Reinkarnasi Raja FA Cup

Arteta saat Arsenal menjadi juara FA Cup 2014

Malam ini, kita akan menyaksikan kemungkinan ditanamnya tonggak bersejarah pertama Arsenal era Arteta, kali ini dari pinggir lapangan. Di Final FA Cup 2014, Arteta memimpin skuad Arsenal di lapangan sebagai kapten pada hari bersejarah itu. Hari itu bersejarah, bisa menjadi hari yang membahagiakan karena mengakhiri masa penantian selama 9 tahun untuk trofi (trofi terakhir Arsenal saat itu FA Cup 2005) atau memperpanjang musim kering tanpa trofi klub. Meskipun Dennis Bergkamp pernah berujar kalau ia sangat menyukai Arsenal, dengan ataupun tanpa trofi, kita sebagai fans tentunya ingin sekali merasakan menjadi juara lagi, setelah sekian lama bersabar.

Saya masih ingat saat itu saya nonton bareng Final FA Cup 2014 yang diselenggarakan AIS Jakarta di Flavor Bliss Alam Sutera. Tulisan mengenai malam itu masih bisa dibaca di blog ini. Gooners mungkin juga masih ingat betapa hebatnya detak jantung kita saat Hull City memimpin 2-0 dan Arsenal butuh extra time dan gol ajaib Aaron Ramsey untuk memenangkan final tersebut. Malam itu menjadi malam yang sangat membahagiakan bagi fans Arsenal di generasi tersebut. Buat saya, lebih nikmat rasanya daripada saat Arsenal menjadi Invincibles, karena masa penantian untuk meraih trofi yang sangat lama. Bak air hujan yang baru turun setelah satu tahun masa kering, tentunya akan teraasa jauh lebih nikmat.

Semenjak itu, FA Cup seakan menjadi langganan Arsenal. Final berikutnya terjadi di tahun 2015 dan kemudian di 2017 dan keduanya dimenangkan Arsenal. Wenger pensiun sebagai manager dengan 7 trofi FA Cup dan berkontribusi untuk menorehkan sejarah Arsenal sebagai klub yang masuk ke final FA Cup terbanyak (20 final) dan juara FA Cup terbanyak (13). Pendek kata, Arsenal adalah Rajanya FA Cup dengan persentase 65% kemenangan di final sepanjang sejarah turnamen ini.

Mau tahu cerita di balik setiap kemenangan final FA Cup Arsenal, bisa cek di wikipedia, saya bantu dengan linknya: The Thirteen Classics (1930193619501971197919931998200220032005201420152017). Fakta lain yang menarik adalah dari semua final FA Cup Arsenal di bawah asuhan Wenger, ia hanya kalah di tahun 2001 dari Liverpool. Tujuh dari delapan final dimenangkannya sehingga persentase kemenangannya adalah 87.5%. Berbeda dengan 9 musim pertama Arsenal era Wenger yang memang mampu bersaing di semua kompetisi major dan FA Cup bukanlah trofi utama yang diincar, 3 trofi juara FA Cup Arsenal terakhir lebih berfungsi sebagai pelipur lara di akhir hasil Premier League yang mengecewakan. Meskipun demikian, 3 trofi FA Cup dalam 4 tahun (2014-2017) sempat memberikan secercah harapan kepada fans bahwa Arsenal bisa bangkit kembali untuk bersaing memperebutkan gelar juara liga. Sayangnya prestasi Arsenal semenjak musim 2016-2017 semakin merosot, dari peringkat 2 di musim 2015-2016, turun ke-5, 6, 5 dan terakhir di peringkat ke-8 musim ini. Dan malam ini kita kembali dihadirkan kemungkinan adanya pelipur lara untuk Gooners musim ini. Malam ini Arteta diberikan kesempatan mencetak rekor baru Arsenal di kompetisi ini, kemenangan ke-14 di turnamen sepakbola tertua di Inggris.

FA Cup Arsenal-nya Arteta

Walaupun peringkat akhir Arsenal di akhir musim ini yang terburuk dalam 25 tahun terakhir ini, Gooners yang mengikuti dengan cermat kiprah Arteta tidak akan terlalu bersedih saat memikirkannya. Identitas sepakbola tim ini mulai terlihat, demikian juga perkembangan mayoritas pemain Arsenal di bawah asuhan Arteta. Kita telah move on dari sepakbola era Emery yang membosankan. FA Cup sebenarnya dapat menjadi barometer yang tepat untuk menilai Arsenal-nya Arteta karena dari pertandingan pertama sampai final, tim ini diasuh olehnya.

Hasil Pertandingan Arsenal di FA Cup 2020

Dari screenshot di atas, bisa dilihat perjalanan Arsenal di turnamen ini. Arsenal memulai dengan mengalahkan timnya Marcelo Bielsa yang sedang naik daun di Championship (akhirnya mereka memenangkan Championship dan akan promosi ke Premier League musim depan). Pertandingan-pertandingan berikutnya semua dimenangkan dengan tidak mudah. Kemudian tibalah pertandingan melawan tim solid Sheffield United yang sangat menentukan, yang mana mental tim Arsenal diuji habis. Ceballos tampil sebagai pahlawan dengan mencetak gol kemenangan di menit terakhir.

Pertandingan melawan Manchester City di semifinal adalah penampilan terbaik Arsenal musim ini. Secara taktik dan mental Arsenal unggul atas Manchester City malam itu. Malam ini kita membutuhkan penampilan Arsenal yang sama, pertahanan yang solid dan counter attack yang mematikan. Build up yang tenang dan eksekusi finishing yang efisien. Arteta sudah membuktikan diri kalau ia bisa sangat tenang dan berpengaruh terhadap timnya, di big match melawan Liverpoold an Manchester City. Ia mampu memotivasi pemainnya untuk memberikan lebih dari 100%. Malam ini, semua pemain tahu, kemenangan di FA Cup ini akan sangat berarti bagi Arteta dan juga bagi kepercayaan diri mereka sendiri untuk musim mendatang.

Chelsea

Chelsea menutup musim ini dengan lolos ke Champions League. Hasil yang luar biasa untuk manajer muda Frank Lampard, terutama mengingat prestasi ini dicapai di tengah larangan transfer Chelsea. Mengandalkan pemain muda binaan akademi dan pemain baru satu-satunya Christian Pulisic yang berhasil dibeli sebelum larangan transfer, Frank Lampard berhasil menstabilkan kapal yang akhirnya berlabuh dengan mantap di peringkat keempat di akhir musim. Penampilan mereka sejak Project Restart cukup stabil dengan beberapa penampilan menonjol dari Giroud, Pulisic dan Mason Mount, tiga penyerang yang sangat berbahaya.

Di belakang mereka ada Kovacic yang penampilannya di musim ini lebih baik lagi semenjak dipermanenkan. Jorginho siap dengan umpan-umpan panjangnya kalau tidak sedang menjatuhkan diri teatrikal. Di sayap, James dan Alonso adalah wing back ofensif yang akan selalu maju menyerang. Chelsea akan bermain dengan 3-4-3, formasi yang sama dengan Arsenal.

Predikisi line-up kedua tim

Pulisic akan menyerang lewat dribble dan penetrasi di sisi kanan Arsenal dan Mount lewat crossing. Kedua pemain sayap ini sangat sering masuk ke dalam dari sayap untuk membiarkan overlapping dari wingback Chelsea. Keduanya sangat berbahaya, Mount dengan 8 gol dan 5 assist, Pulisic dengan 10 gol dan 7 assist untuk Chelsea musim ini.

Bila ada hal negatif dari kedua pemain sayap ini adalah keengganan mereka dalam melakukan tracking back. Hal ini bisa dieksploitasi pemain sayap Arsenal saat counter attack.

Giroud adalah pemain depan yang hold up play-nya lebih baik daripada semua striker Arsenal saat ini. Ia akan menjadi “bumper” untuk kedua pemain sayap ini dalam melakukan operan-operan pendek. Selain itu ia akan menjadi target man Chelsea yang demen crossing dari sayap. Dari 8 golnya musim ini di Premier League, 6 gol terjadi setelah Project Restart. Ia seperti lahir baru setelah lock-down Covid-19.

Untuk mengantisipasi pemain sayap Chelsea, Arteta bisa memilih menurunkan Ainsley Maitland-Niles dahulu. Namun bila ia ingin bermain lebih ofensif, Saka akan menjadi opsi yang lebih baik untuk menyerang sisi kanan Chelsea, berkombinasi dengan Aubameyang dan Xhaka. Sisi kiri Arsenal saat Saka bermain jauh lebih hidup dan ia memberikan kemampuan untuk memainkan kombinasi umpan pendek di sisi kiri lapangan.

Pemain depan Arsenal tidak kurang berbahaya. Di semua kompetisi musim ini Aubameyang mencetak 27 gol dan 3 assist, Pepe dengan 8 gol dan 9 assist, Lacazette dengan 12 gol dan 4 assist. Bila Saka (4 gol dan 11 asssist) dimainkan, daya serang Arsenal akan lebih kuat daripada Chelsea.

Perbedaan yang sangat jelas antara pemain depan Arsenal dan Chelsea adalah direct vs short pass. Chelsea akan bermain dengan umpan-umpan pendek sehingga akan bisa lebih lama dalam ball possession saat menyerang. Sebaliknya pemain depan Arsenal adalah tipe direct semua dan tidak nyaman dengan umpan-umpan pendek di sepertiga lapangan terakhir. Inilah kesulitan yang dialami Arsenal untuk membongkar dan penetrasi low block lawan. Dengan perbedaan style ini, Arsenal akan memilih bermain counter attack dan high pressing dan Chelsea sepertinya akan lebih dominan dalam ball possession.

Konsentrasi

Bukan rahasia umum lagi kalau masalah terbesar David Luiz adalah dirinya sendiri. Pemain dengan rekor memberikan 5 penalti musim ini harus fokus penuh dan menjadi tonggak utama pertahanan Arsenal malam ini, jika Arsenal ingin juara. Luiz di hari terbaiknya bisa tampil sangat baik, menghalau umpan crossing lawan dengan mudahnya dan memotong umpan cutback dari sayap ke pemain striker lawan. Tierney akan diberikan tugas untuk membantunya dan Holding di kanan. Ketiga pemain ini akan menjadi kunci suksesnya Arsenal malam ini.

Di tengah, duet Xhaka dan Ceballos semakin padu dan solid. Tidak ada yang perlu dikuatirkan soal lapangan tengah. Ceballos terutama seakan terlahirkan kembali. Ia melakukan interception, recovery, clearance, tackling dengan sangat baik di setiap pertandingan dan umpan-umpannya pun sangat akurat. Soal konsentrasi, lini tengah ini jauh membaik setelah Project Restart.

Di lini depan, trio Aubameyang, Pepe dan Lacazette semakin berbahaya. Pepe dan Auba terutama semakin terasa kliknya. Saat counter attack, ketiga pemain ini rasanya bisa mengatasi 3 CB Chelsea yang tidak begitu solid.

Emi Martinez

Pertandingan ini penting bagi semua pemain, staf dan fans Arsenal namun pertandingan ini memiliki makna paling spesial untuk Emi Martinez. Pemain yang sudah bergabung dengan Arsenal selama 10 tahun ini mengawali musim ini sebagai kiper cadangan namun sangat mungkin mengawali musim depan sebagai kiper utama Arsenal. Tidak ada yang kurang dari penampilan Emi setelah Leno cedera. Kelebihannya dibanding Leno adalah dalam menangkap bola hasil crossing. Dengan tubuhnya yang lebih tinggi, Emi sering menggagalkan serangan dari sayap lawan dengan mudahnya, menjemput bola sebelum menyentuh kepala pemain lawan, hal yang sangat dibutuhkannya malam ini.

Emi berlatih sangat keras selama lock-down dan dewi fortuna pun memberikannya kesempatan. Ia memiliki rasa percaya diri yang sangat tinggi, dan belief bahwa ia pantas menjadi kiper utama Arsenal. Saat ini ia berkesempatan meraih trofi pertamanya sebagai kiper di kompetisi utama, hasil jerih payah dan semangat tidak menyerah.

Percaya Arteta

Dua petandingan pasca kemenangan fantastis lawan City sempat mengurangi kepercayaan diri fans Arsenal akan kemampuan timnya. Arsenal kalah 1-0 melawan Aston Villa dan menang 3-2 lawan Watford dengan memberikan kesempatan Watford untuk kembali ke pertandingan setelah unggul 3-0. Dan kedua tim papan bawah ini sedang berjuang menghindari relegasi. Gooners mulai membayangkan skenario buruk musim lalu, di mana Arsenal dihajar Chelsea 1-4 di final Europa League, yang membuyarkan mimpi kembali ke Champions League saat itu. Hal itu bisa saja terjadi, namun saya percaya Arteta dan timnya mampu menghindari skenario terburuk itu.

Melawan Aston Villa, terlihat jelas tim Arsenal yang lelah dan terkuras mentalnya. Skuad ini tidak memiliki kedalaman sebaik tim besar lainnya sehingga pemain yang notabene sama terus digunakan Arteta. Lawan Watford, Arsenal sedikit melepas pedal gas setelah unggul 3-0. Arteta jelas sangat marah dengan penampilan yang inkonsisten tersebut. Satu minggu telah berlalu dan tim ini mestinya memiliki persiapan mental dan fisik yang cukup untuk pertandingan hari ini. Kondisi mental mereka perlu kembali seperti 2 minggu lalu, saat melawan Liverpool dan kemudian tiga hari kemudian melawan Manchester City. Arsenal di malam tersebut bisa mengalahkan tim manapun di liga ini.

Keyakinan terhadap Arteta paling jelas hadir dari para pemain. Hampir semua pemain (kecuali Ozil dan Guendouzi) memuji cara melatih dan manajemen Arteta. Mereka tidak menyangka Arteta akan sehebat ini. Taktik yang direncanakannya berhasil dieksekusi di lapangan dan terbukti efektif. Kemenangan demi kemenangan, terutama hasil perencanaan matang melahirkan kepercayaan terhadap managernya. Mereka ingin terus bersama Arteta meraih kesuksesan di masa depan dan memenangkan FA Cup ini akan menjadi bukti dari kepercayaan mereka.

Saat Arteta dan rekan-rekannya memenangkan FA Cup 2014, mereka melakukannya untuk manager-nya, Arsene Wenger. Saat itu bila Arsenal kalah, maka kontrak Wenger tidak akan diperpanjang. Wenger selalu membela dan melindungi pemainnya, dan di malam final tersebut, semua pemain Arsenal ingin memberikannya sebuah trofi penting, sebagai wujud terima kasih mereka atas kepercayaannya terhadap mereka. Mereka masih ingin memperpanjang babak akhir Wenger bersama Arsenal. Mengingat malam itu, Arteta berujar:

“I mention Arsène because we felt the responsibility to respond to him. He really deserved it because of the way he defended us. He protected all the players through some difficult moments and it was a moment of gratitude towards him from all of the players to say: ‘He deserves it, we want to stay with him.’ The best possible way to help was to win that trophy.”

Di FA Cup kali ini kondisinya berbeda. Kita baru saja membuka babak baru Arsenal bersama Arteta. Kemenangan malam ini bisa menjadi penting dan mempermudah persiapannya musim depan, dari soal kepercayaan diri pemain, mempertahankan pemain bintang, mendatangkan pemain baru (karena budget yang bertambah), namun tidaklah sesignifikan menjuarai trofi di tahun 2014, karena satu hal: waktu. Arteta memiliki banyak waktu untuk membenahi tim ini, menang ataupun kalah malam ini. Ia baru memulai revolusi-nya.

Namun bila Arsenal-nya Arteta menang malam ini, maka kita bolehlah meresmikan reinkarnasi raja FA Cup. Arsenal sebagai raja FA Cup di era Wenger, akan terlahir kembali di tangan muridnya, sang putera mahkota. Semoga kemenangan malam ini akan menjadi awal dominasi baru Arsenal, yang kita harapkan tidak hanya terbatas di FA Cup saja. Walaupun kita tidak bisa selebrasi bareng malam ini, saya rasa tidak ada yang menentang kalau tengah malam ini suasana di rumah akan sedikit dikejutkan dan diramaikan dengan seruan kemenangan.

Come On You Gunners!

Advertisement

Arteta Masterclass

FA Cup 2020 Semi Final – Arsenal 2-0 Manchester City – Wembley Stadium, London

Akhirnya setelah 25 pertandingan (14 menang, 6 seri dan 5 kalah) Revolusi Mental Arteta menunjukkan hasilnya. Dalam 4 hari, Arsenalnya Arteta mengalahkan dua tim terbaik di Premier League, Liverpool 2-1 dan Manchester City 2-0. Kedua tim tersebut dikalahkan dengan persiapan taktik yang cemerlang, eksekusi di lapangan yang hampir tanpa cela, dan penampilan tim yang luar biasa. Di atas kertas, kualitas pemain Arsenal jelas masih kalah dari kedua klub tersebut. Karena itu Arteta memilih untuk bermain bertahan sambil mengincar serangan balik yang efektif. Namun, seperti yang telah dirasakan semua tim yang memilih bertahan melawan kedua tim tersebut, kekalahan hampir pasti terjadi tanpa adanya game plan yang jelas untuk menyerang balik.

Arteta sendiri mengakui bahwa masih ada kesenjangan antara kualitas timnya dengan kedua tim tersebut. Namun baginya, dalam hal kepercayaan diri, akuntabilitas, dan gairah bermain sepakbola, timnya telah dapat menutup kesenjangan tersebut. Pemain Arsenal bermain untuk sesama, berjuang untuk setiap bola, menutup celah yang ditinggal rekannya dan terlihat sangat solid dalam bertahan maupun menyerang. Saat Arteta bergabung kembali dengan klub ini sebagai manager baru, ia mengatakan ada empat kualitas yang ia inginkan sebagai pondasi dasar timnya.

The priority, as I said before, is what we are going to transmit on the team, is a reflection of the demands we are going to put on them every day in training. That’s commitment, accountability, aggression and passion to play this sport and to represent this football club.

This is the basic I am going to demand from them, and from there we can start to build things and improve all the things, obviously, that have to be done as quickly as possible, but if we don’t have this in the right manner, I think it will be difficult.

Hanya dalam 25 pertandingan, tim yang dilatihnya ini telah berada dalam jalur yang diinginkannya. Pondasi dasar dari timnya terlihat jelas dan telah membuahkan hasil yang luar biasa. Para pemain mengikuti instruksinya karena mereka bisa merasakan hasilnya. Bak pengikut Messiah yang merasakan langsung kebenaran dari kata-katanya berwujud dalam pengalaman nyata, kepercayaan The Gunners terhadap sang manager pun semakin bertumbuh, begitu pula kepercayaan diri mereka pribadi. Sekarang mereka percaya kalau mereka mampu bersaing dengan tim juara di liga ini, karena telah mencicipi indahnya kemenangan atas tim juara. Mental mereka telah mengalami revolusi di tangan Arteta.

Selain revolusi mental, Arsenal juga memperlihatkan penguasaan taktik yang komplit. Arsenal mencetak gol saat melawan Liverpool lewat high pressing terhadap pemain bertahan dan kiper lawan. Tidak peduli yang dihadapinya adalah dua pemain termahal Liverpool, Lacazette dan Nelson berhasil mencetak gol setelah Van Dijk dan Alisson melakukan kesalahan besar akibat high pressing Arsenal. Lawan City, Arsenal mencetak gol lewat cara lain, build up play sempurna dari belakang. Melibatkan 10 pemain dan 18 operan, Aubameyang mencetak gol pertama Arsenal hasil bola yang terus mengalir tanpa bisa dihentikan oleh pressing pemain City. Pep Guardiola terpaksa menelan pil pahitnya sendiri, yang ironisnya diberikan oleh mantan asisten manager-nya.

Gol kedua Arsenal melawan City hadir dari counter attack cepat, operan lob cemerlang dari Tierney setelah menerima back pass dari Pepe disambut dengan timing lari yang pas dari Aubameyang yang sekilas memberikan kita bayangan akan Thierry Henry yang lari dari channel kiri ke tengah sebelum kemudian mencetak gol. Aubameyang tidak mengecewakan harapan kita dan berhasil mencetak gol nutmeg salah satu kiper termahal di Premier League dengan santainya. Tim ini telah membuktikan kalau mereka bisa mencetak gol lewat cara apa saja – pressing tinggi, build up play, counter attack dan set piece. Arsenal-nya (perlengkapan senjata) komplit sudah.

Tentunya perjalanan menuju pencapaian saat ini tidaklah mudah. Ada pengorbanan, kerja keras dan konflik. Saya akan mencoba menuliskan beberapa hal berbeda yang dilakukan Arteta terhadap pemainnya yang kemudian berbuah positif dengan makin solidnya tim yang percaya penuh dengan kepemimpinannya.

Man Management Skill

Dalam salah satu ilmu manajemen untuk menciptakan high performance team, pondasi dasar paling penting adalah membangun Trust, kepercayaan. Pemain mesti percaya kepada manager-nya dan kepada rekannya. Dan Trust ini selalu dimulai dari kepemimpinan yang terbuka. Arteta berulang kali menegaskan bahwa ia selalu terbuka terhadap pemainnya. Ia siap bicara dengan lugas dan tidak akan segan dalam menyampaikan pendapatnya terhadap pemainnya. Dengan demikian ia memperlihatkan sikap yang fair dan tidak pilih kasih. Sebaliknya, pemain yang tidak bisa terbuka dengannya, untuk memenuhi standarnya dalam latihan, tidak akan dimainkan. Namun hal itu tidak berlaku untuk selamanya, begitu pemain tersebut berubah dan kemudian memperlihatkan perbedaan di latihan, maka ia dapat masuk kembali ke tim. Arteta tidak takut dengan konflik namun ia tetap berusaha untuk bersikap adil terhadap semua pemain.

Xhaka dan Ceballos menjadi contoh terbaik manajemen personal Arteta. Tidak heran mereka berdua sekarang membentuk partnership yang sangat solid. Setelah mereka berdua, Mustafi yang termarjinalkan juga kembali menunjukkan performa terbaiknya. Demikian juga Pepe yang meningkatkan usahanya dalam latihan dan kembali mendapatkan tempat di starting line up. Lacazette menemukan kembali kepercayaan dirinya. Luiz selalu mendapatkan kepercayaan Arteta walaupun melakukan kesalahan fatal saat restart liga melawan City. Pemain-pemain muda seperti Saka, Nketiah, Willock dan Nelson selalu mendapatkan kesempatan bermain ketika mereka siap. Arteta tidak takut memainkan mereka.

Di sisi lain, Arteta tidak sungkan untuk mengisolasikan pemain jika pemain tersebut tidak 100% dan sikapnya membahayakan kinerja tim. Guendouzi dan Ozil menjadi “korban” dari kebijakan ini. Guendouzi yang keras (dan besar) kepala menolak meminta maaf karena sikapnya setelah game lawan Brighton tidak mendapatkan tempat lagi di tim. Ia lebih mementingkan egonya daripada timnya. Jika situasi ini terus berlanjut, Guendouzi bakal dijual sebelum musim baru dimulai.

Untuk Ozil, semenjak restart liga tampaknya ia belum menampilkan upaya 100% saat latihan. Kata Arteta mengenai Ozil yang absen sejak pertandingan pertama setelah Premier League bergulir kembali:

I have been very open with Mesut from day one.

Since I joined I thought that he was fit and he was willing and he wanted to perform at the level he can do.

The moment I see that he is ready again to do that, I will treat him like anybody else. I think I’ve been more than fair with him and I think he has responded in many games the way I want. That’s it.

Bila Ozil tidak mau berusaha sekeras rekan-rekannya, artinya ia juga lebih mementingkan egonya daripada timnya, dan pasti akan dilepas juga sebelum musim baru dimulai walau tidak mudah karena gaji per minggunya yang telah tinggi. Namun bila Ozil memilih makan gaji buta daripada bermain sepakbola secara konsisten setiap minggu, maka karier sepakbolanya akan berakhir dengan cepat.

Ainsley Maitland-Niles

Sempat diisukan akan hengkang karena tidak nyaman bermain sebagai Right Back, Ainsley Maitland-Niles tidak dimainkan oleh Arteta untuk waktu yang lama. Perlahan, sebagaimana yang terjadi pada pemain lainnya yang ditangani Arteta, ia mulai berubah dalam sesi latihan, dan akhirnya mendapatkan tugas mulia di pertandingan lawan City. Arteta menurunkannya dengan misi menganulir Riyad Mahrez. Karena taktik spesial ini, Tierney terpaksa bermain sebagai LCB dan Maitland-Niles menjadi left wingback. Mahrez mati kutu sepanjang pertandingan ini karena ditempel ketat oleh lawannya. Satu-satunya peluang bersih yang didapatkannya menjadi satu-satunya shot on goal City yang diselamatkan dengan mudah oleh Emi. Mahrez diganti sebelum babak berdua berakhir dan Maitland-Niles bahkan beberapa kali sempat ikut turun menyerang sisi kanan lapangan City. Sayang saja umpan crossingnya tidak seakurat Saka, kalau tidak City bisa menderita kekalahan lebih besar. 2-0 cukup untuk malam itu.

Di akhir pertandingan Maitland-Niles dipeluk erat oleh David Luiz sang motivator. Arteta juga memeluknya dengan erat sambil mengangkatnya, wujud apresiasi ekseskusi misinya yang sukses besar. Maitland-Niles menambah satu lagi dari sekian banyak pemain yang menjadi lebih baik di bawah penanganan Arteta. Entahlah kalau Guendouzi menonton pertandingan ini atau tidak. Kalau ia punya akal sehat, mestinya ia akan terpengaruh untuk mengubah sikapnya, untuk ikut kereta Arteta yang melaju makin cepat.

Lacazette dan Pepe

Aubameyang mencetak dua gol dengan sangat efisien namun penampilan Lacazette tidak bisa dilupakan. Ia bermain sangat baik sebagai hold up player saat serangan balik dan meneruskan bola dengan progresif, atau mengundang foul lawan. Lacazette melakukan high pressing sepanjang pertandingan. Rivalitasi yang dihadirkan Arteta terhadapnya dengan seringnya memainkan Nketiah yang sangat energik berpengaruh positif terhadap Laca. Golnya saat melawan Spurs menunjukkan sinyal ia kembali ke penampilan terbaiknya.

Di sisi kanan, Pepe juga berkontribusi positif. Ia berperan dalam dua gol Aubameyang, sebagai assister dan pre-assister. Dribblingnya lebih bertujuan, gerakannya lebih fokus, dan kombinasinya dengan Bellerin terlihat semakin baik. Ia juga ikut dalam pressing dan tracking back, berubah total dibandingkan gaya permainannya yang lebih individualis saat pertama kali bergabung di awal musim. Sayang sekali hanya tertinggal tiga pertandingan tersisa di musim ini, di saat trio Laca-Auba-Pepe sedang menuju level yang diharapkan fans sejak awal musim.

Lencioni Model

Kembali ke ilmu manajemen soal high performance team. Saya mempelajari hal ini dalam salah satu training project management. Lencioni membuat model piramid berisi 5 unsur / tahapan perubahan perilaku sebuah tim untuk menghasilkan tim dengan kinerja yang lebih baik. Tim yang mana kinerjanya lebih baik dari gabungan kualitas masing-masing individu anggotanya. The whole is greater than the sum of its parts.

Building a high performance team

Setelah membangun Trust, maka yang berikutnya adalah tim harus tidak takut menghadapi konflik. Perdebatan perlu terjadi karena setelah itu, tim harus mencapai kesepakatan dan semua yang berbeda pandangan awalnya akhirnya harus berkomitmen terhadap keputusan yang satu, metode dan tujuan yang sama. Mereka yang tetap tidak sejalan, dengan terpaksa disisihkan (Guendouzi, Ozil). Dengan komitmen tersebutlah, maka akuntabilitas bisa diterapkan. Pemain yang melakukan kesalahan, mengaku salah dan mendapatkan konsekuensinya. Lebih baik lagi, setiap rekannya akan mencoba cover sehingga kesalahan itu tidak berdampak buruk, sebagaimana Xhaka yang meng-cover kesalah Mustafi malam itu. Karena tim yang berfungsi dengan baik percaya bahwa hasil itu sifatnya kolektif.

Trust -> Conflict -> Commitment -> Accountability -> Results.

Mirip bukan dengan 4 fondasi dasarnya Arteta Way? Saya tidak akan kaget kalau Arteta terinspirasi oleh model manajemen Lencioni ini.

Masterclass

Seperti yang diutarakan di awal, sangat sayang musim ini tersisa 3 pertandingan lagi, ketika Arteta mulai menunjukkan Masterclassnya, berkat tim yang sudah sejalan, yang bernafas dengan detak jantung yang sama. Tidak tanggung-tanggung dua pelatih kawakan, Klopp dan Pep dengan tim yang jauh lebih mahal sudah merasakannya. Di final FA Cup dalam 2 minggu mendatang, Arteta akan berhadapan dengan salah satu dari dua pelatih muda mantan pemain sukses lainnya di dalam Lampard dan Solksjaer, pertarungan yang tidak akan kalah serunya. Final FA Cup ini akan sangat berarti bagi Arteta dan Arsenal: mendapatkan tambahan budget untuk belanja musim depan (karena bisa berpartisipasi di Europa League) dan mempertahankan pemain terbaiknya agar tidak hengkang (Aubameyang).

Masterclass yang ditunjukkan Arteta begitu berbeda dengan sepakbola tanpa jati diri di era Emery. Semua orang bisa melihatnya dengan jelas. Berbagai pundit bola yang biasanya menganggap remeh Arsenal bisa merasakan perubahan tim ini di bawah asuhan Arteta. Bila ini baru tahapan basic, sesuai penjelasannya, kita boleh merasa optimis dengan masa depan Arsenal di tangan Arteta. Kita berharap KSE sama optimisnya dalam mendukung Arteta dengan dana yang sepadan, agar kita bisa menyaksikan visi Arteta Way terealisasikan.

Revolusi Mental Arteta

Empat pertandingan pertama Arteta menghasilkan imbang (Bournemouth), kalah (Chelsea) dan menang 2x (MU, Leeds FA Cup). Awal yang rasanya lumayan untuk ukuran seorang manajer baru klub papan tengah. Namun buat kita, Gooners yang menonton keempat pertandingan tersebut, kita bisa merasakan perubahan yang drastis dalam segi upaya, taktik, energi semua pemain Arsenal yang menjadi sangat positif. Penampilan yang memberikan harapan bahwa musim ini belum usai. Bahwa Arsenal bisa terangkat dari posisi di papan tengah.

Apa yang dilakukan Arteta sehingga sepakbola Arsenal berubah dari reaktif menjadi proaktif? Tiba-tiba kita memainkan sepakbola protagonist, yang hanya bisa diimpikan oleh Emery namun tak pernah terwujud. Arteta, dalam waktu yang sangat singkat mentransformasi team Arsenal ini, bermain menyerang, counter pressing, defensive line yang tinggi, one-two pass yang kembali dan terakhir pemain yang tersenyum di lapangan. “The fun is back!” kata Sokratis.

Dalam tulisan saya sebelumnya, The Arteta Way, Arteta menyebutkan ada 4 hal penting yang ia inginkan sebagai pondasi dasar timnya: komitmen, akuntabilitas, agresi dan gairah untuk memainkan sepakbola dan mewakili klub ini. Di berbagai press conference sebelum dan sesudah pertandingan, Arsenal kembali mengulanginya. Komitmen, agresi, gairah dan akuntabilitas. Setiap pemain harus berkomitmen di lapangan hijau 100% upaya tanpa sedikitpun menyerah, agresif dalam pressing, bergairah dalam memainkan sepakbola menyerang dan terakhir sama-sama bertanggung jawab terhadap apapun yang terjadi di lapangan. Arteta tidak ingin pemainnya saling menyalahkan ketika kehilangan bola, setiap pemain wajib tracking back dan melindungi temannya. Satu untuk semua, semua untuk satu. Arteta tahu, agar para pemainnya bisa memainkan sepakbola dengan intensitas sangat tinggi yang saat ini dimainkan klub-klub papan atas Premier League, ia perlu merevolusi mental pemainnya dahulu.

Revolusi Mental

Revolusi Mental itu berjalan bertahap. Pertama melawan Bournemouth, bermain menyerang sejak menit pertama dengan high pressing, Arsenal ketinggalan 1-0 di babak pertama. Pemain tidak menyerah, dan terus memborbardir pertahanan Bournemouth. 17 shots untuk away game, yang sangat tinggi dibanding Arsenal era Emery. Akhirnya Aubameyang menyamakan kedudukan di menit ke-63. Perbedaan seri dan menang ada pada keputusan-keputusan yang kurang tepat dari Nelson, Saka, Lacazette dan Aubameyang saat berada di final third lawan. Arteta memakluminya, yang ia soroti justru kondisi mental pemain:

It will be a process. I was worried what would happen if we conceded a goal. We did and I was very pleased with the character they showed. They came in at half-time and their faces, their reactions [were spot on]. It was about how much they wanted it. Normally, when you are in this process and you concede a goal, the confidence goes down and a lot of things that have happened in the past can come back. It didn’t happen, it happened in the complete opposite sense and that’s a really positive thing to take on board.

Pertandingan kedua melawan Chelsea, serangan dan pressing tinggi Arsenal di babak pertama sangat baik sekali. Ombak serangan Arsenal datang bertubi-tubi dan ketika kehilangan bola dalam 5 detik bola sudah terebut kembali. Permainan praktis terjadi di paruh lapangan lawan. Aubameyang mencetak gol di menit ke-13. Chelsea tak punya jawaban dan harus mengganti pemain di menit ke-34, memasukkan Jorginho. Di babak kedua, permainan Arsenal drop. Arsenal bertahan dan Chelsea yang mendominasi pertandingan. Walaupun demikian, tidak banyak peluang besar tercipta untuk Chelsea. Namun kesalahan Leno dalam menangkis umpan dari corner kick berbuah gol bagi Chelsea dan tidak lama kemudian saat Arsenal menyerang, sebuah counter attack cepat Chelsea juga kembali berbuah gol karena kesalahan keputusan Mustafi yang memilih mundur daripada menahan Abraham. Bad habit comes back easily.

Walaupun kalah, supporter Arsenal memberikan standing ovation kepada para pemain Arsenal. Usaha keras mereka dan sepakbola menyerang yang dimainkan tak luput dari penghargaan para penonton. Kita seperti mulai mencium bau kemenangan.

Melawan Manchester United, babak pertama yang sama agresifnya kembali terjadi. Arsenal mencetak dua gol di babak pertama lewat Pepe dan Sokratis dan MU tidak bisa menjawabnya. Di babak kedua, Arsenal sedikit mundur dan mengendalikan pertandingan lewat pertahanan yang disiplin. Kali ini Arsenal bertahan dengan lebih cerdik dan MU tidak bisa mencetak gol sama sekali. Kemenangan pertama Arteta uniknya terjadi melawan MU, mantan musuh bebuyutan Arsenal.

Yang menarik adalah wawancara David Luiz setelah pertandingan yang mengakui bahwa secara fisik, pemain-pemain Arsenal belum siap memainkan sepakbola intens Arteta selama 90 menit. Namun ketika fisik tidak siap, maka hati harus mengambil alih.

Mikel Arteta is a great coach, he knows football, he was a great player. He brings things and I believe in his philosophy. I think he can improve every single player.

In life when you are happy the results can be totally different.
I always like to use the mantra, if you sleep happy you can sleep four hours, it’s better than sleeping sad for eight hours. If you work with happiness and believing what you are doing it is totally different, so I’m happy with everybody.

David Luiz after winning against Manchester United

Arteta menanamkan mental baru kepada para pemain Arsenal. Dari semua wawancaranya saya bisa mengira mantra Arteta sebelum setiap pertandingan sebagai berikut:

  • Mainkan sepakbola menyerang sesuai identitas klub, sepakbola reaktif tidak akan membuatmu happy
  • Berikan hatimu untuk pertandingan di lapangan, 100% upaya dalam memenangkan duel dalam merebut bola. Be aggressive and intense!
  • Saling back-up rekan setim. Tidak saling menyalahkan, bermain bersama, sukses bersama
  • Semua gestur tubuhmu di lapangan akan ditangkap penonton, dengan bersikap positif maka penonton akan memberikan reaksi positif juga. Demikian juga sebaliknya
  • Pemenang tidak pernah relax, konsistensi dalam upaya membedakan antara pemenang dan pecundang.

Saat melawan Leeds di third round FA Cup, pemain Arsenal melupakan semua hal di atas di babak pertama. Ini masalah mental. Setelah menang melawan MU, pressure turun dan pemain merasa lebih relax, ah cuma lawan tim Championship. Mereka mengabaikan peringatan Arteta bahwa Leeds di bawah Bielsa bukan tim biasa, setiap minggu mem-bully tim-tim di Championship dan itu juga sebabnya saat ini mereka di puncak klasemen. Bielsa adalah pelatih jenius, pionir sepakbola yang punya pengaruh paling besar terhadap sepakbola modern saat ini. Pep mengatakan ia adalah pelatih terbaik dunia saat ini. Arteta yang dekat dengan Poch (murid Bielsa) dan mantan asisten Pep tentunya tahu persis sepakbola ala Bielsa.

Karena mental tim belum benar-benar terbentuk, Arsenal menderita selama 35 menit pertama. Leeds pressing man to man dan memaksa Arsenal bertahan. Arsenal sangat beruntung tidak kebobolan. Di saat half time, Arteta mencak-mencak terhadap pemainnya. Ia menginstruksikan pemainnya untuk bermain seperti gerombolan serigala yang mengejar bola tanpa henti. Ia tidak mengubah line up atau mengganti pemain. Xhaka dan Guendouzi disuruh bermain lebih ke depan, pressing lawan begitu pemain depan kehilangan bola. Hasilnya luar biasa, Arsenal berbalik bermain di paruh lapangan Leeds dan akhirnya mencetak gol lewat Nelson.

Arteta mengatakan bahwa ia sekarang tahu apa yang timnya butuhkan ketika kalah dan apa yang mereka butuhkan ketika menang. Bak tim baru lahir, Arsenal masih rapuh dan perlu dipandu. Ketika menang, kesombongan merayap masuk dan pressure hilang, pemain mulai lebih relax dan jadinya tidak bisa mempertahankan konsistensi.

I am learning every day about them. How they react when they lose, what they need when they lose, what they need when they win as well. And as well, how can they react when they want to. Because before that, obviously everybody said it was a physical issue that we could not sustain a certain rhythm or intensity throughout the game. Look how they finished tonight. After 94 minutes they kept going and this is here and this is there. This is what they have to understand as a team.

Mengubah mental tim menjadi mental juara tidaklah mudah. Perlu upaya luar biasa dan tim yang menyatu. Semua orang setuju dan ikut dalam kereta ini. Arteta mengatakan masalah fisik tidak menjadi masalah (sebagaimana di pertandingan lawan Chelsea dan MU). Ketika para pemain niat, mereka terus berjuang sampai peluit akhir berbunyi. 94 menit melawan Leeds yang sangat physical dan pemain Arsenal tidak berhenti mengejar di babak kedua. Hal ini yang harus mereka pahami, dan alami bersama, sebagai satu tim.

Pada akhirnya, para pemain yang akan menikmati kemenangan. Mereka bisa memilih menderita di lapangan dan di akhir pertandingan, atau berjuang bersama, menderita fisik tapi happy di akhir pertandingan. Saat ini pemain Arsenal mulai memahami langsung (lewat pengalaman), perbedaan tim medioker dan tim juara. Setelah 18 bulan di-brainwash oleh pelatih medioker dan tahun-tahun belakangan era Wenger yang memang miskin konsistensi.

Dan kemudian, bermain seperti ini setiap minggu, setiap pertandingan, setiap sesi latihan. Hanya dengan demikian Arsenal bisa diubah menjadi tim dengan mental juara.

Perubahan Taktik

Tentunya hanya bermodal semangat saja tidak bisa mengubah sebuah tim serta merta menjadi tim juara. Ada perubahan taktik dan posisi pemain agar tim bisa merebut bola dengan waktu dekat, upaya minimal. Itu tugas pelatih. Tulisan Michael Cox di The Athletic mengupas perubahan ala Arteta ini dengan sangat baik. Saya rangkum sedikit di sini.

Formasi di atas kertas Arsenal adalah 4-2-3-1 tapi di atas lapangan formasi itu berubah menjadi 4-4-2 saat bertahan dengan Ozil dan Lacazette di depan dan 2-3-5 saat menyerang. Maitland-Niles berubah dari RB ke RCM dan Saka / Kolasinac maju dari LB ke LW. Lihat grafik di bawah ini. Dengan 5 pemain menyerang dan 5 pemain bertahan, Arsenal stretching lawan melebar sehingga memberikan banyak space khususnya untuk Ozil dan Xhaka dalam mengumpan.

David Luiz bersiap mengoper bola ke RW Arsenal, lihat space yang dimilikinya!
Xhaka punya beberapa opsi, lihat space yang terbuka lebar untuk Aubameyang dan Saka

Perubahan formasi ini memungkinkan Arsenal bermain operan pendek maupun panjang, dan cukup banyak space untuk winger berlari. Umpan satu-dua yang sudah lama hilang dari peredaran muncul kembali.

Dengan formasi seperti ini juga, saat kehilangan bola, Arsenal bisa dengan cepatnya mengerumuni pemain lawan yang memegang bola dan memutus jalur operan bola. Bila pressing awal gagal, maka Arsenal kembali ke formasi 4-4-2 blok bertahan yang rapat menutup lini tengah.

Mengagumkan apa yang bisa dicapai dengan perubahan sedikit formasi dan eksekusi yang konsisten.

Kita baru di chapter pertama revolusi mental Arteta, sangat menarik melihat apa yang akan dilakukannya di pertandingan malam ini, melawan Crystal Palace tandang.

Pertandingan ini akan sangat berarti untuk satu pemain. Ajang redemption untuk Granit Xhaka. Semoga kemenangan dan penampilan gemilang menjadi balasan yang pas untuk aib tahun lalu yang mengakibatkan ban kaptennya dicopot.

Kita ingin menyaksikan revolusi mental Xhaka malam ini. Semoga terjadi.