (entah kalau versi terbarunya). Emery lupa bahwa saat pertandingan berlangsung, yang menjalankannya adalah para pemain bola, bukan pelatih, sekeras apapun teriakannya di lapangan.

Akhirnya, tidak ada pemain Arsenal yang bersedia bermain untuknya. Bahkan kapten andalannya pun kecewa ketika “dikorbankan” oleh Emery dan akhirnya menjadi sasaran amuk massa. Lebih lagi ketika Emery tidak membelanya. Semua aksi seperti itu diperhatikan semua pemain dan mereka kehilangan respect dan kepercayaan pada pelatihnya. Singkat kata, Emery lost the dressing room and then he lost the job.

Revolusi Arteta

Sejak awal saya menginginkan Arteta sebagai head coach baru Arsenal. Sejak menjadi pemain Arsenal, ia sudah menunjukkan leadershipnya yang sangat kuat. Interview terakhirnya di majalah Arsenal juga menunjukkan keinginan kuatnya untuk menjadi manajer sepakbola. Alih-alih melanjutkan kariernya di klub-klub kaya di China atau MLS di USA, atau menjadi pundit sepakbola sebagaimana Thierry Henry dan beberapa mantan pemain Premier League, Arteta langsung memilih meniti karier sebagai asisten manajer Manchester City di bawah manajer terbaik dunia, Pep Guardiola. Ia tidak mau membuang waktu. Ia punya ambisi, kepercayaan diri, dan belief ia akan menjadi manajer Arsenal di masa depan. Saat itu ia mengatakan kepada staf-staf di Arsenal bahwa ia akan keluar dari klub untuk menuntut ilmu dulu, dan kembali saat ia siap. Karakter yang sangat kuat dan kepercayaan diri yang tinggi. Keyakinannya dan hasil kerja kerasnya akhirnya terbayar sekarang.

Tidak mudah untuk Arsenal menunjuk Arteta menjadi head coach yang baru tanpa pengalaman menjadi manajer. Namun Arteta memiliki banyak hal yang membuat ia lebih unggul dari kandidat lainnya. Ia menjadi kandidat yang paling cocok untuk Arsenal di saat value Arsenal yang dipertegas di era Wenger semakin terkikis. Arsenal tidak memiliki komunikator yang baik saat ditimpa krisis, sebagai PR dan sekaligus penegak nilai Arsenal. Acuan moral klub. Emery tidak bisa melakukan peran itu dan board juga tidak mau muncul ke depan untuk menahan peluru dari fans dan media. Saat Koscielny menjadi pemberontak, misalnya. Saat Ozil sering bolos dengan izin sakit. Saat Xhaka emosional di-boo supporter. Saat gosip seputar keterlibatan super agent dalam transfer pemain dan kemudian munculnya prospek Nuno Espirito Santo menjadi headh coach baru Arsenal karena pengaruh Jorge Mendes. Saat ada dugaan Raul menggunakan koneksi super agentnya untuk transfer pemain dan membayar di atas harga pasar. Semua rumor yang bertentangan dengan value Arsenal yang berawal dari Victoria Concordia Crescit. Victory grows out of harmony.

Arsenal website punya section The Arsenal Way, yang mendefinisikan nilai-nilai Arsenal dari sisi sejarah maupun korporasi. Bagi saya yang tidak tinggal di Islington, Jalan Arsenal adalah hal-hal yang dilakukan dengan benar, berintegritas, manusiawi dan harmonis. Semua kutipan dari Wenger mengenai sepakbola, indahnya manusia dan kepercayaan diri adalah bagian tak terpisahkan dari Jalan Arsenal.

Arteta mengerti itu.

Pada kesempatan pertamanya bicara pada pers, ia tampil sangat menawan. Komunikasinya lugas dan cerdas. Pertama ia berterima kasih kepada Arsene Wenger yang melihat kualitas dirinya, membawanya ke klub yang sudah lama diidolakannya, menjadikannya kapten, membuatnya jatuh cinta dan dengan demikian memberinya peluang untuk menjadi The Boss baru Arsenal.

Arteta mempelajari pentingnya sentuhan personal dan juga modernitas taktik dari dua manajer hebat. Ia juga belajar bagaimana menyampaikan pesannya dengan sederhana kepada pemain. Ia memulai dari dasar. Pertama, bermainlah dengan agresif, saling mendukung, dan bertanggung jawab. Akuntabilitas adalah isu di mana-mana tidak cuma di sepakbola. Semua manajer yang baik tahu bahwa untuk menciptakan tim yang mampu berperforma baik, perlu adanya komitmen bersama yang kemudian ditindaklanjuti dengan hasil dan akuntabilitas. Manajer perlu menjadi ruthless, pertama memberikan kesempatan, dukungan dan arahan namun kemudian juga menyingkirkan mereka yang tidak berkomitmen dan tidak perform. Arteta memulai hal itu dengan timnya. Siapapun pemain Arsenal yang tidak tampil 100% dan tidak mengikuti instruksinya akan disingkirkan. Harmoni artinya semua bagian dari tim memiliki satu tujuan yang sama dan berkomitmen untuk mencapainya bersama.

Untuk bisa mendapatkan komitmen itu, ia perlu meyakinkan semua pemain dahulu bahwa Jalan yang akan ia tempuh adalah jalan yang akan membawa pada kemenangan, dan kesuksesan.

Ia tidak bicara soal taktik dahulu. Di pertandingan lawan Everton terlihat bagaimana David Luiz dan Granit Xhaka yang biasanya tidak agresif dalam tackle atau interception melakukannya dengan baik. Saya sangat terkesan dengan Luiz yang menempel dekat pemain penyerang lawan dan berhasil dalam duel 1 on 1 dalam banyak kesempatan. Xhaka juga track back, intercept, tackle. Semua pemain bekerja keras untuk tidak memberikan peluang menyerang Everton. Hasilnya clean sheet pertama setelah sekian lama. Yang masih kurang adalah bagaimana menyerang dengan baik dan itu akan hadir seiring dengan waktu Arteta berlatih bersama tim. Kita mesti bersabar karena seperti kata Wenger lagi, kepercayaan diri itu seperti turun lift dan naik tangga. Hilang dengan cepat dan hanya bisa dibangun perlahan.

Banyak sudah beredar artikel mengenai bagaimana Arteta melatih pemain-pemain City untuk menjadi lebih baik lagi. Sterling, Sane adalah contoh apik. Kita menunggu polesan Arteta terhadap pemain-pemain muda Arsenal. Emile Smith Rowe dan Bukayo Saka adalah jebolan akademi Arsenal terbaik yang menunggu golden touch Arteta. Kita masih punya Martinelli, Tierney, Nelson, Willock, Guendouzi dan Saliba yang akan bergabung musim depan. Kemudian Ceballos dan Pepe yang juga belum menunjukkan performa terbaiknya di Premier League. Di tim U23, pemain muda berlimpah bakat juga siap menunggu giliran.

Bagi Arteta, ada 4 hal penting yang ia inginkan sebagai pondasi dasar timnya: komitmen, akuntabilitas, agresi dan gairah untuk memainkan sepakbola dan mewakili klub ini.

The priority, as I said before, is what we are going to transmit on the team, is a reflection of the demands we are going to put on them every day in training. That’s commitment, accountability, aggression and passion to play this sport and to represent this football club.

This is the basic I am going to demand from them, and from there we can start to build things and improve all the things, obviously, that have to be done as quickly as possible, but if we don’t have this in the right manner, I think it will be difficult.

Musim ini, empat besar mungkin bisa kita lupakan karena begitu jauhnya posisi Arsenal di klasemen. Mari hilangkan ekspektasi tinggi agar setiap proses lebih bisa kita nikmati secara natural. Sebagai Gooners, yang bisa kita lakukan adalah memberikan waktu untuk Arteta bekerja dan mendukungnya. Yang pasti minggu per minggu kita akan melihat perbaikan penampilan Arsenal. Saya yakin.

Setelah lebih dari 20 tahun mendukung Arsenal, saya sudah menyaksikan pemain bintang datang dan pergi. Hal ini juga akan terjadi sekarang. Mungkin kita akan kehilangan Ozil, Aubameyang atau bahkan Lacazette. Tidak masalah, karena kita sekarang mendapatkan talenta pelatih emas di Arteta, yang tidak muncul setiap tahun. Pelatih yang akan menghasilkan puluhan pemain bagus di klub ini, yang akan bermain sesuai identitas Arsenal. Saya percaya Arteta akan dapat menghadirkan kembali sepakbola menyerang yang merupakan perwujudan dari The Arsenal Way daripada sepakbola reaktif ala klub semenjana. Sepakbola protagonist yang gagal diwujudkan oleh Unai Emery.

The New Arsenal Way is The Arteta Way.